1

7K 852 152
                                    

Karya ini dilindungi oleh Undang Undang Hak Cipta no. 28 Tahun 2014. Bagi pelanggar akan diproses sesuai hukum yang berlaku di Indonesia.

Negara Puerro tahun 1173

Jauh di dalam hutan bagian selatan Kerajaan Puerro, tersembunyi di antara pepohonan berbatang keras, terlihat deretan pasak kayu setinggi perut orang dewasa, mengelilingi pekarangan apik sebuah rumah kayu satu lantai yang berukuran cukup besar untuk menampung sebuah keluarga, lengkap dengan sebuah kandang ayam dan istal kuda sederhana yang terlihat terawat.

Dari warna kayu yang berbeda untuk tiap sisinya, dapat disimpulkan bahwa rumah yang berbentuk persegi panjang itu tidak dibangun dalam waktu bersamaan, tetapi secara bertahap, seiring dengan kebutuhan akan ruangan baru para penghuni yang menempatinya. 

Dua ekor ayam betina terlihat berkotek sambil mengais tanah pekarangan yang sebagian besarnya telah dijadikan sebagai lahan untuk menanam sayur-mayur, sedangkan di luar pagar, terdapat jebakan binatang liar yang terbuat dari lubang parit yang cukup dalam dengan bambu-bambu runcing mencuat di permukaan tanahnya.

Dari sebuah jendela kayu yang kala ini sengaja dibuka, untuk membawa masuk aroma alam musim semi dan cahaya matahari siang, tampaklah sebuah keluarga yang terdiri dari sepasang suami istri dan sepasang anak mereka yang keduanya telah memasuki usia remaja sedang berada di ruangan utama, duduk mengitari meja makan kayu yang di atasnya dipenuhi oleh berbagai jenis makanan lezat, mulai dari sup sayur hingga tumpukan ikan bakar yang telah diolah dengan sangat lezat. 

Berbeda dengan kemewahan makan siang yang terhidang di hadapan mereka, penampilan keempatnya sangat sederhana: sang ibu memakai gaun kuning sepanjang betis, sesuai dengan warna rambut keemasannya yang digelung ke atas, sedangkan putrinya yang bertelanjang kaki, mengenakan celana panjang cokelat tua, dipadu dengan gaun hijau cerah selutut yang menyerupai warna matanya. 

Begitu juga dengan kedua laki-laki di keluarga itu yang memiliki penampilan serupa. Keduanya sama-sama mempunyai mata biru cerah dan rambut putih keperakan, walaupun rambut sang ayah dibiarkan panjang hingga sebahu, sedangkan putranya dipangkas pendek hingga batas belakang leher. Namun, saat ini mereka sama-sama menggunakan kemeja cokelat tanpa lengan yang dipadukan dengan celana panjang dan rompi kelabu. 

Empat buah pedang yang tergeletak di sudut ruangan dekat pintu kayu menuju sebuah kamar di sisi kanan dan tumpukan kulit binatang yang telah dibersihkan yang berada di atas meja kecil di antara dua pintu lainnya di sisi kiri, menandakan bahwa mereka adalah keluarga pemburu. Tidak berbeda dengan kondisi halaman, dalam bangunan itu pun terlihat bersih, tidak ada jamur, sarang laba-laba, bahkan kayu lapuk yang termakan rayap.

Elfata yang baru saja berusia usia tujuh belas tahunnya, menghirup sup jatah siangnya dengan tenang. Namun, matanya terus mengikuti gerakan seorang gadis berambut hitam sepunggung yang sedang sibuk menjemur di pekarangan rumah. 

Secara sembunyi-sembunyi indra penglihatan Elfata juga menelusuri lekuk tubuh pelayan mereka telah mencapai usia dua puluh tiga tahun. Dia meyakini bahwa bukan kondisi fisik yang menyebabkan gadis yang memiliki wajah oval dengan bola mata hitam itu belum juga menikah. Diana adalah perempuan yang cantik, tetapi sifatnya yang terlalu pemberanilah yang membuat para pemuda di desa tidak berani mendekatinya.

Sebuah gerakan canggung akibat Elfata tidak berkonsentrasi dengan makanannya, membuat sup di sendoknya tumpah ke atas meja dan membuat sang ayah yang duduk tepat di seberang pemuda itu berdecak kesal. "Elfata, ini sudah yang kelima belas kalinya kau mencuri pandang ke arahnya."

Kebangkitan Penyihir [ Buku 2 Puerro Series ]Where stories live. Discover now