Part 6

278 21 3
                                    

ENAM

Cast :

Yuki Kato As Rachel Amanda
Stefan William As Stefan Ananta
Maxim Beottier As Maxim Ananta
Ariel Tatum As Salsabila Indriani
__________And older cast____________

*****

Rooster alarm melengking di pagi buta. Waktu menunjukkan pukul 00.05 WIB. Rachel terbangun dari tidurnya sampai terperanjat kaget. Dengan setengah sadar ia duduk sambil menutup kedua kupingnya rapat. Perasaan Nada dering alarmnya berbunyi halus seperti alunan piano yang menghanyutkan pendengaran sampai terasa ia ingin tidur lagi. Namun, kenapa sekarang Nada deringnya jadi berubah berisik? Rachel menebak ini pasti kerjaan Mamanya. Ia, pasti. Lalu siapa lagi, dirumah minimalis ini hanya ia dan Mama yang menempati. Kalaupun ada palinglah teman gaib yang tak nampak dari kasat mata manusia.
Tangan kanan rachel bergerak liar kearah nakas yang berada disebelah ranjang tidurnya. Digapainya jam beker yang terus mengeluarkan bunyi yang memekakkan telinga. Suara Alarm itu langsung diam begitu rachel mematikkannya. Tidak ada yang ia pikirkan lagi selain kembali tidur bersama guling kesayangan. Jam beker itu kembali duduk tenang diatas nakas tanpa ada bunyi dan yang terdengar hanya deru nafas orang yang tidur pulas seperti habis kerja keras.
Rachel tidak ingat akan niatnya yang ingin bangun pagi dan merubah kebiasaan buruk yaitu terlambat datang ke sekolah. Apalagi statusnya sebagai murid baru di SMP Gemilang Bandung. Ia juga tidak ingat betapa ketatnya peraturan disekolah baru dan bagaimana kemarin dia dihukum karna telat. Yang terpenting baginya kembali tidur karena itulah yang paling menyenangkan. Selain Hobby Main Basket, ia juga Hobby Tidur.
"Rachel. Rachel. Rachel?" terasa baru berapa menit ia memejamkan mata. Kelopak mata gadis berusia 14 tahun itu perlahan terbuka, sedikit. Terdengar ada yang memanggil-manggil namanya. Tak berapa lama setelah suara itu tak terdengar lagi, sebuah air menyiram wajahnya kasar. Barulah kelopak mata yang tadi sedikit terbuka, langsung terbuka dengan lebarnya. Pertama begitu membuka mata. Yang ia lihat adalah Mama yang tengah berkacak pinggang.
"Sudah jam 6 lewat 25 menit. Mama membangunkan kamu kaya bangunin kebo sakit. Susah banget dibangunin. Ayo buruan bangun. Mandi dan cepat-cepat salin. Keburu waktu kamu habis dan gerbang ditutup. Padahal mama sudah pasang alarm. Mama juga udah ganti nada dering alarmnya dengan yang lebih keras supaya telinga kamu itu denger. Tetap juga kebonya di pelihara. Kapan berubah? Mama bilang kapan kamu mau berubah. Kamu itu.."
"Iya ma. Iya. Rachel tau ko. Rachel anak perempuan. Harus rajin, harus ini, harus itu. Rachel paham ko." Mira masih belum puas dengan ocehannya. Kegaduhan memang tidak pernah ada habisnya sebelum rachel bisa berkaca diri dan berniat merubah sifat jeleknya yang dari dulu membuat Mira mengelus dada sampai ribuan kali.
"Mama ngapain sih ngeliatin rachel gitu banget. Iya rachel mau mandi. Iya rachel bakal buru-buru. Paling gosok gigi sama cuci muka aja."
"Rachel."
"Iya ma. Tapi kalau mandi sampai bersih. Butuh satu jam buat rachel."
"Rachel." desis Mira geram penuh penekanan. Langkah demi langkah ia mengikuti rachel yang berjalan kekamar mandi. Di depan pintu kamar mandi rachel tersenyum lebar dan menoleh menatap Mira.
"Mama kaya penjaga toilet umum deh yang sering ada di pasar-pasar." Wanita setengah baya itu langsung melipat tangan didepan dada. Ia mengangkat satu alisnya, tanpa senyum dan hanya memberi isyarat memakai telunjuknya. 'Masuk' dengan tanpa takut dosa rachel memeleti ibunya lalu tertawa ngikik dan masuk kamar mandi. Mira mengelus dadanya sambil beristighfar menyabarkan diri.
Anak itu memang sangat menyebalkan. Selalu ada saja tingkahnya yang membuat Mira serasa naik darah. Walaupun begitu, Rachel adalah sumber kebahagiaannya. Disaat ia tidak punya apapun lagi, tuhan mengirimkan Gadis kecil itu untuk berada disisinya. Menemaninya dan yang akan memgurusnya nanti bila ia sudah tua renta. Mira akan melakukan apapun, termasuk menyuruh rachel melakukan ini itu, atau melarang rachel untuk tak melakukan itu karna ia ingin yang terbaik untuk putrinya. Mira sadar terkadang melarang rachel untuk tak lagi main basket adalah cara yang salah. Namun mira hanya ingin putrinya tumbuh sebagai gadis yang feminim bukan gadis yang tomboi. Mira pun sudah puas menangis karena gadis kecil itu. Mira juga sudah puas tersenyum karena tingkah laku gadis itu.
Suara gaduh berasal dari kamar putrinya, Mira baru selesai menyiapkan sarapan di meja makan. Mira meninggalkan meja makan dan beralih menuju kamar rachel. Terlihat rachel sedang mengobrak-abrik isi lemarinya. Entah apa yang gadis berseragam SMP itu cari, namun ia keliatan sangat kusut. Kadang menggaruk-garuk rambutnya yang belum disisir rapih.
"Heh. Heh. Heh. Apa-apaan kamu. Kenapa diberantakin bajunya. Nyari apa? Rachel.. Rachel heh, udah-udah."
"Dasi aku mah.. Gak ada. Topi juga gak ada. Ikat pinggang gak ada. Dimanaa?? Bisa mampus aku kalau gak ketemu." katanya panik, sementara tangannya terus menerus melempar pakaian ke kasur. Ia juga mencarinya dibawah kolong meja, kolong bawah kasur, pokoknya apa yang ada kolongnya. Mungkin dia pikir nyelip disalah satu kolong-kolong lubang itu.
"Nih.. Kemaren aku geletakin di ujung ranjang sini nih. Sekarang ilang. Tuyul, jin, apa setan yang ngumpetin. Kalo iya, balikin kenapa sih?! Gak tau orang buru-buru. Kebiasaan banget ilang.. Kalau gak dicari eh ada sendiri. Mana sih.. Ya ampunnn." sudah kebiasaan dari Jaman dia SD, selalu grasak-grusuk. Mira lantas ikut mencari. Tanpa banyak kata dan ocehan. Percuma dia mengoceh, hanya akan buang energi.
"Coba di ingat lagi kemarin pas pulang sekolah, mama'kan langsung suruh kamu ganti baju. Harusnya inget di taruh dimana?" Kata Mira sambil terus mencari kesekeliling kamar. Rachel terdiam sejenak. Otaknya mulai berfikir dan tiba-tiba dia berteriak keras.
"Ya ampunnn. Diatas lemari." Mira langsung menghampiri rachel. Gadis itu menyuruh Mira mengambil 3 barang yang dicari, karena kalau rachel yang mengambil pasti tidak akan sampai. Benar saja saat tangan mira meraba atas lemari, ia menemukan 3 barang itu diatas sana. "Jadi siapa yang salah. Tuyul, jin, atau setan?" Mira menyindir rachel yang kini sibuk memakai ikat pinggang, dasi, dan terakhir topi. Merasa malu rachel hanya nyengir kuda. Keduanya lalu keluar dari kamar. sampai di meja makan rachel segera menyantap makanan dengan terburu-buru Sedang sang mama membantu menyisiri rambutnya dengan di ikat satu keatas. Setelah habis menyantap makanan paginya ia beralih memakai sepatunya dengan bawaan masih terburu-buru. Selesai memakai sepatu ia segera pamit pada Mira. Beruntung kemarin sore Mira menyempatkan diri mendatangi tukang ojeck untuk jadi langganan putrinya yang suka telat itu. Rachel melambaikan tangan pada Mira. Ojeck melaju pelan melewati pekarangan rumah.
"Oom bisa cepatan dikit gak. Udah siang nih. Telat saya kalau gini mah. Buruan Oom." tukang ojeck itu mengangguk dan melanju dengan lumayan kencang memasuki jalan raya. Rachel melihat arloji di pergelangan tangan kirinya.
"Jam setengah lapan kurang 15 menit. Gerbang di tutup jam setengah 8. Artinya tinggal 15 menit lagi gerbang bakalan ditutup." rachel menghela nafasnya dalam-dalam. Ia lalu mendekatkan mulutnya ke kuping tukang ojeck paruh baya itu.
"Oom denger saya'kan? Ngebut oom.. Ngebut." teriaknya super keras.
Ini udah ngebut neng."
"Yaelah lebih ngebutin lagi oom. Saya bisa telat nih. kencengan donk Oom bawanya kaya motor rosie."
"Aduh.. Neng. Motor butut gini." Ujar sang ojeck pada rachel yang setelah itu tak berkata apapun lagi. Rachel rupanya masih ngantuk, apalagi angin yang wara wiri menampari wajahnya. ia hampir saja ketiduran. Tak berapa lama Motor tiba-tiba ngerem mendadak. Ojeck menyuruhnya turun dan mengatakan bahwa rachel sudah sampai di depan sekolahnya. Rachel menggaruk kepalanya dan berdecak kesal begitu mengetahui gerbang yang ternyata sudah di tutup. Kemalasan rupanya membawa ketidak beruntungan pada siapapun.
15 menit berlalu. Rachel bersandar di tembok sisi gerbang. Rasa takut akan hukuman membuatnya berpikir dua kali untuk masuk kedalam. Guru petugas piket yang ternyata Pak Reza sedang mengocehi beberapa murid yang telat. Masih ingat akan ucapan pak Reza. Tidak ada telat lagi baginya jika tidak mau di hukum. Mengingat ia yang baru kemarin dan hari ini menjadi seorang siswi baru di sekolah Itu. Mau tidak mau ya dia harus rajin. Walaupun di sekolah lama dia memang terkenal paling ngaret. Disaat kegalauan sedang melanda. Datang Murid yang ternyata telat datang sama seperti nasibnya saat ini.
"Woy. Telat juga." kata siswa tadi berjalan santai, yang ternyata si raja tukang telat. Antara seneng atau kesel campur aduk jadi satu. Rachel menyunggingkan senyum kecil dan mengangguk. Rio menyandarkan tubuhnya disebelah rachel. Keduanya diam tanpa kata. Rachel tak bisa diam, sesekali ia penasaran mengintip kedalam sana, sementara rio asyik mengumut permen gagang sambil memperhatikan wajah kusut cewek di sebelahnya.
"Gue mah udah biasa telat." ungkap rio memecahkan kesunyian.
"Apalagi dihukum sama pak reza." rachel menoleh tampangnya memang selalu datar tanpa senyum. Tersenyum pun hanya di saat-saat tertentu saja.
"Pernah di suruh ngepel di toilet?"
"Pernah, beberapa kali sih. Lo bayangin?! 12 toilet. Banyak bangetkan?"
"Serius?" rio mengangguk.
"Tapi.."
"Tapi apa?"
"Tapi gak pernah gue kerjain. "
"Manusia gila."
"Munafik kalau lo di posisi gue, Lo juga pasti gak bakalan ngelakuinnya'kan?" tidak ada jawaban. Memang kalau ia di posisi rio pasti dia akan melakukan hal yang sama. Apalagi dia cewe yang super duper pemalas. Kerjaan rumah semua mama yang membereskan kalau dia cuma tinggal beres doank.
"Rumah lo dimana?" tanya rio.
"Mau tau aja." balas rachel datar.
"Rumah lo?" tanya rachel spontanitas. Pasalnya ia penasaran sejauh apa rumah rio sampai cowok itu telat terus gak ada on time nya.
"Mau tau aja." rio malah membalas perkataannya. Rachel mendengus. "Satu sama. Haha.." rio tertawa ngakak. Rachel menempeleng wajahnya.
"Suara lo gede banget. Kecilin pesek." rio berhenti tertawa lalu dia menatap rachel dengan tampang serius. Bahkan rachel merasa aneh jika melihat wajah cowo itu yang sengaja di seriusin. Pasalnya rio memiliki kontur wajah seperti pelawak.
"Eh. Pesek. Kenapa ngeliatin gue. Mau gue bogem lo."
"Hah.. Galak bener. Gue ngeliatin karena ada yang aneh. Mata lo__ belekan cuy." buru-buru rachel memegang kedua sudut matanya. Benar saja ada kotoran dimatanya. Sial, sebisa mungkin ia menahan rasa malu. Gimana belek masih nempel, lah dia cuci muka aja cuma sekali siram. Rio lagi-lagi membuatnya malu, tiba-tiba menunjuk lubang hidungnya.
"Waduh. Astagfhfurullahalazim. Upil lo gantung diri."
"Monyet lo." begitu rachel mengatainya monyet, rio langsung memperagakan dirinya persis seperti monyet. Rachel kembali menempeleng wajahnya. Kelakuan rio memang narsis dan kocak. Namun rachel malah muak akan kelakuan rio yang menurutnya sangat tidak tepat jika mengajaknya bercanda.
"Buset ya. Muka ganteng gue di tempeleng mulu. Heh, rachel. Gue ini kakak kelas lo. Hormati gue."
"Eh. Pesek. Suruh sapa bikin gue kesel."
"Buset dah. Emangnya gue ngomong apa tadi? Yang.. Yang belek? Upilan? Haha.. Santai aja kali. Becanda doank.. Jangan di anggap serius."
"Ya. Tapi gue lagi gak mood buat di ajak becanda."
"Gak mood kenapa? Pandangin muka gue dalem-dalem. Pasti mood lo bakalan ilang."
"Sama aja lo ya kaya temen lo yang kemaren itu. PEDE AKUT."
"Siapa temen gue?"
"Jangan sok tuwir deh. Yang kemarenlah!"
"Si Maxim."
"Iyalah."
"Eh. Lari pagi yuk?!"
"Hh!! Ngomong sama lo emang lama-lama bik___"
"Udah ayokk ikut gue. Lari pagi sekaligus panjat tebing kita. Ayokk.." rio menarik lengannya tanpa sempat rachel melanjutkan kalimat pedas yang bikin cowok bakalan kabur kalau gak tahan deket cewek sejutek rachel. Rachel terseret langkah rio yang cepat tak memberi sedikitpun jeda untuknya berhenti sebentar. Bahkan rachel tak tau rio akan membawanya kemana. Ia fokus pada pemandangan hijau yang kemungkinan kebun belakang sekolah. Dan benar saja langkah rio terhenti tepat disamping gerbang yang ternyata di tutup rapat masih digembok pake rantai pula. Rachel menunduk mengambil nafas dalam-dalam lalu menepuk pundak rio yang membelakanginya
"Hh__ in..ni maksud. Lo? Lari pagi? Panjat tebing? Gue di suruh panjat tebing. Tebing tembok yang kasarnya kaya jalanan rusak?"
"Iya. Cuma inikan caranya biar lo gak dihukum?"
"Emang gimana naiknya gue tanya?"
"Dipanjat."
"Lo kira gue spiderman? Udahlah mending gue balik. Pulang kerumah." baru selangkah rachel berniat pergi. Rio menarik kerah bajunya.
"Et. Et. Et. Mau kemana?" rachel menendang lutut rio sampai tangan cowo itu terlepas dari kerahnya. Cowo itu sedikit meringis dan perlahan ringisannya mulai menghilang.
"Woyy Rachel. Lembut sedikit kenapa sih. Galak banget kelakuan lo ya. Serem gue. Nih ya.. Gue tadi bercanda doank weee. Mana mungkin gue nyuruh lo manjat tu tembok. Entar terbang lagi rok lo.. Bahaya'kan" mata rachel melotot. Kurang ajar banget ni si pesek. Batinnya dengan kedua tangan mulai mengepal. Pikirnya kalau rio si pesek itu berani mengeluarkan kata-kata kotor siap-siap saja hidungnya bakalan ia bikin tambah rata. Rachel memperhatikan gerak-gerik langkah Rio. Dibalik semak-semak liar yang panjang ternyata rio menyimpan tangga yang terbuat dari bambu.
"Ini punya temen abah gue."
"Lo maling?" ceplosnya kaget. Rio mendengus dan menaruh tangga yang panjang tersebut di tembok yang akan mereka taiki setelah itu menjelaskan kenapa tangga milik teman abahnya bisa tersimpan dibalik semak-semak. Ternyata kebun dibelakang mereka milik Pak Jahari teman Abahnya Rio. Dan tangga itu sengaja di simpan Pak Jahari untuk mengambil Madu dari atas batang-batang nangka kalau sudah datang masa panennya. Setelah menceritakan itu rachel tak lagi menyudutkan Rio. Namun keduanya berbeda pendapat ketika hendak menaiki tangga.
"Lo duluan deh." kata rachel mendorong rio. Rio tetap tak mau naik malah balik mendorong bahu rachel untuk naik lebih dulu. Rachel menempeleng pala rio.
"Lo dulu baru gue. Gue'kan Pake Rok."
"Alah takut di intip ya??" rio malah menggodanya. Rachel lagi-lagi menempeleng pala rio.
"Lo sangka pala gue leher boneka."
"Bodo amatlah. Buruan naik."
"Iya-iya. Dasar cewe. Cewe memang maunya menang sendiri. Tapi beruntung sih pacar-pacar gue baik semua." curhatnya sambil menaiki tangga satu persatu dengan tanpa goyang sedikitpun. Sampai di atas Rio tampak diam sebentar, lalu dia meloncat dan rachel mulai ikut naik keatas. Rio sempat bilang bahwa tidak akan ada yang memergoki mereka kalau masuk lewat gerbang belakang. Soalnya jarang ada yang mau mampir kecuali buat anak-anak cowo yang sering jadiin kawasan itu sebagai tempat sembunyi ketika ingin merokok ataupun membolos.
Rachel sudah sampai di atas tembok. Ia bersiap untuk loncat. Namun di lihatnya rio sudah mengendap kabur duluan. Rachel berdecak kesal dan langsung lompat ketanah yang ditumbuhi rumput-rumput jepang. Rachel yang tersungkur jatuh beruntung tak merasakan sakit sedikitpun. Hanya bajunya basah oleh rumput yang masih lembab mungkin semalam sempat turun hujan. Sambil berdiri dari jongkok gadis tomboi itu merapihkan rok dan menepuk-nepuknya. Rachel menghembuskan nafas dalam-dalam lalu bersiap mau melangkah namun tiba-tiba terdengar langkah seseorang dan langsung menegurnya. Begitu rachel menoleh kesumber suara, seorang siswa berjalan kearahnya.
"Telat?!" ucap siswa tak di kenal itu sambil berdiri di depannya. Rachel memperhatikan siswa berkulit putih pucat itu dari kepala hingga ujung kaki. Cowo berpenampilan rapih di depannya memiliki warna rambut coklat kehitaman, bermata hazel muda, hidung mancung, bibir tipis dan wajahnya oval. Dia.. Cowo di depannya keliatan sangat cute. Dia, pasti siswa yang sangat dikagumi disekolah ini. Tetapi dari wajahnya yang masih seperti anak SD rachel rasa dia mungkin baru duduk di bangku kelas 7. Langsung senyum rachel mengembang dengan rasa percaya diri ia menyongok siswa itu dengan memberinya sebuah permen karet kotakan dari tas ranselnya.
"Ngertikan maksud kakak?! Permen ini buat kamu. Enak lo! Manis! Dimakan ya. Enakkkk banget." siswa tadi bermaksud menolak namun ia tidak diberi kesempatan sedikitpun untuk bicara.
"Udah gak usah nolak. Kakak ikhlas ko." rachel tersenyum lebih lebar begitu cowok tadi membulak balik permen kotak dan seperti merasa masih bingung.
"Tenang. Ini bukan sogokan. Yaudah kakak pergi dulu ya." rachel mengacak rambut coklat kehitaman siswa itu dan melangkah cepat-cepat memasuki gedung sekolah. Siswa tadi berdecak ia lalu menyimpan pemberian rachel di saku celananya dan mengeluarkan pula sesuatu dari saku celananya. Ia berlari mengejar rachel. Rachel sesekali menoleh dan ia melihat siswa itu mengikutinya. Waduh, Rachel semakin mempercepat lagi langkahnya. Namun siswa tadi berhasil mengimbangi langkah rachel dan langsung menarik lengan kiri gadis tomboi itu hingga ia berbalik badan sampai keduanya saling bertatapan.
Baru hendak bicara mulut rachel langsung bungkam begitu siswa itu menempelkan kartu kuning di jidatnya.
"Lo.. Udah langgar peraturan di sekolah ini." rachel mengambil kartu kuning di jidatnya dan ada tulisan di kartu dengan satu kalimat. 'Telat'
"Apa-apaan nih. Pinalti?" rachel terkekeh hendak membuangnya. Cowo itu menahan tangannya dan kembali mengambil kartu yang hendak di buang rachel. Rachel melongo, permen karet pemberiannya tadi di balikan lagi ke tangannya. Tatapan siswa itu tajam tapi halus. Menusuk tapi menyejukkan. Rachel berusaha menahan kegugupannya. Ia jadi tidak yakin siswa ini bakalan tutup mulut, apalagi setelah mendengar ucapannya.
"Yang di sogok dan yang nyogok. Hukumnya sama 'salah'. Gue gak mau nemerima sogokan dari orang yang coba nutupin kesalahannya. Yang harus lo tau, gue bukan adik kelas lo jadi jangan anggap gue anak kecil umur 5 tahun yang bisa di sogok dengan yang kaya gitu." jantung rachel rasanya ingin copot saat tak sengaja matanya menangkap badge di baju lengan kirinya. Tertulis disana bahwa dia anggota Osis dan dia kelas 8a. Rachel membaca pula badge nama siswa di depannya. 'Stefan Ananta' dalam keambiguan rachel tak menyadari tiba-tiba dia di tarik siswa itu dan ia kembali di buat melongo dan sulit untuk berkata-kata lagi. Koridor nampak sangat sepi, mereka melewati pintu-pintu kelas yang kesemua murid didalamnya melihat kearah mereka dengan rasa keheranan. Dengan susah payah rachel mengeluarkan suaranya.
"Hehh.. Huhh Mr. white. Lo mau bawa gue kemana? Tolonglah selematin gue kali ini aja. Gue janji deh, gak bakal ngulangin lagi yang tadi itu. Tolonglah. Tolong. Tolong. Tolong. Ya.. Ya.. Ya.. Ya.. Baik deh. Mr. White. Yang baik, yang kasep, imut. Ya. Ya. Ya. Wa..waduh. Waaduhh tunggu. Tunggu. Aa..da pak reza. Gue harus kabur. Heh. Lepasin gue. Please lepasin gue. Aduh mampus." rachel menutupi wajahnya dengan tangan sebelah kiri. Ia komat kamit dalam hati. Berdoa supaya pak reza tak melihatnya. Siswa bernama stefan tak sedikitpun membantunya justru semakin mendekatkannya pada Pak Reza yang sudah semakin dekat saja.
"Ya allah. Ya allah. Lindingi hambamu yang lemah ini.. Ya allah." stefan mendengar desisan rachel yang tampak ketakutan. Stefan berhenti melangkah, begitu juga dengan rachel yang semakin tak bisa menutupi dirinya.
"Pagi stefan ananta. Bawa siapa kamu?"
"Tawanan baru pak. Dapet satu." candanya sambil menyunggingkan senyum dan menarik rachel kedepan pak reza. Rachel buru-buru mundur dan melepas tas menutupi wajahnya. Rachel nyengir susah payah. Wajahnya kaku bagai di olesi masker yang mengering. Tas sudah berpindah tangan begitu pak reza merebutnya paksa.
"Lah. Kamu yang telat kemarin toh. Kaos kaki salah warna. Anak baru yang pindahan dari SMP 13 jakarta selatan itu bukan?" Rachel semakin tersudut saja manakala stefan menjelaskan kronologis yang sebenarnya dari awal sampai akhir tidak ada bagian yang ia tinggalkan sedikitpun. Rachel benar-benar di buat kesal. Hatinya dongkol sekali pada anak itu tapi dia menutupinya dan hanya menundukkan kepala. Mungkin kalau ia jadi penyu, ia akan menyembunyikan kepalanya kedalam cangkang. Tapi ia bukan penyu. Ia adalah manusia. Tidak ada tempat untuknya bisa menghindar dari rasa malu yang terus menjalar. Kalau ada yang patut disalahkan. Ia akan menunjuk Rio sebagai pelaku utamanya. Awas aja tu si rio. Batin rachel gondok.
"Thanks steff.. Kamu udah bantu tugas bapak." Pak reza menepuk bahu stefan. Stefan mengangguk dan melirik rachel. Rachel meliriknya juga dan langsung balik buang muka. Pak reza izin pamit pada stefan. Menyuruh stefan masuk kekelasnya walaupun jam pelajaran pertama guru yang mengajar dikelasnya sedang izin ada keperluan mendadak.
"Dan kamu, murid baru. Ikut saya kelapangan." rachel menghela nafas boros. Ia mengikuti langkah pak reza dengan lambat. Rachel menoleh sebentar kearah stefan yang memandangnya sambil berjalan. Di kepalkannya tangan dan di ajukannya kedepan.
"Awas lo." geram rachel dan siswa itu malah langsung pergi tanpa respon apapun. Rachel menghentakkan kakinya ketanah dan kembali melanjutkan langkah mengikuti guru muda pelatih basket di sekolah itu.

*****

To Be Continue.
RCL Readerss?????

Back In The EarlyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang