14

2.3K 423 78
                                    

Karya ini dilindungi oleh Undang Undang Hak Cipta no. 28 Tahun 2014. Bagi pelanggar akan diproses sesuai hukum yang berlaku di Indonesia.

Matahari kini telah berpindah ke sisi barat atau itulah setidaknya yang diperkirakan oleh Lilian. Gadis itu menyeka peluh pada dahi, kemudian mendongak dan melihat ke arah langit biru cerah yang tidak dinodai oleh gumpalan kapas putih. 

Haus ….

Lilian berdeham ringan untuk menghilangkan rasa kering di kerongkongannya. Mungkin seharusnya dia meminjam botol minuman milik pemuda itu ….

Dia tahu jalan pintas menuju istana. Dengan mengikuti arah matahari terbit, dirinya dapat sampai lebih cepat dibandingkan petunjuk dari peta yang masih harus memutar ke arah utara.

Jalan setapak yang cukup lebar untuk dilalui dua kereta kuda berada di sisi kirinya. Namun, Lilian tidak bodoh, terakhir kali dia bersama ketiga almarhum kakaknya melintas memakai kereta kuda, tiga sosok siluman anjing neraka tiba-tiba menyerang mereka. Oleh karenanya, sekarang dia memilih berjalan di antara pepohonan sambil melihat sekitar untuk mencari mata air.

Tiba-tiba langkah pelan kuda terdengar mendekat. Lilian menoleh ke balik bahu dan mata cokelat gadis itu terbelalak kala melihat Elfata yang di atas tunggangannya berjalan semakin dekat. 

Lilian merasakan firasat tidak enak. Apabila mengikut peta, pemuda itu seharusnya tidak akan melewati jalan yang sama dengan yang dia lewati. 

"Menghilang …," bisik Lilian, mengaktifkan mantra sihir level dua manipulasi miiknya. 

Dalam hitungan detik, penampakan visual gadis itu telah menyatu dengan alam. Lilian bergeming. Dia mengamati Elfata yang melaluinya. 

Desir angin lagi-lagi menerbangkan helaian rambut Lilian yang tidak kasatmata. Elfata tiba-tiba menghentikan langkah tunggangannya. Dia mendongak, seakan-akan sedang membaui udara sebelum melompat turun dari kuda. 

Mata Lilian melebar terkejut kala Elfata tiba-tiba menyeringai dan bertanya dengan nada santai. "Sampai kapan kau mau bersembunyi di sana?"

Rasa malu akibat ketahuan membuat pipi Lilian seketika terasa panas. Gadis itu akhirnya memutuskan untuk menampakkan diri dan melangkah keluar dari antara pepohonan. 

"Mengapa kau terus mengikutiku?" tegur Lilian dengan wajah memberengut kesal. Dia letih dan haus, beberapa kulitnya pun telah bentol-bentol akibat digigit oleh nyamuk. Gadis itu tidak membutuhkan beban baru. 

"Aku tidak mengikutimu," bantah Elfata. Mata pemuda itu berbinar jenaka, seakan sedang menertawakan dirinya.

Emosi Lilian seketika terpantik. Dia mulai merasa kesal dengan sepupu jadi-jadiannya itu. Tanpa sadar dia bertolak pinggang dan mulai berteriak, "Siapa yang berbohong sekarang?!" 

"Aku menuju utara, sesuai petunjukmu." Elfata kini malah bersedekap dan terlihat tidak akan beranjak pergi dari sana. "Apa kau haus? Aku punya persediaan air yang cukup."

Kebangkitan Penyihir [ Buku 2 Puerro Series ]Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu