4. Faktanya?

12.7K 936 103
                                    

Setiap laki laki punya caranya sendiri untuk mempertahankan hubungannya. Atau mengekspresikan rasa kepemilikan terhadap seseorang.

Hal itu juga yang dirasakan Erik.

Kesalahannya selama ini, rasa kecewa yang dia buat pada wanita seperti biggy. Membuat dia takut bahwa akhir dari pernikahannya adalah perceraian.

Erik, pemain. Semua orang dimaskapai tau itu dan dia sendiri sadar bahwa apa yang dilakukannya itu salah dan bermain main bukanlah hal yang baik bagi pria beristri. Tapi mungkin karena pergaulannya yang kelewat tidak benar, akhirnya hal buruk itu menjadi kebiasaan. Saat pasangan one night stand baik baik saja dengan apa yang mereka lakukan. Untuk apa dia takut. Toh tidak ada yang tau dan tujuannya memang hanya untuk bersenang senang.

Tidak semua pria seperti Erik, tapi terkadang sebagian besar pernah melirik wanita lain hanya untuk membandingkan sesuatu yang wanita itu miliki lebih baik dari siapa yang menjadi pendampingnya saat ini. Dan hanya sebagian kecil saja yang akhirnya hanyut dan malah terjebak oleh pesona wanita lain.

----

"Jangan nangis. Aku mohon." Erik menggenggam tangan biggy. Mobil mereka sudah melaju di jalanan kota.

"Kamu jangan bentak aku, aku itu punya batas pendengaran dan kamu tau. Aku enek sama kamu." Biggy menarik tangannya. Dia menoleh kearah kiri jendela dan mendiamkan dirinya disana.

"Aku nggak ngapa ngapain malam itu big. Itu kesalahan. Memang ada niat untuk melakukannya tapi nggak aku lakuin" Erik membuka pembicaraan. Biggy hanya diam dan mengubris ucapan laki laki itu. "Masa bodoh. Gw juga nggak buta kali." Batinnya.

"Maafin aku ya. Aku nggak akan ngelakuin itu lagi." Terang Erik.

Biggy hanya diam. Biarlah Erik ngomong sampe berbusapun. Dihatinya dan matanya. Erik bukanlah apa apa. Selain pria dengan jutaan janji bohong yang b*suk.

Wanita itu sensitif, terllau banyak hati yang dia berikan. Maka sekali saja tergores itu akan membuat garis panjang seperti membelah banyak hal yang sudah disusun rapi. Kepercayaan, kepedulian, perhatian, rasa simpati, kasih sayang, segalanya akan seperti angin lalu. Yang berkali kalipun berupaya untuk ditata lagi. Walaupun bisa, tapi itu tidaklah sama.

"Sudahlah mas. Aku capek." biggy membuka pintu mobil saat mereka tiba didepan gerbang rumah mereka. Namun tiba tiba tangan erik menariknya Dan mendekapkan tubuh itu.

Bibir mereka bertemu.

Erik memulai mengecupnya.

Membuat tahutan diantara mereka.

"Arrggg." Biggy mendorong kasar pria itu.

"Menjauh dariku." Biigy lalu membuka pintu dan mengusap bibirnya.

Tidak ada lagi bertahan. Pria macam apa yang seolah olah tak terjadi apapun diantara mereka? Benar benar pengecut.

"Apa dia masih buta atau nggak sadar? Atau benar benar lupa ingatan? " Batinnya. Biggy berjalan cepat. Menghentakkan kakinya. Dengan keras. Menyusuri anak tangga.

"Kamu kok baru pulang?" Sebuah suara dari bawah tangga menghentikan langkahnya. Biggy menoleh dan melihat mamanya ada disana.

"Nggak papa. Aku juga dijemput Erik." Jawab singkat biggy. Dia melangkah naik menuju kamarnya.

Masihkah dia bertahan pada komitmen awal? Tapi melihat Erik yang seperti ini. Berubah lebih pemarah dan nggak jelas menurutnya. Membuat sisi lain dari dirinya ingin melepaskan pria itu.

"Maafkan aku ini salah paham." Biggy mengulang kalimat itu.

"Salah paham apaan? Hah? Kamu kira aku anak kecil yang nggak tau apa apa?" Ujarnya dalam hati.

Pemeran UtamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang