12

54 10 1
                                    


Kei turun dari motor setelah Kevin memarkirkannya.

"Vin lo duluan aja keatas gue ada urusan bentar"

"Tapi-"

"Gue cuma ke taman rumah sakit doang"

Kevin sejenak berpikir seperti punya otak buat mikir. Lalu mengangguk.

"Oh yaudah. Entar lo nyusul ya"

Kevin pun berlalu.

Kei berjalan ke taman rumah sakit yang sudah sering dikunjunginya ini. Masih dengan jaket Sean yang melingkar di pinggangnya. Tak berniat melepaskan jaket itu lalu memakaikan ke tubuhnya sekedar untuk menghalau udara yang mulai dingin karna hari telah menjelang malam.

Kei berhenti diantara tanaman bunga yang bermekaran. Memandang kosong ke depan tak peduli pada orang disekitarnya.
Menikmati semilir angin yang menerpa.

Tak sadar air matanya menetes tubuhnya mulai menurun berjongkok memeluk kakinya yang terlipat. Dan mulai terisak.

Kenapa? Kenapa hidup gue cuma bikin orang celaka. Baru aja gue ngerasa gimana rasanya punya temen yang gak mandang gue dari status atau pun kekayaan. Dulu gue juga pernah janji bakalan jagain orang yang ada disekitar gue. Sekarang gue malah ngelanggar janji yang gue bikin sendiri malahan gue gak tau dia lagi kesusahan dan dia nyembunyiin itu semua cuma buat ngelindungin gue yang bisanya cuma bikin orang susah.

Gue baru kenal sama Mora aja belum genap satu bulan, tapi gue udah buat dia masuk rumah sakit. Harusnya gue gak ngasiih sweaternya bang Davin ke Mora yang buat dia dibully selama ini tanpa sepengetahuan gue. Dia berhasil nyembunyiin semua, di depan gue dia kayak gak punya beban hidup nyatanya dia lagi kesusahan dan itu semua karna gue. Katanya tuhan itu adil? Kenapa orang sebaik Mora harus dibuat celaka? Katanya roda kehidupan itu terus berputar? Trus kenapa rasanya gue itu selalu dibawah. Cuma bisa bikin orang susah dan celaka. Gue cuma pengen punya kehidupan yang biasa aja yang bisa gue nikmatin bareng-bareng sama temen-temen gue dan orang-orang yang gue sayang. Tapi kenapa rasanya susah banget.

"Lo ngapain disana? Nyari cacing?"

Kei tak mengindahkan suara itu. Barang kali itu ditujukan bukan padanya kan?

"Eh lo beneran nyari cacing ya Kei?"

Oh ternyata suara itu bertanya padanya. Kei menyeka kasar air matanya. Lalu mendongak.

"Se-Sean? Lo-lo ngapain disini?"

"Mau nemenin lo nyari cacing"

Sean ikut berjongkok disamping Kei. Lalu mengambil patahan ranting kayu disekitarnya dan mulai mengais-ngais tanah.

"Gue gak perlu ditemenin udah sana gue mau sendiri!"

Hening.

Tak ada sautan dari Sean. Geram Kei pun mendorong tubuh Sean menjauh. Tapi itu sama sekali tak membuahkan hasil.

"Sana lo pergi!"

Sean melangkah kesamping. Tetap mengais-ngais tanah. Tampaknya Ia benar-benar sedang mencari cacing.

"Udahkan?"

Kekesalan Kei susah berada dipuncaknya. Ia pun mulai terisak kembali. Sean menoleh.

"Hiks..hiks..lo tu kenapa gak bisa dibilangin banget sih..hiks..hiks..gue suruh lo pergi lo gak mau..hiks..hiks..entar lo bisa bahaya kalo deket-deket gue..hiks..hiks"

Sean pun mulai panik. Heran juga, kenapa Ia akan celaka kalau dekat-dekat Kei.

"Hiks..hiks..kok lo gak pergi sih..hiks..hiks..kalo lo emang gak mau pergi paling gak.. hiks..hiks.. peluk gue..huaaaa!!"

The Freaky GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang