•~Part 7.a~•

5.5K 162 35
                                        

Bagi Beby, memaafkan Farel adalah hal yang sangat sulit untuk dilakukan. Bagaimana pun cara pria itu melakukan berbagai cara untuk mendapatkan maafnya, tetap saja, bayangan ketika pria itu dengan santainya menyetubuhi, menampar dan memukul pahanya dengan tali pinggang tidak bisa ia lupakan.

Ditambah lagi, Farel tadi mengatakan bahwa ia menyesali semua yang terjadi setelah ia bertemu pacarnya itu.

Nina. Gadis yang tak pernah dilihat secara langsung oleh Beby. Namun ia pernah dengar kabar yang dulu tersebar di kampus, bahwa Farel yang memiliki ayah seorang pengacara kondang dan ibu yang menikahi seorang pengusaha batu bara setelah bercerai dari ayah Farel, telah memiliki seorang pacar yang berasal dari kalangan orang biasa bernama Nina.

Dan kini, ia berada dalam satu frame dengan gadis itu. Gadis yang diakui Farel dipacarinya karena kasihan. Benarkah itu? Mengapa Beby merasa ada perasaan yang aneh saat Farel mengatakan bahwa ia bertemu Nina? Apalagi Farel mengatakan bahwa ia menyesali semua yang terjadi, seakan Farel masih berharap dengan Nina.

Beby membatin. Please Beby. Jangan plin-plan. Lo benci cowok itu, 'kan? Terus kenapa lo harus mikirin cewek dia? Biarin ajalah! Toh, tinggal hitungan bulan, mereka mungkin bakal bersatu lagi.

Nyes!

Ada sesuatu yang salah. Mengapa hanya dengan memikirkan bahwa Farel nanti akan kembali dengan pacarnya itu menimbulkan sesuatu yang aneh di hatinya? Tidak. Ini salah. Ada sesuatu yang salah dan itu harus segera dibenarkan.

"Beb."

Beby tersentak. Ia melihat Farel masuk ke kamar membawa sesuatu di tangannya.

"Aku udah boleh masuk, 'kan?" tanya Farel.

Beby memalingkan wajahnya. "Bawa apa?" tanyanya.

"Buah apel, beli di depan rumah sakit barusan," jawab Farel seraya meletakkan kantong buah tersebut di atas meja.

"Kenapa soto kamu gak jadi dimakan?" tanya Farel saat melihat semangkuk soto yang tadi sangat diinginkan Beby tergeletak begitu saja di atas meja. Terlihat mie soto yang sudah mengembang.

"Udah dingin!" sahut Beby ketus. Matanya masih menatap ke arah lain.

"Kamu masih marah ya?" tanya Farel hati-hati.

Beby menatap Farel tajam. "Please. Kalo lo masuk ke sini cuma buat bikin mood gue jelek lagi. Mending lo keluar!" ketusnya.

"Ya udah. Maaf. Aku gak bakal bahas itu lagi," ucap Farel pelan.

Sabar Rel. Sabar. Perlu waktu untuk bikin Beby mau maafin dan nerima lo. Batin Farel.

Melihat Beby yang diam saja, Farel mencoba mengajaknya mengobrol.

"Kamu mau buah?" tanya Farel.

Beby menggeleng. Sebenarnya dari tadi ia merasa kebelet, tapi cewek tersebut gengsi untuk meminta bantuan Farel untuk menemaninya ke WC. Sementara ia merasa tubuhnya masih lemah dan ia tak akan mampu berjalan sendiri.

"Udah jam 12 malam, Beb. Tidur ya. Besok habis diperiksa dokter, kamu udah boleh pulang, 'kan."

Beby mengangguk malas. Gue kebelet pe'a. Peka dong peka. Katanya suami gue, tapi masa istrinya kebelet pipis lo gak peka! Dumel Beby dalam hati.

Oh Tuhan. Please. Beby tak bisa lagi menahan panggilan alamnya. Tanpa bisa ia kendalikan, ia pipis di celana.

OMG. Mampus gue. Mampus! Gue pipis di celana! Gimana nih? Gawat kalo si Farel tahu! Batin Beby panik.

"Beb? Ada apa? Kok wajah kamu aneh gitu?" tanya Farel yang melihat raut keanehan di wajah Beby.

"Engg ... nggak ada apa-apa!" Beby gelagapan.

"Tapi kok wajah kamu gitu? Perut kamu sakit?"

Farel menyentuh perut Beby.

Plak!

Panik, tanpa sengaja Beby memukul tangan Farel dengan keras.

"Apaan sih pegang-pegang perut gue! Gue gak apa-apa!" kata Beby ketus.

Farel hanya tersenyum. Baginya, mendengar Beby membentaknya adalah hal yang sudah biasa dan tak perlu diambil hati. Beberapa saat kemudian, hidungnya mencium bau pesing yang tajam.

"Beb, kamu nyium bau itu gak?" tanya Farel seraya mengendus-endus.

Wajah Beby pucat pasi. Mampus gue! Bakal ketahuan nih kalo gue ngompol!

Dont Touch Me! Where stories live. Discover now