Anda : iya, gue semalem udah nelpon abangnya Rafli. sekarang gue lagi otw Husada Bhakti

Gia ceking : ohh bagus deh kalo gitu. Eh tapi emangnya lu tau tuh rumah sakit dimana?

Anda : gue tau rumah sakit Husada Bhakti dimana, makanya gue naik taksi. Abang supir taksi kan pasti tau. Pinter kan gue?

Gia ceking : iya udah, apa kata lu aja, yaudah gue mau ke mama gue dulu

Anda : yaudah sono lu temenin emak lu, kasian emak lu sendirian, you know lah sendiri itu ga enak😂

Gia ceking : curcol mode on 😆 yowis lah mama gue udah manggil tuh, ternyata daritadi mama gue ngajak ngobrol gue, tapi guenya sibuk mainin hp, jadi mama gue ngomel-ngomel dah-_-

Anda : anjiirr, emak lu berasa ngomong sendiri berarti, yaudah sono hush hush

Gia ceking : sue lu, dikira gue kucing-_- yaudah bye.

Karen tidak membalas pesan terakhir Gia. Karena kalau ia membalasnya, percakapan itu tak kunjung selesai.

Karen pun memilih untuk memasukkan handphonenya kembali ke dalam tas. Karen melihat jam tangannya yang menunjukkan pukul 16.15 itu berarti ia sudah menempuh waktu hampir dua puluh menit di jalan.

"Masih jauh ya, Pak?" tanya Karen.

"Bentar lagi kok neng, nanti didepan ada pertigaan, belok kiri abis itu nyampe dah," ucap supir taksi sambil sekilas menoleh ke arah Karen.

Mendengar jawaban yang sangat jelas dari Pak Supir, Karen hanya ber-oh ria sambil menganggukkan kepalanya.

*****

"Delapan puluh...delapan satu... delapan du-nahh ini dia! Akhirnya ketemu juga kamar vip nomor delapan dua,"

Karen tersenyum puas saat akhirnya berhasil menemukan kamar Rafli dirawat. Mengingat rumah sakit itu saat luas sehingga mencari satu kamar saja harus dengan arahan dari satpam maupun perawat di rumah sakit tersebut.

Karen langsung mengetuk pintu dua kali berharap seseorang yang berada di dalam kamar tersebut membukakan pintu untuknya.

"Masuk aja,"

Karen mendengar dua kata yang diucapkan dari lelaki yang suaranya sudah sangat familiar di indra pendengarannya.

Meskipun suara tersebut terdengar pelan dan payau, Karen masih dapat mengenali suara Rafli tadi.

Karen langsung membuka knop pintu kamar tersebut dengan perlahan. Setelah masuk ke dalam kamar tersebut, Karen tidak lupa menutup pintu kembali.

Penglihatannya tertuju pada seorang lelaki dengan pakain biru awan khas pasien rumah sakit yang terbaring lemah di atas tempat tidur.

Rafli terkejut saat tahu bahwa yang ada dihadapannya kini adalah Karen. Ia langsung tersenyum melihat kedatangan Karen yang sebenarnya sangat ia rindukan. Karen menghampiri Rafli lalu duduk dikursi yang sudah disediakan.

"Hai," sapa Rafli.

Diluar dugaan Rafli, ia kira Karen datang lalu langsung menanyakan kabarnya dengan ekspresi antusiasnya. Tetapi yang rafli lihat kini raut wajah Karen yang sangat datar sambil menatap mata tajam.

Orang KetigaWhere stories live. Discover now