Part 2

734 43 5
                                    

DUA

Hukuman karena telat sudah selesai rachel jalani. Ia sekarang bersama seorang guru perempuan berumur sekitar 40 tahunan keatas. Namanya ibu Lydia kandaw, dia yang mengantar rachel menuju kelas baru yang akan di tempatinya nanti. Sepanjang perjalanan rachel di tanya soal kepindahannya. Guru wali kelasnya itu kelihatan ramah tetapi jadi seperti anak muda yang ikut kepo untuk urusan sesuatu.

"Sayang sekali. Kenapa bisa cerai?" rachel hanya mengendikkan bahu dan tersenyum kosong. Merasa tidak enak ibu itu memutuskan untuk diam dan tak bertanya lagi. Rachel menghentikan langkah begitu sampai di pintu kelas 8D. Ibu lydia sudah mulai masuk terlebih dahulu. Ia masih merasa enggan walau hanya untuk selangkah maju. Tetapi dengan tekat kuat ia harus percaya diri dan mulai berani memasuki kelas yang mendadak sunyi begitu melihat kedatangannya. Rachel mendongakkan kepala menatap mereka semua. Ada yang tersenyum dan ada yang berwajah ketus serta biasa saja.
"Mohon perhatian. Jangan ada yang bicara dulu. Ibu mau memperkenalkan teman baru pada kalian semua. Ayo rachel, perkenalkan dirimu di depan mereka." rachel tersenyum samar lalu mulai membuka suara.
"Perkenalkan nama saya rachel amanda, kalian bisa panggil saya rachel. Saya pindahan dari SMP 13 Jakarta selatan. Saya harap kalian mau menerima saya sebagai teman di kelas ini."
"Ada lagi." rachel menggeleng.
"Kalau sudah. Ada yang mau bertanya?" hening. Semua diam. Tidak ada yang bertanya sama sekali. Lalu tiba-tiba ada yang mengangkat tangan.
"Iyak. Nasya, apa yang mau kamu tanyakan?" ujar ibu lydia pada murid perempuan yang duduk di kursi nomor dua sebelah kiri dekat jendela.
"Dia duduk di samping saya aja ya buk. Tempat duduk sebelah sayakan, kosong." ibu lydia tersenyum lalu mempersilahkan rachel untuk menempati tempat duduk yang kosong itu. Rachel melangkah dan duduk di samping nasya. Nasya tersenyum hangat dan mengulurkan tangannya.
"Nama saya nasya marcella." rachel menjabat tangannya.
"Rachel amanda." balas rachel memperkenalkan dirinya. Untuk hari pertama di kelas ini memang cuma dia yang bersahabat, rachel menatap sekelilingnya mereka pada sibuk dengan urusan masing-masing. Kebetulan guru biologi tidak mengajar hari itu dan menjadikan mereka leluasa melakukan apa saja. Ada yang main hape di pojokan, nyanyi gak jelas, nepuk-nepuk meja berasa kaya lagi main drum, juga ada kelompok cewe-cewe berjumlah 4 orang lagi ngerumpi dan ngerumpinya heboh banget pake ngelirik kearah rachel segala. Rachel yakin mereka sedang memperbincangkan dirinya.
"Jangan heran. Mereka memang kaya gitu. Suka ngegosip." nasya menimpali apa yang tengah rachel pikirkan. Rachel paling tak suka ada yang membicarakannya di belakang.
"Dari pada bengong. Mending catet mata pelajaran aja. Nih.." nasya memberikan kertas karton kecil berisi mata pelajaran dari hari senin sampai hari sabtu. Rachel membuka buku dan mulai mencatatnya. Selesai mencatat ia memandangi nasya yang begitu serius membaca LKS biologi.
"Lo gak bosen baca buku. Ngerti gak?"
"Karena gue gak ngerti makanya gue baca."
"Kayanya lo kutu buku ya?" nasya mengangguk.
"Gue lebih suka baca buku dari pada bengong. Dapet ilmu lebih manfaat dari pada diem gak ngelakuin apapun."
"Ck. Tinggi juga bahasa lo." rachel merasa tersindir dengan ucapan nasya. Dirinya memang lebih suka berleha-leha dari pada membaca buku. Dia paling malas buka buku dan itu yang kadang membuat ibunya naik darah begitu pembagian rapot nilainya pada merah semua.

Bel istirahat berbunyi. Girang. Tidak dapat di sembunyikan lagi. Mereka pada berlomba keluar kelas untuk makan siang di kantin. Nasya begitu, beda hal dengan rachel, dia pergi ke aula sesuai dengan anjuran guru muda beralis tebal jika ia ingin masuk ke tim basket cewek harus melewati seleksi dari dia. Sebelum nasya kekantin, rachel minta di antar keaula karena dia belum tau tempatnya dimana. Selesai mengantar rachel ke pintu aula, nasya pamit pergi menuju kantin. Perlahan rachel memasuki ruangan aula. Tak sengaja matanya melihat ada seseorang yang sedang main basket. Lincah dan lihai. Mendribble dan menshootnya masuk kekeranjang ring. Rachel tercengang memperhatikan cowok berpostur cukup tinggi dan berwajah indo itu yang lagi-lagi dengan mudah memasukan bola basket kedalam ring dari arah belakang tubuhnya. Pemandangan yang berbeda ia dapati begitu cowok itu sadar tengah ada yang memandangnya.
"Rachel amanda." bola mata rachel hampir keluar begitu namanya di sebut. Cowok itu tau namanya pasti dari guru beralis tebal, tidak salah lagi.
"Lo pasti bingung. Kenapa gua, bukan pak reza yang ada di sini. Pak reza ada perlu jadi dia pindahin tugasnya kegua buat seleksi lo. Kata pak reza, lo murid baru." karena rachel cuma diam kaya patung, otomatis cowo itu yang menghampirinya.
"Lo datang kesini cuma buat bengong?" cowok itu terkekeh begitu rachel mengucek matanya lalu rachel berjalan kearah ring basket dan meninggalkan cowo itu yang baru sempat mengulurkan tangan ingin mengajak kenalan.
"Kenapa jadi cewe ko sombong banget sih." tegur cowo itu pada rachel yang tengah memandangi tiang ring basket.
"Siapa yang sombong. Cuma heran aja, ko bisa lo. Emang lo siapa?"
"Makanya kenalan dulu sama gue. Kenalin, gue maxim ananta. Gue kapten tim basket cowo di sekolah ini." kata cowo itu yang ternyata bernama maxim dengan sangat percaya diri. Rachel bungkam begitu tau dia kapten tim basket. Pantas kalau permainan basketnya sangat bagus.
"Lagi-lagi lo diem. Pindahan dari mana?"
"SMP 13."
"Ko bisa pindah?"
"Lo orang yang ketiga yang nanya itu. Harus ya gua jawab?"
"Gak harus juga sih. Kenapa mesti cemberut. Muka lo di tekuk cowo mana yang mau deket." rachel menghela nafas panjang. Maxim tersenyum lalu berjalan mengambil bola basketnya dan di bawa kehadapan rachel.
"Kalau mau lulus seleksi, harus bisa tunjukin kemampuan dasar lo lebih dulu. Pegang." maxim menyerahkan bola basket ketangan rachel. Rachel memegangnya dan rada grogi begitu di suruh untuk melakukan itu.
'DUK__DUKK_DUKKK'
Bola basket itu memantul tiga kali. Yang ada di dalam pikiran rachel tembakannya harus tepat. Sampai sepuluh kali bola basket itu dia dribble baru saat ia merasa sudah pas, di shootnya bola itu kearah ring basket dan
"Yes! Yes! Yes!" rachel berteriak keras saat bola basket itu melambung dan masuk ke keranjang ring. Tidak ada kata-kata yang maxim ucapkan. Selain tersenyum menyungging. Rachel menatap kearah maxim dan saat itu keduanya sama-sama melempar senyum. Lagi-lagi rachel di buat tabjuk bukan pada permainan bola basket maxim yang keren tapi pada senyumannya yang terbentuk dua lesung pipit yang dalam.
"Good girl. Percobaan yang bagus. But was just the first. Masih ada 9x lagi' kalau berhasil, Artinya lo lolos ketahap selanjutnya. Apa lo siap??" rachel mengangguk, semangatnya malah semakin berkobar. Di sekolah lamanya dia anggota tim basket cewe dan untuk permainan dasar seperti ini rasanya tidak sulit. Maxim memperhatikan rachel dengan berdiri di belakangnya. Ia tersenyum simpul akan kepiawan rachel yang kembali mencetak nilai sampai yang ke 8x dan satu kali itu di cetaknya dengan sempurna. Maxim kali ini bertepuk tangan. Rachel mengusap keringat yang menetes di alisnya lalu berbalik badan menghadap cowok itu.
"Tanpa perlu ketahap selanjutnya. Gue nyatain lo lolos seleksi ini."
"A_apa?? Gak salah. Gimana bisa."
"Bisa aja. Gue kan yang nyeleksi lo. Gue yang mutusin dan keputusan gue, ya lo lolos."
"Serius?" maxim mengangguk. Namun sepertinya rachel tidak kelihatan senang.
"Mau lo sedih atau seneng. Ekpresi lo tetap sama ya. Jutek."
"Enak aja. Udah deh gak usah bercanda. Gue maunya lolos gak segampang ini."
"Ck. Gue nilai lo itu udah cukup sampai di sini. Karena gue tau, lo bisa lebih dari itu."
Tetttt___
Bel masuk berbunyi. Mau tidak mau rachel menyatakan dirinya sudah lolos, dengan satu kali seleksi.
"Heh jutek. Ok. Untuk bisa bikin lo ngerasa gak segampang itu. Pulang sekolah duel sama gua di lapangan basket. Do you want it?"
"Apaan tuh artinya?" tanya rachel polos. Maxim menyunggingkan senyum tipis.
"Artinya.. Apa lo mau? Mau kan?" semenit diam namun akhirnya dia bilang iya juga.
"Ok. Gue tunggu pulang sekolah nanti. Ok?"
"Ok." kata rachel dengan semangat. Maxim lalu menyuruh rachel untuk keluar terlebih dahulu dan setelah rachel keluar barulah maxim menyusul dari belakang. Sekilas saat rachel menoleh, cowok berwajah indo itu tersenyum kearahnya. Rachel mengucek matanya kebiasaan dan menganggap maxim sebagai cowo yang murah senyum.

.......

Back In The EarlyWhere stories live. Discover now