Chapter 10

121 11 3
                                    


"a.a..aku lapar.." ucap Lyn lirih tidak bertenaga. Ia sangat menyesal karena melewatkan makan siang dan malam tadi hanya untuk menghindari seseorang bernama Aland.

Jam dinding yang terletak di kamar Lyn menunjukkan pukul 9 malam. Bunyi perut kosong Lyn nampak tidak bisa berbohong melawan keinginannya untuk tidak keluar mencari makanan. Salah sendiri ia kelaparan akibat ulahnya. Kurang lebih hampir 8 jam sejak sarapan menjelang siangnya tadi ia tidak mengisi sedikitpun perutnya hanya karena tidak ingin bertemu owner dari rumah yang ia tinggali dan 2 jam kurang dari jam makan malam tadi yang ia lewati juga. Kali ini asam lambung Lyn seolah-olah akan menyeruak keluar jika ia tidak segera mengisi perutnya.

Mereka satu rumah sungguh keinginan Lyn untuk tidak bertemu dengannya sangat tidak masuk akal, lebih tidak masuk akal lagi Lyn memiliki keinginan untuk mengusir pemilik rumah ini. Lyn sungguh banyak memikirkan hal-hal yang tidak-tidak pada Aland. Berkali-kali Lyn mencoba untuk tidur kembali seperti seorang kucing jalanan yang tertidur karena menahan lapar tetapi tetap tidak bisa.

Ia menyadari akan lebih buruk jika ia memilih sarapan bersamanya lagi, alangkah lebih baik ia membuat dirinya kenyang malam ini dan bisa menahan untuk tidak perlu sarapan esok hari, batin Lyn. Kemudian untuk makan siang dan makan malam akan ia pikirkan besok saja. Akhirnya Lyn memutuskan untuk pergi ke dapur yang letaknya cukup jauh dari kamar tamu yang ia tinggali. Dibutuhkan beberapa menit menuju ruang dapur, di sepanjang perjalanan tidak ia temui satu pun pelayan berjaga. Kembali lagi ada keanehan pada rumah besar dan mewah ini, sedari kemarin setelah pukul 5 sore ia seperti berada sendirian di rumah ini.

Namun pikiran itu ia tepis jauh-jauh karena ia akan segera melewati lorong penghubung menuju dapur utama yang tampak gelap. Ia tak bisa berbohong bulu kuduknya seketika meremang ketika melewati lorong gelap itu. Ia sempat terpikirkan untuk kembali ke kamarnya, akan tetapi rasa lapar diperutnya berhasil melawan ketakutannya. Ia berjalan secepat mungkin dengan tongkat yang ia gunakan.

Kalau tidak ada tongkat sialan ini pasti aku sudah berlari! Batinnya menjerit.

Ia membuka satu per satu pintu lemari yang ada pada kitchen set itu. Pada lemari terakhir yang terletak di bawah, dekat dengan kulkas ia temukan roti tawar dan beberapa mie instan. Ia mengambil roti itu dan memakannya. Lyn masih belum merasa puas. Ia pun berinisiatif ingin memasak mie instan akan tetapi ia tidak melihat panci di sekitarnya. Ia mengurungkan niatnya untuk memakan mie instan dan membuka kulkas untuk menemukan makanan yang lebih menarik minatnya. Terlihat bahan makanan, sayuran, buah-buah dan beberapa kaleng beer tertata rapi seperti barang lain pada umumnya di rumah ini. Lyn menduga bahwa sosok om Aland memanglah seorang OCD narsistik yang tidak sungkan menyuruh pelayan untuk menata sebegitu rapinya. Namun setelah dirasa Lyn mengingat jumlah pelayan yang banyak wajar jika hasil pekerjaan mereka sepadan dengan bayaran yang ada di rumah ini.

Lyn mengambil cheese cake kemudian memakannya dengan lahap seperti hanya itu waktu tersisa untuknya memakan makanan lezat tersebut. Bukan Lyn namanya jika ia seketika masih memikirkan untuk memakan mie instan tadi, ia membayangkan enaknya rasa sosis dan telur yang ia temukan di kulkas tadi bercampur dengan mie instan buatannya. Beberapa saat kemudian ia sudah tidak berminat dengan cheese cake nya, beralih untuk menemukan panci yang dapat digunakan untuk memasak mie instan. Padahal cheese cake itu sudah habis setengah loyang, entah setan apa yang merasuki Lyn hingga ia masih merasa kelaparan seperti ini.

Lyn membuka lemari bagian atas dengan bersusah payah karena letaknya yang tinggi dan hanya bisa ia jangkau jika ia berjinjit. Tentu ia berjinjit dengan satu kakinya yang baik-baik saja. Akhirnya lemari atas ketiga ia temukan panci untuk memasak mie instan idamannya. Namun sayang, ia hanya dapat menjangkau lemari itu untuk membuka dan menutup pintunya, itupun dengan susah payah sedangkan panci itu tetap tidak terjangkau oleh tangannya walaupun terlihat dari bawah. Ia bingung ingin menyalahkan letak leamri itu atau tubuhnya yang memang tidak ideal untuk tipe wanita pemilik rumah ini. Mungkin harus seorang model dengan perwakan 170-180 lah yang pantas untuk menjangkau lemari kitchen set di dapur ini. "Sungguh tidak manusiawi!" Batin Lyn sambil mengatai benda yang ada di hadapannya.

Save MeWhere stories live. Discover now