6

2.3K 450 66
                                    

Karya ini dilindungi oleh Undang Undang Hak Cipta no. 28 Tahun 2014. Bagi pelanggar akan diproses sesuai hukum yang berlaku di Indonesia.

"Lepaskan aku, Perempuan Murahan!" Teriakan membahana dengan aksen asing dari seorang pria yang kedua tangannya terikat ke belakang juga tubuhnya terbelit tali tambang pada sebuah pohon berbatang keras, memecah kesunyian hutan. 

Pierre yang sampai lebih dahulu dibandingkan Elfata, mengerutkan wajah tidak suka kala istri dan putrinya yang sudah berwujud manusia, terlihat bersantai tidak jauh dari tawanan mereka, bahkan kuda hitam tua miliknya pun sedang merumput, tanpa memedulikan sekelilingnya. 

"Apa yang sedang kalian lakukan?" Pierre bertanya dengan nada ketus. "Mengapa dia masih bisa berteriak seperti seekor babi yang hendak disembelih?"

"Kami berusaha menahannya tanpa melukai dia," jawab Michelle yang baru saja menyarungkan pedang. "Miriam hampir menggigitnya, tetapi kami bisa mengatasinya."

"Benarkah?" Pierre seketika tersenyum. Dia sepertinya perlu mengingatkan istrinya yang cantik bahwa melukai bahkan membunuh seorang bajingan merupakan suatu kebajikan.  

"Dasar, Anjing Betina! Akan kubunuh kalian saat aku bebas nanti!" Jeritan lain dari tawanan yang meronta, masuk ke indra pendengaran ketiganya dan membuat wajah Pierre berubah menjadi masam.

Pierre berjalan dan berdiri di depan pria bertubuh besar itu. Dia mengangkat pedang, lalu menghantam wajah tawanan mereka memakai gagang senjata. Laung kesakitan keluar dari mulut laki-laki yang mengeluarkan darah segar. Namun, Pierre sepertinya belum puas. Pria itu kembali memukul di tempat yang sama hingga menimbulkan suara seperti tulang remuk sambil berujar, "Tutup mulutmu. Teriakanmu mengganggu telingaku."

Miriam yang melihat ulah ayahnya, meringis ngeri. Gadis langsung membalikkan badan dan berjalan sedikit menjauh. Dia memilih untuk menjahili kuda hitam mereka dibandingkam menonton kekerasan yang akan berlanjut. 

Bibir juga tubuh penjahat itu bergetar nyeri. Dia menunduk tanpa berani berkata-kata lagi. Tidak berapa lama, sosok Elfata terlihat. Pemuda itu berdiri di dekat ayahnya dan membuat mata tawanan mereka kini melebar ketakutan.

Pierre mengangkat dagu penjahat itu dengan ujung pedang. Kemudian mulai menginterogasi. "Jadi, siapa kalian? Dari logat bicaramu, kau bukan berasal dari negara ini."

Mata penjahat itu menjelajah mengamati mereka satu per satu sebelum menelan ludah. "Am-ampuni aku, a-aku …."

Namun, sebuah sayatan pada leher, membuat pria itu meringis kesakitan. 

"Bicara atau aku akan membunuhmu saat ini juga," ucapan dingin Pierre membuat keringat dingin yang mengalir membasahi punggung penjahat itu semakin deras. 

Penjahat itu menatap penawannya dengan sorot penuh permohonan maaf sambil menjawab dengan suara tergagap. "Ka-kami adalah bawahan Tu-Tuan Federick …."

"Federick?" Kerutan tampak pada kening Pierre. Dia tidak mengenal nama itu. "Apakah dia salah satu putra Clayton?"

Kebangkitan Penyihir [ Buku 2 Puerro Series ]Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz