#12 Jatuh Cinta?

256 24 6
                                    

Bagai di sengat aliran listrik ribuan volt gengaman ditagan yuki makin mengencang. Perlahan dia lihat kedua manik kemar itu mulai menunjukkan responnya dan samar_samar yuki mendengar cowok itu memanggilnya dengan sebutan.

"Mama.."

GILAK. Gue bukan Mama Looo!

Harus apa dia sekarang. Bahkan untuk marah saja dia tak sanggup melampiaskannya. Hatinya menggeram, namun wajah polos itu justru meluluhkan jiwanya untuk sekedar menatap canggung dalam rasa bersalah. Yuki melepaskan perlahan tangannya dari genggaman erat stefan anehnya cowok itu justru merengek seperti firasat yang tak ia harapkan dalam kemalangan nasibnya hari ini.

"Mama.."

"Gue bukan mama lo Mr. White. Apa otak lo jadi sedeng karena kepentok sama aspal sialan itu. Gue yuki.. Liat gue yuki. Muka gue masih unyu gini, lo sebut gue mama. Gue belum nikah, belum jadi emak_emak." miris yuki menjelaskanpun stefan tetap memanggilnya mama. Yuki jadi seperti orang kebingungan. Dia mau marah anak itu sedang sakit. Dia mau mukul nanti tambah parah. Yang bisa dia lakukan menggigit bibir keras agar mulutnya yang tajam itu tak melukai orang disampingnya sekarang.

Supir paruh baya membuka pintu belakang, yuki menggeser posisi duduknya dan membiarkan supir pribadi itu mengambil alih stefan dalam gendongannya. Sesaat sebelum diangkat ia lihat mata itu kembali tertutup. Ya ampun.. Apa dia pingsan lagi? Yuki terhenyak dan segera keluar.

Rumah Megah Bak Istana didepannya sangat membuat yuki tercengang. Arsitek yang membangun rumah semegah dan semewah ini pasti seorang arsitek jenius yang terkenal. Rumah bergaya eropa itu di padupankan dengan halaman hijau yang mengelilinginya. Yuki bukan orang yang ndeso dia dulu bekas anak jakarta perumahan. Dulu dia juga pernah tinggal dirumah yang besar tapi tidak sebesar rumah ini. Ini 2 Kali lipat lebih besar dan tidak ada bandingannya sama sekali. Jadi malu sendiri dengan pakaiannya yang biasa saja yuki memilih untuk tak ikut masuk kedalam. Dia sangat malu karena untuk apa juga dia ikut masuk'kan apalagi bukan teman stefan mungkin lebih tepat dibilang 'Cewe resek' yang sering mengajak ribut cowok itu.

Hah yuki menghela nafas resah. Ia berdiri di depan gerbang, plastik putih besar terus saja dia pegang. Dan tak lama dari itu Maxim datang membawa ketiga sepeda yang diangkut memakai mobil box. Maxim turun dari mobil dan menghampiri yuki yang langsung meminta sepedanya diturunkan. Selesai ketiga sepeda diturunkan. Maxim memberi ongkos ke supir itu dan mobilpun pergi.

"tugas gue udah selesai. Gue udah kesiangan banget, mana belum sempet nganterin pesanan mama gue lagi."

"Lo mau nganterin pesanan mama lo kemana?" tanya maxim mempertegas.

"kan tadi udah gue tunjukin alamatnya ke lo." yuki melonggos kesal dan membenahi poni rambutnya yang tertiup angin segar. Maxim lalu mengangguk.

"OK, gue anterin. Ayo.." mata yuki membulat sempurna. Maxim malah mengajaknya masuk kegerbang rumah ini dan yuki tentu melepaskan genggaman maxim dengan kasar. Ia merasa maxim mau mengerjainya.

"Heh. Lo tuh ya.. Gue minta di anterin ke alamat yang disini nih, Di kertas ini. ko malah ngajak gue masuk sih kerumah lo. gue mau lo anterin gue kealamat ini. Gue udah kesiangan."

"Bawel.. Berisik. Coba lo berdiri di sini. Liat alamatnya baik_baik tatap tembok dihadapan lo." Yuki menghela nafas kasar lalu menatap tembok di hadapannya

"D15 NO 21." awalnya yuki biasa saja tapi setelah ingatannya muncul lalu itu mengeluarkan secarik kertas dari plastik putih dan menyamakan alamat yang ada di depannya.

"Jadi.." Yuki tak mampu berkata_kata lagi. Nyatanya tujuan dia sudah ada di depan mata. Nyatanya pesanan yang harus dia antar berada disini. Sebuah kebetulan yang sangat mengherankan. Yuki cuma bisa diam, dia bahkan gak berani untuk masuk.

Back In The EarlyWhere stories live. Discover now