42. Apakah Bahagia ...?

1.4K 21 0
                                    

KE MANAKAH perginya orang-orang gagah yang dulu membantu pertahanan Mancu dan berkumpul di Ta-tung? Yong Tee yang cerdik sekali telah mengatur sehingga mereka ini cerai-berai, ada yang ditarik ke daerah lain untuk membantu pasukan Mancu, ada pula yang diberi hadiah dan disuruh kembali ke tempat masing-masing karena kekuatan Mongol sudah hancur. Ada pula yang ia persilakan datang ke kota raja untuk menjadi tamu agungnya. Pendeknya, secara lihai sekali Pangeran ini mengatur supaya para orang gagah itu tidak berkumpul menjadi satu karena mereka melihat ancaman bahaya lain kalau orang-orang itu berkumpul menjadi satu!

Di antara mereka yang ia undang menjadi tamu agungnya adalah dua saudara Li Hoa dan Li Goat, dan juga Phang Yan Bu. Pangeran Yong Tee maklum bahwa tiga orang muda yang gagah ini termasuk sahabat-sahabat baik dari Bi Eng dan Han Sin oleh karena itu ia mengundang mereka ini menjadi tamunya dan mempersilakan mereka menanti datangnya Han Sin dan Bi Eng di istananya di kota raja. Mereka mendapat pelayanan yang amat manis dan hormat dari Yong Tee sehingga hati orang-orang muda itu mau tidak mau tertarik dan harus mereka akui bahwa pangeran ini berbeda dengan pembesar-pembesar lainnya, peramah dan rendah hati.

Di lain pihak, Yong Tee merasa gelisah selalu karena tidak ada berita dari Han Sin maupun Bi Eng. Bagaimanakah keadaan Han Sin dalam mencari Hoa-ji si gadis berkedok? Ia hanya merasa gelisah sekali, takut kalau-kalau kekasihnya itupun menjadi korban perang. Hatinya perih kalau teringat akan pertemuan-pertemuannya dengan Hoa-ji dahulu, di taman dalam lingkungan istananya.

Pertemuan yang amat romantis, yang mesra dan juga pertemuan antara dua orang muda yang secara rahasia dan aneh sudah saling mencinta padahal dia belum pernah melihat wajah gadis berkedok itu. Hoa-ji yang mengajukan syarat bahwa sebelum mereka bertunangan secara syah, pangeran itu tidak berhak membuka kedoknya dan pangeran itu dengan rendah hati dan sabar menerima syarat ini. Secara membuta, menuturkan perasaan hatinya, Pangeran Yong Tee jatuh cinta kepada seorang gadis yang belum pernah ia lihat wajahnya. Benar-benar aneh sekali kalau cinta sudah meracuni hati seorang muda.

Sudah beberapa lama, setiap malam Pangeran Yong Tee duduk di dalam taman itu, mengenangkan kekasihnya sambil mengharap-harapkan datangnya Han Sin membawa berita baik.

Pada malam hari itu, malam terang bulan, pangeran inipun duduk seorang diri di dalam taman, berkawan arak dan bunga. Ia merenung dan mukanya yang tampan nampak muram oleh kegelisahan. Sampai lama pangeran muda itu merenung sambil menatap bulan yang tampak bergerak dengan megah dan halusnya di antara mega-mega, seakan akan puteri juita sedang berjalan-jalan di tengah malam.

Ia menarik napas panjang. Bulan tetap sama, semenjak dia masih kecil sampai sekarang, mungkin sampai dia mati, sampai semua bunga di taman gugur, sampai dunia kiamat. Bulan akan tetap sama, atau setidaknya, akan lebih lama keadaannya daripada dirinya dan segala di sekitarnya. Tanpa disadari lagi, pangeran ini menggerakkan bibir mengucapkan kata-kata yang pada saat itu terasa di hatinya :

"Kebahagiaan, di mana kau bersembunyi?
Betulkah kata orang pandai jaman dahulu,
bahwa kebahagiaan selalu pergi kalau dicari?
Padahal selalu dalam diri bersatu?
Berhasil membasmi pemberontakan,
mana itu kegirangan? Mana itu kebahagiaan?
Aahhh, hatiku penuh kedukaan
hanya karena seorang perempuan ......."

Memang keluhan Pangeran Yong Tee ini merupakan kenyataan pahit dalam kehidupan manusia. Manusia selalu mengejar kebahagiaan, mengkhayalkan kebahagiaan hidup yang disangkanya pasti akan tiba apa bila maksud hati tercapai. Namun khayal tetap khayal, membuyar setiap kali di jangkau. Maksud hati boleh terlaksana, cita-cita boleh tercapai, namun kebahagiaan? Kiranya bukan di situ letaknya, bukan dalam terlaksananya maksud hati, bukan pula dalam tercapainya cita-cita. Mengapa? Karena maksud hati tiada putusnya, cita-cita tiada habisnya.

Terlaksana yang satu, timbul kedua. Tercapainya yang ini, belum pula yang itu, dan begitu seterusnya. Nafsu angkara murka inilah yang selalu menguasai hati manusia yang haus akan kebahagiaan. Padahal tidak perlu dihauskan, karena sudah berada dalam diri sendiri, sudah bersatu dengan diri, hanya tidak terasa bagi yang belum sadar.

Kasih di Antara RemajaWhere stories live. Discover now