5. Kiss?

1.6K 241 39
                                    

Pagi-pagi aku terbangun. Sosok pertama yang aku lihat tentu saja Ale. Suamiku.

Tapi, posisi ini beda dari biasanya. Maksudku, jika biasanya Ale akan tidur di sebelahku, kini posisinya berada beberapa centi di atas wajahku. Kepalanya menyender pada kepala ranjang dan tangannya berada di atas perutku. Aku ingat betul apa yang terjadi semalam. Setelah makan malam yang katanya romantis itu, aku mengeluh sakit pada perutku akibat datang bulan.

Aku kesal. Di saat seperti ini, aku harus merasakan nyeri bulanan itu.
Beruntungnya, kebaikan Ale membuat rasa sakit itu berkurang. Dia sabar bahkan tidak menanggapi sikap kekanak-kanakanku yang harusnya  bisa lebih manis saat meminta bantuan, tapi aku justru bersikap jutek.
Apakah Ale benar-benar mencintaiku seperti yang sering dia ungkapkan padaku selama ini?

Ah,, jahatnya aku yang bahkan hingga kini belum membiarkan dia menunaikan haknya terhadapku.
Akankah dia terus bersabar sampai menunggu kata siap dariku?

Sejujurnya aku tidak ingin seperti ini. Aku ingin menjalani hubungan normal suami istri pada umumnya. Tapi, bukankah dari awal pernikahan ini sebuah paksaan yang kini kebetulan membuat Ale benar-benar menyukaiku.

Bagaimana dengan hatiku?
Sulit dijabarkan. Kadang aku suka sikap manisnya,  sabarnya, bahkan sikap bodohnya selama ini. Tapi, semua seolah berubah saat aku merasa tuntutan seorang istri itu tidak mudah. Terlebih menyangkut anak.

Ah, anak lagi.


Kini Ale masih tertidur. Aku merasa enggan untuk beranjak dari posisi sekarang. Mungkin sudah terlanjur nyaman. Entahlah.

Tangan kanannya masih setia di atas perutku. Senyumku mengembang. Sebuah refleks dari dalam hati mungkin.

Aku ingin beranjak ke kamar mandi, namun urung saat Ale bergerak. Kepalanya semakin miring mencari kenyamanan. Kasihan. Pasti tidak nyaman.
Dengan pelan, aku kembali melanjutkan bangun dari pangkuanya. Mencari bantal untuk menyanggah kepalanya.

Beress,,, sekarang aku bisa ke kamar mandi membersihkan noda yang mungkin nampak di bagian belakang tubuhku. Ini hari pertama, sudah pasti keluar lebih banyak.

Aku buru-buru masuk kamar mandi sebelum Ale bangun. Betapa tidak nyamannya jika aku menanggalkan pakaian atau mandi di saat Ale terjaga. Ini bukan rumah kami yang bisa membuat aku leluasa mengusirnya, kan?

Risih sebenarnya melepas pakaian di kamar mandi. Tapi, aku lebih risih jika pakaian ini aku lepas di dalam kamar dengan adanya Ale. Ya walaupun dia tertidur. Aku belum terbiasa.

Ritual mandi selesai. Aku memakai baju handuk yang tersedia. Sebenarnya dalam hati aku berdo'a semoga saja Ale masih tidur. Aku bisa bebas mengambil pakaianku dan kembali memasangkannya. Semoga saja.

******

Aku bersyukur Tuhan mendengar keinginanku. Dari mandi hingga selesai memakai pakaian, Ale masih terlelap. Benar, perjalanan kami begitu melelahkan hingga tidurnya senyenyak itu.

Basah rambutku membuat aku mau tidak mau menggunakan hairdryer untuk membantu mengeringkannya. Tentu saja suara berisik ini akan membuat Ale terjaga. Tak apa, biar sekalian dia bangun untuk sarapan. Lagipula, petualangan hari ini akan segera dimulai kembali.

Mesin mulai menyala, suaranya membuat Ale mengerang. Matanya mulai terbuka. Aku dapat melihat pantulan itu lewat cermin di depanku sekarang.

" Kamu udah mandi? Sejak kapan kamu bangun?" Ale bertanya dengan suara parau.  Dua pertanyaan itu tidak langsung aku jawab.

" Makasih untuk semalem, " ucapku lebih dulu.

" Mandi gih. Bentar lagi sarapan! " ingatku.

Ale mengangkat kedua tangannya ke atas, tak lama mulutnya terbuka lebar karena menguap. Tangannya turun mengusap tengkuknya sambil memiringkan kepala ke kanan dan ke kiri. Aku yakin kepalanya pegal.

Mission 2 (✔)Where stories live. Discover now