Kepingan Hati Empat

195 9 0
                                    


Ini Tentangmu, Miranda

Apa kabar? Ah, aku tidak bisa menemukan kalimat lain untuk membuka cerita ini. Cerita tentangmu yang melibatkan aku di dalamnya, sehingga cerita ini bukan hanya menjadi milikmu saja, namun juga menjadi milikku, milik kita. Kutulis kisah ini setelah aku pergi meninggalkanmu. Kau harus tahu semua ini menyesakkan bagiku, bagai ada sebuah benda asing menghalangi aliran napasku. Aku tidak tahu benda apa itu, mungkinkah benda itu yang disebut cinta? Cinta yang bertepuk sebelah tangan.

***

Hari terakhir sebelum aku pergi, hanya kau yang ingin aku temui walau saat itu hubungan kita mulai merenggang karena kesibukanku mengurus beasiswa impianku. Pada pertengahan semester lalu aku pernah bercerita kepadamu, kan, bahwa aku ingin mengambil master di Lund University, Swedia? Aku bahagia hal itu terwujud, namun aku juga sedih karena hal itulah yang pada akhirnya memisahkan kita.

Aku ingat ketika itu Bandar Lampung begitu dingin sepanjang hujan dari senja hingga pukul tujuh tadi. Terotoar yang kutapaki masih sedikit basah ketika dalam perjalanan menuju Dawiels Cafe, tempat yang kita janjikan untuk bertemu. Kau belum datang bersamaan dengan whatsappku yang belum juga kau baca. Pesan terakhirmu siang tadi, kau mengatakan bahwa kau akan sedikit terlambat bahwa kau ada urusan dengan seseorang terlebih dahulu. Aku tidak menanyakan siapa orang itu karena pada akhirnya kau akan memberitahuku lewat sebuah email, kelak. Kulepas mantelku yang lelah bertarung menjaga tubuhku dari udara dingin ketika pelayan datang. Hanya kupesan lemon tea hangat sembari menunggumu dan pada malam itu nyatanya kau terlambat begitu parah sehingga aku kelaparan. Saat ini aku baru sadar, itulah awal siksaanmu kepadaku, selanjutnya kau akan menyiksa perasaanku lebih hebat dari sekedar kelaparan.

Sembilan puluh menit berlalu ketika kau tiba dengan raut sendumu itu. Kau tersenyum tipis sebagai sapaan kepadaku yang telah menghabiskan dua gelas lemon tea. Walau kesal, aku berusaha membalas senyummu dan menahan kekesalanku demi melihat raut wajahmu yang sesendu itu. Ketika kau tepat duduk di hadapanku, saat wajahmu hanya ada beberapa meter di depanku, baru kusadari matamu sembab, dan tanya langsung menguasai benakku.

"Kau kenapa, Miranda?" tanyaku pelan.

Kau hanya menggeleng sambil memberi senyum tipis nan sendu tanpa memandangku.

Aku menghela napas, "Aku sudah lapar, mari kita makan!" ajakku.

"Aku sudah makan malam," katamu singkat sembari melihat ponselmu.

Sial, padahal aku sudah selapar ini demi menunggumu dan kau rupanya sudah makan malam terlebih dahulu? Aku kesal kepadamu Miranda! Bukankah aku sudah mengatakan kepadamu bahwa kita akan makan malam bersama sebelum keberangkatanku ke Swedia esok? Tapi sudahlah, aku tahu susana hatimu sedang tidak baik saat itu.

Akupun memesan nasi goreng seafood kepada pelayan setelah aku memastikan bahwa kau tidak ingin makan lagi. Ketika itu kau tampak dingin dengan tameng kesedihan yang tak dapat kukenali.

"Sebenarnya apa yang terjadi denganmu?" tanyaku lagi yang baru pertama kali ini kau perlakukan sedingin itu.

Kau kini menatapku, dari pancaran matamu jelas terlihat getar kesedihan yang langsung menohok hatiku untuk mengiba, "Sudah kukatakan, aku tidak apa-apa. Memang ada sedikit masalah dan itu sangat personal bagiku," katamu.

Aku tidak bisa memaksamu lagi dan kita tidak membicarakan banyak hal seperti biasanya. Malam itu tak sekalipun kau menunjukkan raut ceriamu seperti pada biasanya saat kita bersama. Kau memendam kesedihanmu sendiri dan aku yang katamu sahabat terbaikmu merasa tak menjalankan fungsinya sebagai peniada laramu. Sepertinya kau luka dan aku merasa hampa.

Aku dan Cerita Patah HatiWhere stories live. Discover now