Kepingan Hati Tiga Belas

120 8 2
                                    



Kinar dan Tempat yang Jauh

Langit cerah dari kaca jendela, membawa kehangatan pagi dengan semilir angin yang menyapa bunga sepatu di halaman. Jalan di depan rumah menampilkan percakapan tak menentu dari beberapa ibu-ibu berdaster, sebuah sosialisasi khas yang selalu terjadi pada setiap pagi di komplek ini. Tentunya ibuku selalu mengambil bagian dalam rumpian itu, berdalih menanti Mang Kasro, tukang sayur paling mahsyur di mata ibu-ibu, mereka masih akan terus merumpi berpuluh-puluh menit walau Mang Kasro telah pergi dan belanjaan sudah ada dalam genggaman mereka. Tentunya bukan situasi ekonomi global atau Leonardo DiCaprio yang mereka bicarakan, melainkan hal-hal yang terjadi dalam radius beberapa meter dari komplek, dan ia juga keluarganya adalah perbincangan hangat belakangan ini.

Setiap kali ia lewat jalan depan rumahku, ia tersenyum ramah kepada ibuku dan beberapa temannya yang mungkin saja baru membicarakan ia dan keluarganya yang merupakan warga baru di komplek ini. Ia dan keluarganya baru pindah ke komplek ini tiga hari lalu, pastinya kedatangan warga baru menyebabkan keingin tahuan masal berikut rasa penasaran dalam benak ibu-ibu komplek ini, apalagi ia dan juga keluarganya masih tertutup dan belum bersosialisasi dengan tetangga sekitar. Aku paham mungkin belum sempat, tapi ibu-ibu itu (termasuk ibuku) merupakan para manusia yang menganggap orang asing adalah keanehan. Tapi bagiku, khusunya ia dan senyumnya itu bukanlah keanehan, melainkan keajaiban.

Entahlah, setiap pagi ia-lah yang menarik perhatianku. Ia yang hendak berangkat kuliah atau kerja (aku tak tahu pasti karena belum mengenalnya) selalu tersenyum ramah setiap melintas jalanan komplek yang diisi hiruk pikuk suara ibu-ibu bercengkrama. Menyapa mereka yang tersenyum asing kepadanya. Rasanya senyum itu adalah hadiah pagi bagiku, meskipun ia tidak tersenyum kepadaku, tapi senyumnya itu telah meracuni pikiranku agar ia masuk ke dalamnya. Sampai ia luput dari pandanganku.

Kutinggalkan jendela kamar bersamaan dengan ibuku meninggalkan dua ibu-ibu tetanggaku yang masih saja menemukan topik pembicaraan setelah lebih dari dua puluh menit mereka berdiri di situ. Ku ambil handukku dan keluar kamar, satu jam lagi aku harus menghadap Dosen Pembimbingku untuk urusan skripsi dan kudapati ibuku baru masuk ke rumah.

"Bak kamar mandi sekalian kau isi, tadi airnya tinggal sedikit," katanya sebelum berlalu menuju dapur.

Biasanya aku hanya mengangguk atau tak menanggapi serius perintah ibuku itu, tapi pagi ini, hasrat untuk menanyakan tentangnya muncul dalam benakku. Ibuku merupakan sumber informasi terupdate di komplekku, lihat saja setiap arisan komplek, pasti ini menjadi pembicara hal-hal yang penting bagi ibu-ibu lainnya namun tidak penting bagiku dan seluruh pria di dunia. Tapi untuk alasan yang satu itu, aku memutuskan bertanya tentangnya kepada ibuku.

"Ma, itu tetangga baru yang sering lewat siapa?" Tanyaku sebelum masuk ke kamar mandi yang bersebelahan dengan dapur tempat ibuku mencuci ikan yang baru saja dibelinya.

"Nggak tahu, tuh! Mereka belum kenalan dengan tetangga, tapi dengar-dengar dari Bu Basyir, mereka itu orang Lampung," kata ibuku dengan iringan suara air keran di wastafel.

"Oh," kataku sedikit kecewa karena tak seperti biasanya ibuku tidak update informasi. Oh, ya, untuk kalian ketahui, walau kami tinggal di Kota Metro yang merupakan salah satu kota termaju di Provinsi Lampung, namun kebanyakan warga di kota ini bersuku Jawa. Faktor sejarahlah yang membuat mengapa di Kota Metro khususnya dan Provinsi Lampung pada umumnya banyak hidup masyarakat yang berasal dari jawa, itu karena Lampung merupakan daerah transmigrasi semenjak zaman penjajahan dahulu dan ketika ibuku mengatakan bahwa ia dan keluarganya orang Lampung maksudnya adalah mereka sekeluarga bersuku Lampung. Mungkin terdengar aneh, tapi suku pribumi itu merupakan minoritas dan tampaknya hanya satu-satunya di komplek yang seluruh warganya ini adalah warga pendatang. Aku pun masuk ke kamar mandi dengan rasa penasaran tentangnya yang belum terjawab. Bila dipikir, akupun tak beda dengan ibu-ibu di komplek ini, selalu ingin tahu tentangnya dan keluarganya. Akan tetapi dalam hal ini, prrespektifku berbeda.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jun 25, 2017 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Aku dan Cerita Patah HatiWhere stories live. Discover now