PROLOG

243 10 1
                                    

Pulau Dewata, pukul 02.31 WIB.

Satu bulan terakhir, pola tidur Devano sudah membaik. Namun, malam ini ia merasa sulit tertidur dan tak sadar waktu sudah menunjukkan dini hari. Ia memilih untuk keluar dari villa yang ia tempati dan berjalan menuju laut untuk mencari udara segar sekaligus jalan-jalan. Ia harap hal itu dapat memunculkan rasa kantuknya.

Jalanan antara villa menuju pantai itu terlihat remang-remang dengan beberapa lampu yang ada. Tetapi Devano terus berjalan menuju pantai hingga pandangannya menangkap satu pemandangan yang membuatnya mengerjap berkali-kali. Bulu kuduknya langsung berdiri, ia bergidik ngeri. Langkah kakinya bergerak mundur perlahan dan sesaat kemudian hatinya tidak tenang. Ia menjernihkan pikirannya dan bergerak maju kembali menuju pantai.

Sosok gadis tengah berjalan perlahan menuju laut, langkah demi langkah hingga air sudah setinggi pinggangnya. Dengan gerakan cepat, Devano langsung berlari menuju lautan. Mereka berdua hampir terseret ombak jika saja Devano tidak memegang karang yang berada didekatnya. Sebelah tangannya yang lain memegang erat tangan gadis itu. Sampai saat ombak sudah menjauh, Devano menarik gadis itu menuju daratan.

"Lo udah gila?!" suara Devano meninggi begitu saja.

Sesaat kemudian Devano sadar bahwa tak seharusnya bersikap seperti itu. "Lo..nggak apa-apa kan?"

Gadis itu menatap pelan ke arah mata hitam pekat milik Devano. Ada sinar kesedihan dan kemarahan yang tersorot jelas disana. Seolah lewat tatapan matanya ia sudah menghantarkan kebenciannya pada sosok lelaki dihadapannya ini.

Gadis itu tak menjawab dan memilih untuk pergi meninggalkan Devano yang tengah menatapnya bingung serta cemas.

Setelah kepergian gadis itu, Devano mengambil nafas yang tanpa sadar ia tahan. Dadanya seketika sesak dan pandangannya mulai kabur. Ia memegang sebelah dadanya dan seketika kenangan pahit di masa lalu mengenai adiknya kembali berputar di kepalanya.

***

Selamat membaca!🤎

ArindaWhere stories live. Discover now