Chapter 3

5.9K 169 12
                                    


"Izinkan aku tinggal bersamamu", ucapnya tiba-tiba.

"Hanya beberapa bulan.. kumohon" ucapnya kembali sambil memejamkan matanya dan menangkup kedua tangannya seolah memohon kepada dewa.

***

ALAND POV

"WHAT DID YOU SAY?! TINGGAL DISINI? ARE YOU KIDDING ME?!" jawabku spontan atas permohonan tidak wajar gadis kecil itu.

"Please..." lanjutnya dengan mata yang mulai berkaca-kaca.

Wajah ceria gadis kecil itu seketika berubah menjadi sendu setelah aku membuka permasalahan ini. Tatapan menyedihkan gadis ini seolah tidak asing bagiku, mungkin aku sudah terpengaruh adegan film-film menyedikan yang sudah aku tonton.

"Hentikan akting sok menyedihkanmu itu"mendadak aku kehilangan rasa simpatiku terhadap gadis ini.

"Aku berjanji tidak akan menuntutmu macam-macam. "lanjutnya.

"Memangnya kau siapa sampai berani menuntutku?" tantangku.

"Ini sulit dijelaskan tetapi ini akan menjadi semakin rumit jika ibuku tahu." ucapnya masih tidak masuk akal.

"Hei bocah! Hentikan omong kosongmu dan juga ibu macam apa yang justru membuat rumit permasalahan anaknya sendiri."balasku.

"Sayangnya seperti itulah ibuku."jawabnya dengan nada sedih.

"Kalaupun kuceritakan kau tidak akan mengerti."lanjutnya lagi.

"Sudahlah... berapapun yang kau minta pasti akan kuberi tapi tidak dengan tinggal denganku." ucapku dengan penuh penekanan.

"Saat ini uang tidak bisa menyelesaikan permasalahanku." jelasnya semakin tidak masuk akal.

"Lalu siapa kau sebenarnya?!" tanyaku kembali.

"A..aku belum bisa memberitahumu" ucapnya sedikit bergetar.

"Berhenti berkata omong kosong dan pikirkan baik-baik tawaranku. Kuberi kau waktu 3 hari, segera beritahu apa keputusanmu" ucapku seraya pergi meninggalkan gadis itu.

Baru beberapa langkah aku berjalan terdengar suara isak tangis gadis itu dan sesaat setelah aku menoleh gadis itu mencoba menahan isak tangisnya tetapi gagal dan justru semakin menjadi-jadi.

***

Author POV

Tentu siapa saja yang sedang melihat gadis itu menangis sendirian di ujung meja makan, pasti merasa iba. Tetapi tidak dengan Aland yang semakin mantap melangkahkan kaki jenjangnya menjauh dari ruang makan itu.

Sebutan manusia berdarah dingin memang pantas disematkan untuknya.

Setelah melangkahkan kakinya beberapa saat, ia pun sampai di depan sebuah mobil sport yang terparkir di halaman rumahnya.

"Tuan, ap-.."

"Aku ingin mengemudikan sendiri"

"Tapi Tuan, jika anda dalam suasana hati yang tidak baik anda akan menge-.."

"Sudah kukatakan aku akan mengemudikannya sendiri! Ada apa dengan orang-orang di rumah ini?! Sepagi ini kalian semua sudah membuatku muak!"

" Baik Tuan, saya harap anda berhati-hati"

Tanpa mempedulikan pesan dari sopirnya, Aland segera melajukan mobil sportnya menuju perusahaan tempat dia bekerja dengan kecepatan penuh. Dalam perjalanan Ia tidak segan-segan menyalip kendaraan lain yang berada tepat di depannya dengan ugal-ugalan padahal kondisi lalu lintas saat itu cukup padat.

Beruntung dia seorang yang handal dalam berkendara sehingga ia bisa menghindari yang namanya kecelakaaan lalu lintas.

Namun untuk pengecualian pada malam itu ia membawa pulang gadis itu. Ia anggap hanya sedang tidak beruntung saja. Tetapi karena itu juga ia memulai pagi hari ini tidak seperti pagi hari biasanya.

Save MeWhere stories live. Discover now