2

3.9K 545 93
                                    

Karya ini dilindungi oleh Undang Undang Hak Cipta no. 28 Tahun 2014. Bagi pelanggar akan diproses sesuai hukum yang berlaku di Indonesia.

Udara musim semi pagi hari membawa keharuman aroma alami Hutan Puerro. Di jalan setapak yang kanan kirinya masih ditumbuhi oleh banyak pohon berbatang keras yang rimbun, terlihat tiga sosok yang berjalan beriringan dengan langkah santai. Mereka terkadang berhenti untuk memetik juga menyerabut bunga, buah, daun, jamur, dan tanaman lainnya sesuai perintah Diana. 

Miriam yang memang sedari dulu bertelanjang kaki, terlihat tidak peduli kala harus menginjak kerikil ataupun kumpulan ilalang yang tumbuh tinggi hingga mencapai kedua lututnya. Mata hijau gadis itu tiba-tiba berbinar kala melihat kumpulan bunga ungu yang cukup tinggi, menyembul di antara rumput liar yang masih basah oleh embun pagi. Dia langsung menoleh ke arah Diana dan Elfata yang sedang mengumpulkan beberapa jenis tanaman dan berseru, "Diana! Lihat Lavendel!"

Diana yang sebelumnya sedang sibuk memetik beberapa buah jamur merang, langsung menghampiri dan berjongkok di dekat bunga yang dimaksud. Dia mengeluarkan belati dari selipan pinggang, lalu mulai memotong batangnya dengan Elfata dan Miriam berdiri di sisi kanan juga kiri gadis itu. "Kita bisa membuat obat anti serangga dengan ini. Nyonya mengatakan bahwa persediaan di rumah hampir habis."

"Tidak usah mengambil terlalu banyak," saran Elfata  ketika sudah ada delapan tangkai bunga yang berhasil Diana masukkan ke dalam keranjang rotan yang entah sejak kapan berada di dalam genggaman pemuda itu. "Hanya Papa dan kau yang menggunakannya. Jumlah itu cukup untuk sebulan."

"Benar juga …." Diana akhirnya menyarungkan kembali belati berbahan besi miliknya dan bangkit berdiri. Dia mengibaskan gaun untuk menghalau kotoran sambil melanjutkan. "Sekitar dua meter lagi kita akan memasuki area pedesaan. Apa kalian mau berkunjung?"

Elfata dan Miriam saling berpandangan. Hingga saat ini keduanya belum pernah masuk untuk mengunjungi desa terdekat dari rumah mereka itu. Michelle, ibu mereka, bersikap sangat berhati-hati dan sering berpesan agar mereka menjauhi manusia, tentu saja kecuali Diana dan Cecil yang telah dikenal olehnya sedari dulu, sedangkan ayah mereka ….

Pierre yang memiliki kepribadian unik, menyarankan agar kedua anak-anaknya mengikuti kehendak bebas mereka, termasuk membunuh manusia apabila diperlukan, tentu saja dengan pengecualian Diana dan Cecil, sebab pria itu sangat menghargai jernih payah keduanya dalam mengolah sumber daya yang ada hingga berubah menjadi masakan yang lezat. 

Kedua kakak beradik itu akhirnya menggelengkan kepala mereka. "Kami rasa tidak kali ini …."

Helaan napas pasrah keluar dari Diana. Gadis itu sangat memahami penyebab sikap tidak biasa yang ditunjukkan oleh keluarga majikannya. "Kalau begitu kita berpisah di sini."

"Kapan kami harus menjemputmu?" tanya Elfata dengan ekspresi kecewa. Dia sebetulnya tidak suka Diana menginap di rumah kakaknya, bahkan hanya untuk semalam saja. "Apa sore ini?"

Diana tertawa kecil saat mendengar kemanjaan Elfata. "Jangan berwajah masam seperti itu. Aku sudah akan berada di rumah sebelum makan siang."

"Apa itu ide yang bagus? Kami tidak keberatan mencicipi sarapan yang dibuat oleh Mama, tetapi Papa pasti akan sangat kesal …." Elfata mencoba berargumen. "Bagaimana kalau kau berkunjung sebentar saja dan kita akan pulang bersama-sama sore ini?"

"Apa kau lupa kalau aku juga harus membuat obat penghalau serangga untuk Tuan?" tanya Diana setelah menghela napas panjang. "Selain itu, aku juga harus membuat sabun untuk kita dan suami Kak Cecil baru bisa membantu kala subuh hari, sebelum dia disibukkan dengan pasien-pasiennya."

Kedua kaki Elfata bergerak gelisah. Dia masih berhendak untuk menahan kepergian Diana. Namun, Miriam telah berjalan maju, lalu memeluk sejenak pelayan mereka. "Diana, besok pagi kami akan menjemputmu di sini. Bawakan aku sabun mawar. Aku sangat menyukai wanginya."

"Berhati-hatilah kalian," ucap Diana sambil mengambil keranjang dari tangan Elfata. "Apabila tidak sempat menjemput, aku akan pulang sendiri ke rumah. Jadi, jangan terlalu dipikirkan."

"Kami akan menjemputmu!" Elfata langsung membalas perkataan Diana. "Jangan keluar dari desa sebelum kau mendengar lolongan Miriam!"

Miriam melirik ke arah kakaknya dengan kening berkerut. "Kenapa bukan kau saja yang melolong?"

"Sebab aku tidak bisa melakukannya," balas Elfata cepat. "Dan, siulanku tidak akan terdengar olehnya."

Bola mata Miriam berputar jengkel. Kakaknya sering bertingkah aneh apabila hal itu menyangkut Diana. Seperti saat ini, Elfata masih menggenggam gagang keranjang yang sedari tadi juga telah dipegang oleh Diana. 

"Kakak, lepaskan tanganmu agar Diana dapat segera pergi." Teguran Miriam membuat Elfata tersadar. Pemuda itu berdeham canggung kemudian memakai tangan kanannya yang kini bebas untuk untuk mengusap tengkuknya. 

"Berhati-hatilah di jalan." Elfata tanpa sadar mengulang salam perpisahan yang baru saja dia dengar. Miriam mendengkus kala mendengar nada canggung yang diucapkan oleh sang kakak, sedangkan Diana hanya tersenyum, seakan tidak keberatan dengan tingkah kekanak-kanakan pemuda itu. 

Kedua kakak beradik itu berdiri bersisian untuk mengamati kepergian Diana hingga sosoknya tidak lagi terlihat, sebelum Miriam menoleh ke arah Elfata yang masih menatap penuh harap ke jalanan yang telah kosong. "Kakak, sudah waktunya kita memeriksa jebakan yang dipasang Papa, mungkin ada hewan yang tertangkap."

Elfata menghela napas panjang. Dia harus sabar menunggu hingga esok hari sebelum dapat melihat kembali sosok Diana. Pemuda itu akhirnya melangkah untuk memasuki kawasan hutan yang lebih rapat dengan pepohonan sambil berkata, "Usahakan jangan berubah wujud. Mama pasti akan marah apabila kau kembali merusak bajumu itu."

"Mungkin aku harus melepaskannya terlebih dahulu sambil bersembunyi di antara pepohonan," balas Miriam dengan santai. 

"Usul yang bagus. Dan, saat kau kembali, aku sudah selesai membunuh seekor kijang."

16 Maret 2022

Benitobonita

Kebangkitan Penyihir [ Buku 2 Puerro Series ]Where stories live. Discover now