27. Cinta Kasih Pangeran Yong-tee

1.5K 29 0
                                    

"KELIRU, adik Eng .....! Kembali kau tidak curahkan perhatianmu ke dalam gerakan ini."

Gadis cantik jelita itu berhenti bersilat, menarik napas panjang lalu duduk di atas bangku dalam taman bunga itu. Kembali ia menarik napas panjang dan menggunakan sehelai saputangan sutera hijau menghapus peluh dari leher dan pipinya yang kemerah-merahan. Bibirnya menjadi merah sekali karena pergerakan-pergerakan tadi, merah membasah, segar seperti buah masak. Sayang mata yang jeli itu kini membayangkan rasa duka.

Si pemuda yang melatih ilmu silat, berdiri bengong. Bagaikan terkena hikmat luar biasa, ia berdiri terpesona menatap wajah si gadis yang tertimpa sinar matahari pagi, wajah yang pada saat itu demikian elok dan jelita seperti wajah bidadari.

Si gadis menengok, bertemu pandang. Cepat si pemuda menundukkan kepalanya.

"Eh, Sin-ko (kakak Sin)! Apa-apaan kau berdiri seperti patung di situ? Kau tentu kecewa, ya? Memang otakku bebal, gerakan Heng-pai Kwan-im (Memuja Kwan Im Dengan Tangan Miring) tadi bagiku amat sukar, Sin-ko."

Pemuda itu bukan lain adalah Cia Han Sin, sudah dapat menenteramkan hatinya. Ia mengangkat muka, memandang kepada Bi Eng tenang-tenang. Keningnya agak berkerut.

"Bi Eng, adikku. Sebetulnya tidak ada barang sukar di dunia ini. Tergantung seluruhnya dari pada besar kecilnya kemauan kita. Gerakan kaki dan tanganmu sudah tepat, pengaturan tenaga dan napas juga sudah cocok sebagaimana mestinya. Akan tetapi, sayang sekali perhatianmu kurang tercurah dalam gerakan itu. Ketahuilah, adikku. Seperti juga dalam mengerjakan sesuatu, di dalam ilmu silatpun harus dipergunakan pencurahan pikiran ditujukan bulat-bulat kepada gerakan yang dilakukan (konsentrasi). Karena hanya dengan konsentrasi ini, kita akan dapat melihat setiap perubahan gerakan lawan dan dapat mengatur perkembangan gerakan kita sendiri."

Bi Eng tertawa. Gadis ini memang riang gembira sifatnya. Biarpun tadi matanya membayangkan kedukaan, namun sekarang begitu giginya yang putih berderet rapi itu terlihat dalam ketawanya, lenyaplah segala awan mendung. Cahaya matahari seakan-akan menjadi lebih gemilang. Dengan lagak manja Bi Eng menyambar tangan Han Sin dan menariknya duduk di sampingnya, di atas bangku.

"Duduklah, Sin-ko, jadi enak kita mengobrol. Kau berdiri marah-marah seperti seorang guru yang galak terhadap muridnya yang tolol!"

Mau tidak mau Han Sin tertawa juga. Kegembiraan Bi Eng selalu menjadi sinar dalam pondok mereka, menjadi cahaya terang dalam kesunyian di puncak Gunung Min-san, menjadi cahaya yang selalu bersinar-sinar di dalam lubuk hatinya!

"Eh, Sin-ko. Kau ini sekarang seperti dewa saja. Bagaimana kau bisa menyelami pikiranku? Bagaimana kau bisa tahu bahwa aku tidak mencurahkan seluruh perhatian dan pikiran ke dalam gerakan tadi padahal menurut kau sendiri, kaki tangan, tenaga dan napas yang kupergunakan sudah tepat!"

"Pandang matamu yang membuka rahasiamu, Eng-moi."

"Pandang mataku? Ada apanya sih yang aneh?" Gadis itu menengok menatap wajah kakaknya. Muka mereka berdekatan, hati Han Sin kembali berdebar-debar aneh. Cepat-cepat ia memalingkan muka.

"Pandang matamu membayangkan sesuatu yang menyatakan bahwa di dalam pikiranmu kau mengkhawatirkan sesuatu, membuat kau gelisah dan tak dapat mencurahkan seluruh perhatian ke dalam pelajaran tadi. Ilmu Silat Thian-po Cin-keng yang terdiri dari tiga bagian kali tiga puluh enam jurus adalah ilmu silat yang gerakan-gerakannya selalu disesuaikan dengan batin. Karena itu tidak mudah dipelajari. Aku hanya ingin menurunkan tiga jurus saja kepadamu. Yang tiga ini, Heng-pai Kwan-im, Jip-hai-siu-to, dan Ci-po-thian-keng, biarpun hanya tiga macam, akan tetapi sekali kau dapat menguasainya dengan sempurna sukarlah kau dikalahkan orang. Akan tetapi ...., sudahlah soal itu, aku hanya ingin tahu kenapa kau agaknya mengkhawatirkan dan menyusahkan sesuatu, adikku?"

Kasih di Antara RemajaWhere stories live. Discover now