13

2.1K 393 28
                                    

Karya ini dilindungi oleh Undang Undang Hak Cipta no. 28 Tahun 2014. Bagi pelanggar akan diproses sesuai hukum yang berlaku di Indonesia.

Elfata melangkah masuk ke dalam hutan. Iris mata pemuda itu berkilat kuning keemasan, memandang sekeliling. Dia mencari gadis yang berusaha melarikan diri.

Seorang penyihir berambut merah. Dia pastilah salah satu anak dari Paman Clayton, penghuni istana ... dan gadis itu menganggapnya bodoh dengan berbohong secara terang-terangan!

Keinginan berburu yang sering sekali dia tahan kini menguasai Elfata. Pemuda itu menyeringai mengerikan ketika menutup kedua mata, menajamkan pendengaran juga penciuman. 

Aroma tubuh gadis itu kembali tercium. Suara napas terdengar dari sisi kiri pepohonan. Elfata sontak membuka kelopak mata dan seketika berlari ke arah buruannya yang masih tidak kasat mata.

Jarak keduanya semakin dekat kala tiba-tiba terdengar teriakan gadis itu dari antara tumbuhan liar yang menyamarkan sosoknya. "Bola cahaya!"

Elfata refleks menunduk, menghindar kumpulan energi merah tembus pandang yang menghantam pohon di belakangnya. Pemuda itu kemudian melompat menerjang sosok yang wujudnya masih menyatu dengan sekitar.

Pekik ketakutan terdengar bersamaan dengan hilangnya sihir manipulasi. Tubuh gadis itu jatuh berguling tertindih Elfata yang kini berada di atasnya.

"Tertangkap," ucap Elfata, hampir menyerupai geraman. Iris keemasan pemuda itu berkilau dan menyebabkan gadis itu terkesiap dengan mata terbelalak terkejut.

"Ti-tidak mungkin ...." 

Keduanya saling bertatapan selama beberapa saat. Aroma menyenangkan yang membuat Elfata menemukan keberadaan sang gadis untuk pertama kali, kembali tercium dan kini semakin kuat setelah semua kotoran di tubuh juga bajunya tercuci bersih. Tanpa sadar pemuda itu semakin menundukkan wajah untuk mengendus asal wangi sebelum sebuah pukulan bertubi dirasakan dadanya.  

"Menyingkir dariku!" jerit gadis berambut merah itu sambil memberontak. Sayangnya, perbedaan kekuatan mereka membuat tubuh Elfata tidak bergerak sama sekali. 

Manis .... Tingkah gadis itu terlihat lucu.

Iris kuning keemasan pada kedua mata Elfata seketika kembali menjadi biru jernih. Dia bangkit sambil menarik lengan kanan gadis itu untuk ikut berdiri.

"Berhenti melawan dan antar aku ke istana," ucap Elfara sambil menyeret gadis itu keluar hutan tanpa kesulitan. 

"Sudah kukatakan kalau aku tidak tahu! Desaku dekat di sini!" 

Jeritan gadis itu membuat Elfata seketika menghentikan langkahnya. Dia menoleh sambil berkata, "Apakah Paman Clayton tidak pernah mengajarkan kepadamu kalau berbohong itu adalah perbuatan dosa?"

Mata gadis itu melebar seketika. "Ka-kau kenal dengan Papa?"

Tawa kecil keluar dari bibir Elfata. "Papa menceritakannya kepadaku sebelum aku berangkat."

"Si-siapa papamu?" tanya gadis itu, kini dengan mata melebar yang menunjukkan rasa penasaran. 

"Pierre Richolle ...." Elfata menyeringai. "Dan, itu berarti bahwa kita adalah sepupu ...."

Gadis itu terlihat menahan napas sejenak. Dia membasahi bibirnya yang kering sebelum berkata, "A-aku Lilian ...."

Elfata melepaskan cekalan tangannya, lalu berdiri  berhadap-hadapan dengan gadis itu dan tersenyum lebar. "Halo, Lilian ..., maukah kau mengantarku ke istana?"

Keraguan terlihat pada wajah Lilian. Mata mereka berserobok dalam hitungan detik sebelum akhirnya gadis itu menggeleng. "Maaf, aku tidak bisa …."

Elfata hendak bertanya alasan apa yang membuat gadis itu menolak. Namun, dari saku mantelnya, Lilian sudah keburu mengeluarkan sebuah gulungan yang terbuat dari kulit sapi dan menyodorkannya ke arahnya.

"Ini peta Kerajaan Puerro. Kau bisa memakainya sebagai petunjuk jalan."

Elfata meengamati peta yang disodorkan ke arahnya. Benda itu terlihat cukup lembab, mungkin karena ikut basah ketika pakaiannya dicuci atau juga akibat turut kehujanan. Namun, pada akhirnya dia memutuskan untuk mengambilnya kemudian memasukkannya ke dalam saku celana.

"Bagaimana denganmu?" tanya Elfata. "Apa yang akan kau lakukan?"

Lilian lagi-lagi terlihat ragu. Gadis itu menoleh ke jalur di mana mereka masuk ke hutan, lalu bergumam pelan. "A-aku masih ada urusan lain."

Kening Elfata mengerut seketika akibat merasa bingung. Penampilan Lilian saat pertama kali mereka bertemu seperti korban perampokan, gadis itu tidak membawa apa pun dan tubuhnya kotor juga penuh luka. Namun, kenapa dia masih memilih untuk berpisah?

"Apa kau yakin?" tanya Elfata lagi. "Kita bisa ke istana bersama-sama. Aku akan mengantarmu pulang."

Namun, wajah Lilian seketika memucat. Gadis itu menggeleng sambil menjawab, "Ti-tidak usah, bukankah kau harus mengejar seseorang? Aku masih ada urusan lain. Kau pergilah terlebih dahulu."

Elfata mengamati sepupunya itu secara keseluruhan dari ujung kepala hingga ujung kaki. Lilian terlihat seperti seorang anak yang tersesat di dalam hutan. Namun, dia memang harus segera mengejar Diana sebelum hal buru terjadi. 

"Baiklah," ucap Elfata setengah terpaksa. Dia sebetulnya berharap Lilian bersedia ikut dengannya. Tidak menyenangkan pergi berkelana seorang diri. "Berhati-hatilah."

"Terima kasih." Lilian tiba-tiba tersenyum kecil dan membuat mata Elfata seketika terbelalak. 

Gadis itu benar-benar sangat manis. 

Namun, Lilian sepertinya tidak menyadari efek yang dia timbulkan. Gadis itu melangkah melalui Elfata sambil mengucapkan salam perpisahan. "Aku pergi dulu."

Elfata menatap punggung Lilian yang menjauh. Pemuda itu menghela napas kecewa sebelum akhirnya ikut berjalan keluar dari dalam hutan.

16 Maret 2022

Kebangkitan Penyihir [ Buku 2 Puerro Series ]Where stories live. Discover now