Part 8

126 16 3
                                    

*****

'Hai' pelan sms masuk di hape Yuki. Gadis tomboi itu segera bersandar di pangkal ranjang. Alisnya mengernyit hingga satu pesan kembali masuk dari ponselnya.

'ini nomor yuki bukan?' dengan gerak cepat yuki membalasnya.

'iya. To the point. Ini siapa?" balas yuki lalu send. Dan tak lama dari itu hapenya bergetar, yuki segera membuka pesan masuk.

"ini gue kapten tim basket yang paling tampan di sekolah. Lo pasti taulah."

"anjir." bola mata yuki membulat sempurna. Ia taulah siapa kapten tim basket di SMP barunya itu. Tetapi, ia kesal sendiri rupanya cowok ini memang punya sifat yang sok yang permanen hingga sulit di hilangkan. Ya Lihat saja, pedenya setinggi langit. Dengan angkuhnya yuki hanya membalas.
"Oh." di sebrang sana max yang membaca balasan dari yuki cuma bisa terkekeh. Jarinya kembali mengetik.

"pasti muka lo lagi jutek ya. Jidat mengkerut. Dih.. Jelek banget."

SIAL. Membaca sms maxim yang ini. Yuki langsung menggeram dan membanting hapenya di kasur. Lalu dia beristighfar dan memandang hape yang ia banting barusan. Kalo ia balas dengan balik emosi. Maxim akan kegirangan dan makin membalasnya lebih dari ini. Ok. Dia diam saja. Biar kakak kelasnya yang sok itu merasa menyesal lalu minta maaf. Haha.. Yuki biarkan saja dia, lalu gadis itu ketiduran di kasurnya.

PING_PING 10 pesan masuk bertubi_tubi. Dan yuki malah asik berpetualang di mimpinya. Maxim menunggu balasan dari yuki atas pesan yang sudah ia lancarkan beberapa kali. Tetap tak ada balasan. Sembari menunggu balasan, cowok itu bermain basket sendirian di halaman belakang rumahnya. Terkadang, maxim lihat kembali hapenya tetapi belum juga dibalas. Padahal ia sudah bilang minta maaf. Gadis itu dasar susah di tebak. Sama saja seperti pertama kali bertemu. Dengan perasaan campur aduk maxim menyudahi permainannya dan melempar bola kearah utara dimana ada seseorang yang berjalan menghampirinya dan terkena bola.

"wow. Sorry brother." maxim mendekat lalu mengambil bola basket dari tangan adiknya.

"lo ngapain main basket sendirian. Dan gak ajak gua?"

"ya gak papa. Memangnya sejak kapan lo bisa main basket. Anak manis."

"ck. Gue memang gak semahir lo. Tapi gue bisa tanpa lo tau sendiri." maxim terkekeh lalu menebar senyumnya.

"coba buktiin. Anak manis." diserahkannya bola basket itu ketangan stefan. Sejak kecil stefan memang paling payah dalam hal olah raga. Tetapi jangan salah. Mereka memang memiliki kelebihan masing_masing. Stefan jago dibidang akademik dan maxim di non akademik sangat kontras. Dari jarak satu meter stefan berdiri di depan tiang ring basket.

"kalo gue bisa masukan bola ini. Lo harus hilangin kata_kata lo itu yang bikin gue jijik." ujar stefan. Detik berikutnya tawa maxim menggelegak.

"kenapa mesti jijik. Mama, manggil lo anak manis aja gak bikin lo ilfeel. Bukannya lo seneng apalagi abang lo yang kece ini gemes tau gak sama lo. Lo itu imut stefan. Semua orang juga tau lo itu imut. Hahaha.." stefan hanya bisa mengambil nafas panjang. Kalo bicara dengan maxim memang ia akan kalah. Wajar stefan kalah karena maxim yang paling tinggi egonya. Dan lagi maxim paling rese dirumah maupun disekolah. Tidak ada bedanya.

"terserah lo deh. Liat ya." Stefan memulai acang_ancang. Ia mengangkat bola dengan tinggi lalu sett___ dilemparnya bola basket itu kearah ring dann yahh, sayang sekali bola yang dilempar stefan tak tepat sasaran alhasil kini ia ditertawai kakaknya. Stefan mencoba sekali lagi. Tetap tak masuk. Sekali lagi. Masih tak ada hasil. Tiba_tiba dari belakangnya max merebut bola dan melemparnya dengan satu tangan. Yakk.. Hanya dengan satu tangan saja max berhasil mencetak point. Makin besar kepala saja kakaknya itu.

Back In The EarlyWhere stories live. Discover now