Part 7

273 18 7
                                    

TUJUH

Jangan lupa vote dan comment guys?!!
Maaf kalau garing. Boleh juga kasih kritikannya?!

*****

Belum pernah ada sebelumnya siswi berkarakter tomboi seperti rachel di SMP tempatnya selama dua tahun mengajar sebagai guru pelatih basket. Rata-rata siswi disekolah ini terkenal lembut dan rajin-rajin. Siswinya pun jarang ada yang telat dan semuanya memenuhi standar disipline dalam segala peraturan yang dibuat pihak sekolah. Pak Reza mengamati siswi berambut hitam legam di depannya yg di ikat satu keatas, baju Lengan kirinya digulung. Rambut berponi, pipi sedikit chuby dan bermata bulat dengan kulit sawo matangnya' Kelihatan manis memang tetapi ada yang membuatnya berbeda dari siswi lainnya. Sikap dan kelakuannya yang nakal hampir membuat semua orang yang jika mengenalnya sekilas pasti akan mengatainya seperti anak laki-laki. Di tambah hobby nya yang suka bermain basket. Pak reza saja dibuat penasaran dengan kemampuan rachel yang kata Maxim salah satu anak kebanggaannya itu, bahwa rachel sangat jago ketika bertanding dengannya kemarin sore.
"Rachel saya udah dengar dari maxim, kalau kamu katanya jago banget main basket? Iya? Ok. Iya?! Awalnya saya bangga sekali menemukan murid baru yang mungkin bisa membanggakan buat sekolah. Tapi saya dibuat kecewa saat dihadapkan lagi sama keterlambatan kamu yang berani manjat tembok karena takut dihukum. Itu sangat tidak bagus rachel. Kamu ini anak perempuan ya ko bisa-bisanya manjat tembok. Aduhh.. Dimana pikiran kamu. Baru dua hari masa udah bikin masalah aja."
"Aduh gimana ya pak jelasinnya. Pokoknya ini gak yang kaya bapak pikir. Bukan mau saya manjat tembok, ini terpaksa pak. Biangnya itu si Rio pak. Anak kelas 9b itu yang kata bapak suka telat itu loh. Yah, dia yang ngajak saya manjat pak. Harusnya tuh ya pak, dia juga ada disini. Dihukum bareng saya. Eh dia malah kabur duluan. Emang k*****t itu anak."
"Rachel Amanda." tegur pak reza geram. Dengan suara pelan yang ditekan pak reza melototi siswi di depannya.
"Kata apa itu barusan??" rachel menutup mulutnya yang sadar bahwa apa yang dia ucapkan sangat tidak pantas di depan seorang guru yang tentu jelas sangat berpendidikan. Rachel menggeleng pelan sambil meminta maaf. Memanfaatkan muka melas yang udah penuh dengan keringat.
"Maaf pak, enggak sengaja."
PLAKK.. Ia menabok sendiri mulutnya.
"Dasar mulut. Mesti di sekolahin lu ya. Uhh.. Bego." sesalnya yang pak reza menanggapi dengan perasaan semakin heran saja pada anak di depannya. Diam beberapa menit pak reza menatap rachel yang dalam hatinya gadis itu tertunduk, berharap semoga pak reza tak memberinya hukuman yang berat.
"Setengah jam lagi bel istirahat. Saya akan memberi kamu sedikit pelajaran. Semoga bisa bikin kamu kapok dan gak ngulangin lagi. Kamu tau apa hukumannya?" perlahan si tomboi itu menggeleng.
"Ya gak tau kan. Simple aja sih. Kamu nyanyi lagu kebangsaan yang kamu hapal aja. Gak perlu saya yang nentuin judul lagunya."
"Wah.. Siap pak. Sekarang?" pak reza menepuk stenlis dipahanya.
"Saya belum selesai ngomong. Siap kamu? Yakin? Bukan disini. Tapi saya suruh kamu nyanyi dari kelas ke kelas. Nyanyinya pun harus sampai selesai. Jelas? Paham?" perlahan rachel menelan ludahnya. Matanya berkedip-kedip seolah tak percaya dengan apa yang oak reza katakan barusan. Dengan perasaannya campur aduk, degup jantung yang tiba-tiba saja berdetak kencang gadis itu sampai tersendat mengeluarkan kata-kata.
"Hh. Pp___paak, serius pak? Ss___saya kayanya gak bisa deh pak. Ini.. Ini berat banget pak."
"Saya gak suruh kamu ngangkat beras 1 karung loh. Dimana beratnya?"
"Malunya itu pakk. Ya allah.." dengan ekpresi seolah mendapat cobaan berat rachel mengusap kedua wajahnya dan menggeleng beberapa kali. "Yang bener aja pak. Ya allah.. Ya rahman.. Ya rahiim. gini amat nasib hamba ya allah. Pak. Pak. Saya mohon pak jangan kasih hukuman kaya gini. Seumur-umur gak ada tuh pak hukuman kaya gini. Bisa malu saya pak. Sayakan murid baru. Saya mohon pak dihukum yang lain aja ya pak, yaaa.. Saya rela ko disuruh ngepel wc yang jumlahnya banyak itu. Atau.. Atau.. Atau.."
"Ok. Ok. Gini aja. Saya kurangi hukuman. Gak usah seluruh kelas. Cuma tiga kelas aja. Kelas 8a. 8b. Dan 8c."
"Ya allah. Pak, tolonglah pak?!"
"Apa lagi. Saya udah baik hati. Buruan ayo jalan. Ayo.. Saya awasi dan saya temenin kamu."
"Ya allah."
"Pake nyebut lagi. Pas majat tembok nyebut enggak? Rachel. Rachel. Heran saya sama kelakuan kamu. Murid bersekolah itu supaya jadi pintar. Bukannya sekolah malah jadi blangsak." rachel berdecak lalu melangkah ogah-ogahan dengan ditemani pak reza yang berjalan disampingnya. Sial memang berlaku pada orang yang ceroboh. Rachel memang ceroboh bisa-bisanya mau mengikuti rio yang notabeennya sangat bandel dan bebel. Rachel berikrar tidak akan mau lagi melakukan hal ini dan ia tidak akan mau lagi dekat dengan orang yang hanya akan membuatnya jadi tambah buruk saja. Di depan kelas 8c rachel dan pak reza memasuki kelas. Pengalaman buruk yang memalukan ini sangat membuat rachel gugup setengah mati. Ia dihadapkan oleh 30 siswa yang sekarang menatapnya dengan ekpresi datar seperti seorang petinju yang ingin meninju lawannya. Kenapa ekpresi mereka sangat tidak menyenangkan? Rachel semakin gugup dan menelan ludah susah payah. Pak reza meminta izin pada pak purwanto guru kesenian yang langsung menghentikan aktivitas mengajarnya untuk sedikit mendengarkan rachel menyumbangkan sebuah lagu di depan mereka yang belum dia kenal.
"Ayo rachel." pak reza berdiri tegap dibelakangnya. Rachel mengambil nafas dan dihembuskannya pelan lalu ia mulai bernyanyi dengan nada sumbang yang entah mereka suka atau tidak suka dan rachel terus bernyanyi sampai menyelesaikan lagu satu nusa. Yang menyedihkan tidak ada satupun yang bertepuk tangan dan malah sebagian siswi pada ngomongin dia. dengan tak semangat rachel menoleh kebelakang dan bilang pada pak reza untuk segera keluar. Di muka pintu rachel berhenti melangkah.
"Kenapa diam? Ayo jalan."
"Udah deh pak. Saya kapok pak."
"Baru satu hukuman. Dua hukuman lagi. Kamu ini makanya jangan aneh-aneh. Resiko ya tanggung sendiri." rachel mendengus, ia melangkah pak reza juga melangkah beriringan disebelahnya.
"Bapak inikan masih muda. Jangan galak-galak lah pak. Apalagi bapak ini ganteng loh."
"Alah.. Sok muji kamu."
"Di puji ko gak mau sih pak."
"Segala puji-pujian itu hanya milik allah swt."
"Iya pak ustadz."
"Loh.. Kamu ini."
"Di aamiin'in donk pak." guru muda itu langsung menoleh lalu tersenyum lebar. "Aamiin" rachel mengusap wajahnya. "Alhamdulilah. Semoga terkabul ya pak."
"Iya. Aamiin. Lah.. Lah.. Ini, kenapa kita. Rachel amanda." geramnya begitu menyadari ia telah melewati kelas yang akan mereka masuki. Susah memang kalau sudah diajak ngobrol, pak reza sampai lupa tujuan awalnya. Keduanya  balik lagi ke kelas 8b, ya dengan sangat terpaksa rachel menjalankan hukuman dan bernyanyi dari awal sampai akhir. Respon pun ditunjukan sama. Tidak ada sama sekali yang menyambutnya dengan baik. Dan dengan perasaan yang sama ia keluar dari kelas 8b menuju kelas 8a. Tentunya dengan ditemani Pak reza, rachel memasuki kelas. Keadaan kelas nampak begitu ramai dikarenakan guru yang mengajar dikelas itu sedang keluar ada keperluan. Pak reza menenangkan siswa untuk hening sebentar. Mereka diam seketika ketika pak reza memperkenalkan rachel sebagai murid baru disekolah ini. Yang rachel herankan pak reza malah memutar balikkan facta bahwa rachel anak yang sangat rajin dan dia cinta kedisiplinan. Baiklah mungkin seluruh kelas akan percaya apa yang pak reza ceritakan. Tapi ada satu siswa yang tidak akan pernah percaya malah justeru mungkin siswa itu sedang mentertawainya dibalik muka polos yang sedang memandang kearah rachel sambil tersenyum. Ya ampun___ cowo itu, rachel menggeram kesal mengingat insiden sewaktu ia tertangkap basah. Stefan Ananta, cowo itulah yang membuatnya jadi mendapatkan hukuman yang tidak akan pernah bisa dia lupa. Wajah rachel memanas manakala stefan kembali mengumbar senyum manisnya yang demi apapun rachel mengakui bahwa dia cowo yang sangat cute. Namun sebisa mungkin ia menetralisir rasa kagumnya menjadi rasa kebencian.
"Sekarang dia akan bernyanyi untuk kalian. Dia cinta indonesia. Jadi dia akan menghibur kalian dengan lagu kebangsaan. Ayo rachel." awalnya siswa antusias namun begitu rachel bernyanyi. Mereka semua jadi pada meragukan apa yang pak reza katakan. Dengan sangat terpaksa mereka mendengarkan rachel menyelasaikan lagunya.
Bel istirahat berbunyi. Rachel bernafas lega, hukuman yang pak reza berikan sudah selesai ia jalani. Mencoba untuk tidak perduli dengan banyaknya respon negative dari mereka terhadapnya. Yang terpenting ia sudah bebas. Sambil melangkah menuju kelas rachel menguyah permen karet. Sesampaimya dikelas, ia langsung duduk dikursinya dan menaruh tas diatas meja. Nasya, si kutu buku cantik yang duduk di sebelahnya sukses dibuat melongo.
"Rachel. Gue kiraiin lo gak masuk, hh ternyata lo telat. Lo anak baru tau." rachel menolehkan wajahnya dengan tampang masam.
"Sya. Lo percaya gak kalau gue rajin?" nasya langsung menggeleng.
"Kalau lo gak percaya. Apalagi semua orang disekolah ini. Iss.. Pak reza rese banget sih. Udah jelas2 penampilan kusut. Muka juga udah kucel apalagi rambut jarang dikeramas. Pake muji gue depan mereka lagi. Intinya gue kapok tau telat lagi. Kapok. ."
"Lo ngomongin masalah apa sih gue kurang paham deh." ujar nasya melipat kedua tangannya. Rachel mendengus.
"Gue telat. Kebetulan bareng rio. Diajaklah gue manjat tembok. Rio kabur. Gue bingung. Gue lompat. Gue ketauan sama anak sebelah. Gue dihukum. Guru piketnya pak reza. Pak reza kasih gue Hukuman. Hukuman disuruh nyanyi dan.. Nyanyinya dari kelas ke kelas. Terus.."
"Stop rachel. Stop. Lo kalo cerita irit banget sih. Dijabarin tuh secara jelas dan terang biar gue ngerti. Lo udah kaya lagi ngerangkum buku sejarah aja deh."
"Gue males ceritanya. Panjang banget kalo dijabarin."
"Apa-apa males deh."
"Ya bodo amatlah. Hari ini gue sial banget. Apalagi sama si rio tuh. Udah gitu sama anak sebelah tuh siapa lah itu namanya, Stefan ananta kalo gak salah. Najis banget gue sama tuh cowo. Sok berkuasa banget dia pake bawa gue ke pak reza. Tengil tuh anak. Najislah pokoknya."
"Hel. Lo gak salah sebut orang?" rachel menoleh dan menatap wajah bingung nasya.
"Ya gaklah. Udah jelas banget gue ngomong."
"Yang stefan ananta?"
"Dia cowo paling rese yang gue temuin."
"Dia gak rese tau. Dia manis." nasya malah memuji stefan yang justeru berbanding balik dengan rachel. Bahkan rachel sangat kesal dengan cowo itu. Dia menatap nasya tajam.
"Dia itu rese nas. Tengil. Kecil-kecil cabe rawit. Pengen baget gue ulek tau gak."
"Jangan gitu donk. Dia itu beda tau sama cowo lain. Gak petakilan. Dia itu pinterrr banget. Sampe tahun lalu pas pernaikan kelas dua dia jadi juara umum loh."
"Dih bodo amat gue sama prestasinya. Mau lo muji dia sekeren apapun itu' tetap aja gue gak bakalan suka."
"Yaudah sih gak ada yang maksa lo juga buat suka sama dia. Yang pasti dia itu tipe idaman gue banget. Pinter, rajin, ketua osis, yang paling utama tampangnya cakep banget."
"Cantik lebih tepatnya." balas rachel dengan nada sinis.
"Apaan sih." balik sewot nasya sambil meresleting tasnya dan memasukkannya kedalam kolong meja. Rachel mulai memperhatikan gerik teman sebangkunya yang ingin keluar lantas ia yang yakin bahwa nasya pasti sedang ngambek dengan inisiatif positif meminta maaf pada nasya. Beruntung nasya orangnya cepat luluh. Ia tak ingin sendirian dikelas apalagi tidak ada satupun yang ramah padanya dan berniat mengikuti saja kemana nasya hendak pergi.
"Nas kita mau kemana? Kantin." nasya menggeleng. Rachel akhirnya memilih untuk diam dan mengikuti langkah nasya. Awalnya ke perpus, nasya memilih satu buku yang menarik dan membacanya sambil berdiri. Sedang rachel ia hanya ikut-ikutan memilih buku mana yang hendak dia baca. Dengan nada mencibir dia menaruh kembali buku yang menurutnya bisa buat pusing kepala. Ia bersandar dirak buku. Pengawas perpus yang melihat itupun langsung melotot kearahnya, rachel lantas menjauh dan mendekati nasya.
"Ngebosenin banget sih disini. Betah banget sih lo." ungkap rachel melipat kedua tangannya. Nasya menutup bukunya dan tersenyum girang.
"Ngebosenin gimana? Kalo Baca buku sekalian liatin cowo yang kita suka." katanya lalu membuka buku dan menutup setengah wajahnya kembali. Hanya jidat dan kedua matanya yang nampak terlihat. Dia tidak sedang membaca buku, rachel memperhatikan nasya sambil mengarahkan pandangan mata nasya kesebuah arah tujuan. Berdiri seorang siswa yang sedang mengambil sebuah buku. Perlahan cowo itu berbalik badan dan persis menghadap kearah kedua siswi perempuan itu yang lantas langsung dibuat tersenyum dan yang satunya melongo dengan mulut ternganga lebar.
"Hah? Ternyata.. Si Mr. White itu." nasya yang mendengar gumaman rachel langsung menoleh.
"Mr. White?"
"Maksud gue.. Stefan. Stefan yang cantik itu."
"Rachel. Berhenti sebut dia cantik." geram nasya yang sebagai penggemar rahasia pasti langsung geram.
"Terus gue musti bilang dia ganteng gitu?"
"Iyalah."
"Gak ok banget. Cantik.,"
"Rachel."
"Ok. Gemulai."
"Dia keren." kekeh nasya. Giginya bergemeretak tak terima. Rachel justeru semakin mengibarkan bendera pertikaian. Nasya menginjak kaki rachel dan menyuruhnya untuk menunduk. Ternyata stefan mendengar perdebatan itu dan menatap mereka seksama. Cukup lama namun sepertinya dia tidak mau terlalu penasaran dan lebih memilih kembali membaca bukunya sambil berjalan kesebuah bangku kosong.
"Elo sih. Semoga dia gak liat muka gue." nasya menaruh buku di raknya semula dan menghela nafas pelan. Rachel dibuat keheranan memperhatikan sikap nasya yang mukanya udah merah kaya abis berjemur di pantai.
"Apa enaknya sih suka diam-diam. Kenapa gak lo samperin dia. Terus lo bilang.. Aku Suka Kamu. Beres. Gak perlu dia jawab. Yang penting dia itu tau perasaan lo. Dari pada diem-diem gitu."
"Isshh.. Bener sih. Tapi.. Gue malu tau. Guekan cewe."
"Eh. Sekarang jamannya udah berubah."
"Maksudnya emansipasi gitu. Ya tapi.. tetap aja. Harga diri perempuan itu nomor satu. Kalo udah jatuh.. Bakalan hancur. Mama gue lo ya bilang. Diakan pengalaman."
"Ya terus.. Sampe kapan lo gak jelas kaya gini. Cinta bertepuk sebelah tangan."
"Gak tau deh. Gue juga bingung. Lagiankan kita juga masih kecil. Mama gue ngelarang juga buat pacaran." rachel hanya berdehem saja tak memperdulikan apa yang nasya bicarakan. Ekor matanya mengarah ke stefan. Cowo itu begitu serius membaca buku. Keliatannya sih dari cover buku yang dia baca menyangkut tentang kesenian. Rachel melihatnya mulai bersandar. Dia menutup bagian buku yang dibaca dengan pulpen. Jemarinya mulai bergerak lincah di atas meja seolah sedang memainkan sebuah tuts-tuts piano. Rachel bahkan tak sadar jika ia terhanyut oleh pembawaan stefan yang nampak keliatan cool dan menawan. Anak laki-laki itu memang sangat tampan. Dia saja yang berani bilang sebaliknya karena stefan sudah membuatnya kesal dan dihukum.
"Ihh.. Tuh kan. Berani ngejek,
diem-diem merhatiin juga." tegur nasya. rachel segera mengalihkan pandangan kearah nasya dan langsung mengelak sambil kembali mencela stefan. Nasya yang kini balik meledeknya. Dari pada ribut tidak ada hujungnya, rachel yang laparpun langsung mengajak nasya ke kantin dan pergi meninggalkan perpust. Mereka tak lagi membicarakan stefan, karena menurut rachel masih banyak topik yang lebih bagus untuk dibahas. Sesampainya di kantin langganan nasya. Kedua siswi itu bergegas memesan menu yang sama yaitu bakso dan lemon tea. Karena dari beberapa menu yang tersedia. Bakso dan lemon tea menjadi paling terlaris dan digemari siswa yang berkunjung untuk mengganjal perut keroncong mereka. Sambil menunggu pesanan datang keduanya memilih tempat duduk yang stategis. Yaitu di pojokan, tempat paling nyaman tanpa ada gangguan siapapun ditambah kipas angin yang terpajang di dinding menambah kesan sejuk berasa seperti lagi piknik di taman. Nasya terbiasa menjaga ketenangan saat makan. Berteman dengan orang seperti nasya terasa baru bagi rachel. Gadis kutu buku, pendiam, santai, tidak suka berbaur, dan berbeda dengannya yang justeru ceplas ceplos, dia akan menunjukan ekpresinya jika membenci ataupun menyukai seseorang. Tidak perduli orang itu akan balik membencinya ataupun menyukainya. Ia orang yang apa adanya dan selalu jadi yang tertinggal.

Sama-sama melamun keduanya tiba-tiba dihampiri oleh rio. Rio berdiri di depan mereka dan dengan tampang melas ia menatap rachel.
"Elo yang gue ajak manjat tembok tadi pagi. Im sorry baby." rachel berdecak malas lalu berdiri dari duduknya. Agak lama dia memandang sengit rio yang mulai tersenyum namun senyum diwajahnya langsung pudar begitu tangan halus rachel meninju hidungnya keras.
PRETAKK. Bunyi pukulan yang lumayan dahsyat itu sampai membuat si empunya berteriak hebat. Sehabis meninju rio, rachel mengusap punggung tangannya. Disebelahnya nasya melongo lebar, ia tak sangka rachel akan melakukan tindakan yang bisa dibilang anarkis.
"Aoowhh.. Darah?" rio terkejut melihat hidungnya mengeluarkan darah segar. Tanpa banyak bacot, rachel mengambil sapu tangan dari kantong androknya dan memberikannya pada rio. Rio yang sebelumnya mulai panik mungkin hendak kabur kini dibuat diam seribu bahasa.
"Bersihin idung lo. Duduk." rachel mendekati rio dan menyuruhnya untuk duduk. Dia lalu meminta nasya untuk memberikan pertolongan pertama pada rio yang tengah pendarahan. Nasya yang pernah belajar cara menangani orang yang mimisan pun langsung melakukan tugasnya. Sedang rachel ia berjalan sambil mendumel. Tadinya ia ingin membiarkan tanpa mau membantunya. Tapi dia orang yang mudah kasihan. Rachel mulai berlari menuju belakang sekolah. Sesampainya disana, rachel mengambil beberapa daun sirih liar yang tumbuh di sepanjang tembok pojok. Pasalnya ketika melompat ia sempat melihat daun sirih dan kebetulan sekali dengan kajadian rio saat ini yang membutuhkan alternatif alami seperti ini.
Dengan setengah berlari rachel memasuki gedung sekolah menunju kantin. Sampai di kantin ia ketempat dimana nasya dan rio tengah duduk berhadapan.
"Gimana? Masih keluar?" tanya rachel. Rio tak menjawab, rupanya dia masih syok.
"Udah gak seberapa. Tapi masih." nasya yang menjawab. Rachel duduk disebelah rio. Rio tetap menutupi hidungnya dengan sapu tangan.
"Mau sembuh?" rio mengangguk. Ia melihat 3 lembar daun sirih ditangan rachel. Rio heran untuk apa daun sirih itu. Daun sirih itu di remek-remek sampai setengah hancur dengan kedua tangan rachel. Aromanya yang menyengat mulai membuat kepala pusing bagi yang belum makan. Rachel memisahkan dua bagian daun sirih itu dan menyuruh rio untuk tidak protes.
"Bau banget wee..."
"Ya emang. Tapi ini obat mujarab." rachel menyumpalkan daun sirih itu kehidung rio.
"Satu lagi ya."
"Gue gak bisa napas kampret."
"Oh iya. Lupa. Sangkain lo gak bernapas dengan idung."
"Njir lo hel."
"Makanya jangan macem2 sama gue. Kalau lo mau sesat gak usah ngajak-ngajak gue. Gara-gara ide lo.. Gue jadi di hukum sama pak reza."
"Reflek gue hel. Soalnya ada adek kelas yang ngeliat gue. Gue gak tau tu siapa. Ya gue langsung lari. Takut dia ngelapor.. Bahayakan."
"Tapi lo gak mikirin gue. Sekarang gue tonjok lo.. Dan gue masih bisa tega gini."
"Iya deh. Maaf. Sebagai rasa sesal gue yang paling dalem. Gue mau traktir lo. Abis cair guee.. Hehehe." rachel mengangkat alisnya.
"Beneran?" rio mengangguk.
"Asal jangan banyak-banyak ya. Nah, gue pilihin juga traktirannya. Eh, sekalian sama temen lo yang cantik ini. Nasya'kan tadi kita udah kenalan." ucapnya sok ganteng. Nasya hanya memandangnya tersenyum.
"Hadehh.. Pasti cari makanan paling murah dan minumannya air putih doank nih."
"Aiishh. Ko tau sih lo."
"Ya tau lah. Muka lo kan.. Muka-muka pengeretan."
"Njir lo hel. Muka ganteng gini." ucapnya sengit, remekan daun sirih diidungnya bahkan sampai jatuh.
"Nah lo. Ambil."
"Ogah."
"Nyampah woy. Mau gue tinju."
"Ampun. Mbak." katanya lalu menunduk dan di punguti. Daun sirih yang berceceran itu ia ambil dan ditaruh diatas meja. Tiba-tiba dia mimisan lagi disebelah kiri.

"Ya.. Ya.. Mimisan. Waduh.. Huhuhu Mana emak gue?" Rio mulai merengek ketakutan. Nasya justeru terkikih geli. Ekpresi takut rio begitu lucu dan jelek. Rachel menyuruh rio mengusap darahnya dan menyumpal hidungnya dengan daun sirih lagi. Rio mendesah melas, mungkin ia tidak akan cari perkara pada cewek seperti rachel lagi. Gadis ini benar_benar galak. Dengan tatapan datar saja rachel sudah membuat rio ciut.

Back In The EarlyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang