28. Kerudung Puteri Hui

Start from the beginning
                                    

"Aiihh ...... aiihh ....., kau menuduh sembarangan saja. Baik ayah maupun aku bukanlah sembarang laki-laki yang suka menghina wanita. Kau ini seorang wanita yang begini cantik jelita, kenapa berhati kejam, hendak membunuh orang? Sayang ..........."

"Setan! Mulutmu saja sudah kurang ajar!"

"Lhoh! Kenapa kurang ajar?"

"Kau bilang aku cantik segala ........."

"Eh, eh! Apakah memuji kecantikan berarti kurang ajar?"

"Melihat mukakupun belum, bagaimana kau bisa bilang cantik segala? Apa lagi kalau bukan karena kau hendak kurang ajar?"

"Waduh, waduh ...... galak amat kau! Mudah saja menduga bahwa kau cantik jelita. Seorang gadis dengan bentuk tubuh seperti kau, dengan suara halus merdu, dengan sepasang mata seperti itu, bisa lain tentulah cantik jelita. Biarlah kita bertaruh. Kau buka kerudungmu itu, Kalau kau betul-betul cantik jelita, berarti kau kalah dan sudahlah, kau boleh pergi dari sini dengan damai, tak perlu kita bermusuhan. Sebaliknya, kalau dugaanku keliru, kalau kau bermuka buruk, biar aku menghaturkan maaf kepadamu dan boleh kaupukul mukaku tiga kali!"

"Keparat! Setan!!" Wanita itu memaki, sepasang matanya berkilat-kilat. "Siapa juga, terutama kalau dia laki-laki, yang berani membuka kerudungku, aku akan membunuhnya sampai tujuh kali!"

Mau tak mau Han Sin bergidik mendengar ini. Ucapan itu bukan main-main, apa lagi sepasang mata itu menyatakan betapa ucapan ini keluar dari hati, bukan gertak sambal belaka.

"Hemm, nona Tilana. Lebih baik kau pulang saja kepada ibumu dan katakan bahwa aku akan menghabisi permusuhan lama, asal saja bukan ibumu yang membunuh ayah bundaku. Aku masih harus menyelidiki akan hal ini."

"Manusia sombong, jangan banyak cakap. Keluarkan senjatamu!"

"Bukan aku yang ingin berkelahi, kau yang ingin berkelahi yang selalu membawa-bawa senjata memasuki kamar orang, dan ......."

"Setan!" Tilana, gadis berkerudung itu lalu menubruk sambil berseru, "Lihat pedang!"

Han Sin dengan mudah dan tenang mengelak. la melihat betapa gerakan gadis ini bukan main cepat dan kuatnya, bahkan setingkat lebih kuat dan lebih cepat dari pada Bi Eng sendiri! Diam-diam ia merasa kagum dan merasa sayang kalau gadis selihai ini sampai tersesat. Ia tidak tega melukainya. Ayahnya dulu pernah bentrok dengan Balita, puteri Bangsa Hui. Sekarang adalah kewajibannya untuk menghabiskan permusuhan itu dan sekali-kali ia tidak boleh melukai gadis puteri Balita ini.

Tilana menjadi penasaran sekali. Di daerahnya, selain ibunya sendiri yang sudah hampir setingkat dengannya, tak ada orang lain mampu menghadapi serangan-serangan pedangnya. Akan tetapi pemuda ini, pemuda yang terlalu lemah lembut, terlalu tampan, terlalu pandai bicara manis, yang tersenyum-senyum dan terlalu tenang ini, dengan tangan kosong menghadapi serangan-serangannya dan selalu dapat mengelak.

"Kau lihai ....... kau galak .......!" Han Sin sengaja menggoda. Pemuda ini pada hakekatnya memang berwatak romantis, maka kini menghadapi gadis galak, otomatis timbullah watak nakalnya yang hendak menggodanya tanpa disertai maksud-maksud tidak sopan.

Ia sekarang malah duduk di atas bangku, membelakangi gadis itu dan tangannya merayap ke meja mencari kuweh kering yang lalu dimakannya. Sama sekali ia tidak memperdulikan gadis itu yang hendak menyerangnya dari belakang.

Tilana gemas sekali. "Mampus kau kali ini!" bentaknya sambil menusukkan pedangnya dari belakang. Agak gemetar tangannya ketika melihat pemuda itu sama sekali tidak mengelak. Ujung pedangnya hampir menyentuh punggung dan ........ eh, tahu-tahu pemuda itu sudah "melayang" ke atas meja tanpa menggerakkan, kaki tangannya. Tahu-tahu seperti dipindahkan oleh tangan tak terlihat, tubuhnya sudah berpindah, sudah duduk di atas meja. Sebelah tangannya masih memegangi kuweh kering yang digigitnya.

Kasih di Antara RemajaWhere stories live. Discover now