7

2.2K 409 28
                                    

Karya ini dilindungi oleh Undang Undang Hak Cipta no. 28 Tahun 2014. Bagi pelanggar akan diproses sesuai hukum yang berlaku di Indonesia.

Secercah cahaya pagi hari menyinari deretan bendera berwarna hitam dengan simbol bintang lima titik di dalam lingkaran yang berwarna merah darah, terpancang  di jalan menuju Istana Puerro. Bangunan megah bertingkat yang dikelilingi halaman sangat luas itu masih tampak sangat gagah walau sudah berganti kepemimpinan. 

Berbeda dengan era sebelumnya, di mana setiap sudut istana dijaga oleh para tentara berzirah yang memakai lambang kepala singa dengan latar biru, kini, di bawah kekuasaan Raja Ainsworth, tempat itu dipenuhi oleh para penyihir berambut merah berbagai usia dengan jubah panjang berwarna hijau gelap, memakai simbol serupa dengan bendera mereka. Di antara mereka, terlihat seorang pria berkisar dua puluh tiga tahun dengan bekas luka cakaran pada pipi kirinya, berjalan melintasi lapangan tanpa rumput yang terletak di tengah bangunan berbentuk U tersebut. 

Dia berhenti sejenak kala melihat enam orang penyihir berusia sekitar sepuluh hingga dua belas tahun, laki-laki dan perempuan, sedang melakukan sparing berpasang-pasangan. Mereka berusaha saling menjatuhkan. Rapalan mantra dan cahaya sihir berkelebat silih berganti yang kemudian disusul dengan jerit kesakitan.

James mendengkus pelan kala melihat kemampuan adik-adik tirinya yang masih jauh dari kata cukup. Dia sepertinya harus menambah latihan mereka. Pria itu melirik ke arah pemuda berkisar enam belas tahun yang sedari tadi mengawasi latihan, kemudian berseru memanggilnya. "Mark!"

Penyihir yang disebut namanya bergegas mendekat. Mata mereka yang secokelat tanah, saling berseborok sebelum dia menyapa dengan nada ramah. "Kak James. Apa yang bisa kubantu?"

"Mereka lemah," ucap James tanpa basa-basi. "Seorang manusia saja dapat membunuh keenamnya dalam waktu kurang dari satu jam. Tambah latihan mereka."

Ekspresi Mark seketika memucat. Dia melirik sejenak ke arah adik-adik tiri mereka yang sudah bergelimpangan dengan luka bakar di beberapa tempat sebelum bergumam pelan. "Mereka masih terlalu kecil …."

"Kematian tidak memilih usia," balas James sambil melanjutkan langkahnya. "Tambah latihan mereka hingga senja atau kau akan kehilangan mereka."

"Baik, Kak," ucap Mark. Dia menundukkan kepala sejenak, sebagai tanda hormat. Pemuda itu membiarkan kakak tertuanya berlalu terlebih dahulu sebelum dia kembali ke tempat latihan dan memberi perintah. "Bangkit berdiri! Siapa bilang latihan sudah selesai! Ulangi lagi!"

*****

Lorong terbelah tiga, ke sisi selatan, barat, juga timur saat James memasuki istana. Pria itu mengabaikan dua orang manusia berjanggut, berompi putih dengan pedang menyerupai sabit, yang menjaga lorong ke daerah timur ataupun kedua adiknya yang mengawasi pintu ke bagian barat dan memutuskan untuk berjalan lurus ke pintu raksasa yang berada di hadapannya dan membiarkan dua orang penjaga lainnya membukakan benda berat itu.

James mengerang dalam hati. Semakin banyak tentara impor yang berjaga di dalam istana …. 

Namun, James terus menapaki lantai berlapis kilauan emas itu, mengabaikan hiasan-hiasan gantung yang menampilkan berbagai lukisan mengenai iblis juga penyiksaan para manusia, di sepanjang sisi kanan juga kiri dinding. 

Kebangkitan Penyihir [ Buku 2 Puerro Series ]Where stories live. Discover now