Kepingan Hati Dua

450 19 7
                                    


Re, Hujan

"Hujan bercerita tentang kejatuhan

Dan derai-derai penghabisan

Di antara rintiknya

Kau terukir sebagai perpisahan

Kau yang sulit kutemukan

Kau yang mudah jadi ingatan"

Kepalaku terasa berat! Entah berapa gelas martel yang kuhabiskan di bar tadi, sampai-sampai seorang security yang membantuku mencarikan taksi. Andai kau tahu, Re, aku sedang tidak baik-baik saja semenjak kau tak lagi bersinergi dengan hariku. Aku menjalani hari-hari buruk dan penuh emosional setelah tak ada obat penenangku, dirimu.

Taksi melaju meninggalkan Kemang menuju bilangan Taman Anggrek, membaur dengan jalanan Jakarta yang selalu meropatkan. Deru AC mobil terdengar samar disela tembang lagu John Mayer dari CD player taksi, pada frekuensi alpha seperti ini, daya dengarku menjadi lebih peka dari apapun, jangan kalian coba-coba bergumam membicarakan keburukanku saat ini, aku pastikan aku bisa mendengar kalian dan menghajar kalian semua sampai kalian merasa menyesal pernah dilahirkan di dunia.

Entah bagaimana mulanya tiba-tiba taksiku oleng, supir taksi tampak panik sehingga membanting setirnya ke arah pinggir jalan. Saat itu yang aku lihat hanyalah sebesit cahaya terang dengan suara klakson sangat kencang, kemudian aku tak mengingat apapun.

***

Aku tersadar di sebuah prom nite yang begitu familiar, di luar hujan deras dan aku begitu mengingat momen ini. Tempat ini? Astaga, ini aula sekolahku! Dan ini adalah malam perpisahan angkatan SMA ku, entah bagaimana caranya aku kembali ke masa-masa yang paling aku rindukan ini.

Aku berada di antara teman-teman sekelasku yang begitu kurindukan, aku memeluk Rizki, teman sebangkuku yang kelak bekerja pada sebuah perusahaan otomotif di Jepang, Rizki tampak risih dengan perlakuanku, ah, andai ia tahu bahwasanya aku jauh-jauh datang dari masa depan. Di panggung yang terhias untaian lampu led jingga, pembawa acara baru saja turun setelah mereka menjadi pengantar kehadiranmu di panggung itu untuk bernyanyi, Re.

Malam itu adalah malam dimana penampilan tercantikmu yang pernah kulihat, kau mengenakan dress berwarna satin sebatas lututmu dengan sepatu datar yang manis. Kau tampak begitu feminin dan mempesona walau sebuah gitar akustik menggantung di tubuhmu. Petikan gitarmu yang merdu langsung membuat gemuruh aula dengan tepukan tangan, dan ketika kau menyanyikan lagumu, aku terbawa kembali pada adegan-adegan bahagia kita sebagai sepasang kekasih, di masa depan kelak.

***

Gemuruh tepuk tangan kembali terdengar setelah kau selesai membawakan lagumu, kau tersenyum manis ke arah penonton dan aku tidak inginmenyia-nyiakan senyumanmu walau hanya sedetik saja, sampai akhinya kau kembali turun dari panggung. Aku segera saja menuju belakang panggung, menyusulmu, aku ingin mengatakan bahwa aku meminta maaf atas segala kesalahanku kepadamu, aku ingin memintamu kembali kepadaku, tak peduli kau akan mengerti atau tidak dan bahkan mengira aku gila.

Aku melihat punggungmu, kau tampak melepas gitar kesayanganmu dan hendak kembali memasukannya lagi ke casenya, aku segera menghampirimu saat orang lain juga menghampirimu, bahkan lebih dahulu sampai kepadamu dan langsung memelukmu. Ia Lio, dan aku lupa, kau masih kekasihnya di masa ini.

"Gal?" sapa Lio yang menyadari aku memandangi mereka yang tengah berpelukan, ia tampak risih dengan tatapan cemburuku padanya.

"Ada apa, Gal? Sedang apa kau di sini?" Lio melepaskan pelukannya padamu dan berjalan menghampiriku.

Aku hanya tersenyum ketus sembari menggelengkan kepalaku. Belum sempat Lio bertanya lebih lanjut kepadaku, pembawa acara memanggil nama bandnya untuk tampil. Lio langsung berlalu dari hadapanku menuju teman-teman bandnya, setelah mengecup keningmu tentunya. Aku sangat cemburu namun aku tak berhak atasmu di masa ini.

"Hai, Re?" sapaku kepadamu setelah Lio menghilang.

"Gal, ada yang kau cari di sini?" tanyamu penuh kebingungan.

"Aku mencarimu,"

"Mencariku?" kau semakin bingung.

Aku hanya mengangguk tanpa bisa berkata-kata lagi, aku sangat ingin memelukmu namun rasanya itu akan menjadi konyol dan kau akan berteriak karena pada masa ini, kita tidaklah terlalu dekat.

"Aku permisi, aku harus mengambil ponselku di mobil, aku harus memfoto Lio di panggung," katamu yang tampak tak nyaman dengan kehadiranku.

Aku melihat di luar masih hujan, dan kau mulai berjalan menuju pintu kaca hendak ke luar, tanpa membawa payung.

"Re, hujan.." kataku berusaha mencegah.

Kulihat dahimu mengkerut dan tersenyum tipis, senyum yang bersifat basa-basi tanpa arti, lalu kau menghiraukanku dan tetap pergi keluar. Aku menghela napas sabar dan terus melihatmu yang berlari kecil di tengah guyuran hujan. Andai saat ini kau tahu bahwa lima tahun mendatang kita akan menjadi sepasang kekasih dan dua tahun kemudian hubungan kita akan berakhir dengan luka yang begitu menganga, bagiku, dan mungkin juga bagimu. Aku menyesal telah membuatmu menangis dan aku merasa gagal menepati janjiku memberi kebahagiaan kepadamu seperti yang pertama kali ku katakan kepadamu di hari pertama kita berkomitmen menjadi sepasang kekasih. Aku salah, Re, dan mohon maafkan aku. Dan bila malam ini adalah kesempatanku bertemu denganmu hanya untuk mengobati rinduku, itu telah sedikit berhasil. Hanya rindu yang terobati bukan cinta yang kembali sehati. Andai saja kehidupan harus terulang lagi dari masa ini, tentunya aku akan menjauh darimu sebelum kita dekat, agar kau tidak jatuh cinta kepadaku, tidak sepertiku ini. Mungkin kau akan lebih bahagia jika terus bersama Lio, karena denganku, pada masa depan nanti, kita adalah perpisahan.

***

Kurasakan sebuah tangan menggoyang-goyangkan pelan tubuhku, perlahan mataku terbuka dengan kepala yang teramat pusing. Sejenak aku mengumpulkan kesadaran agar dapat mencerna apa yang sedang terjadi. Aku melihat wajah supir taksi yang berangsur lega setelah kurasa mengalami ketegangan panjang, aku hanya mendongakkan daguku pertanda menanyakan apa yang sebenarnya telah terjadi.

"Mas, untung saja tadi kita tidak tertabrak truk itu!" ujar supir taksi sembari menunjuk ke sebuah arah.

Aku keluar dari taksi, aku kembali lagi ke masa dimana seharusnya aku berada. Hujan mulai turun merintik namun suasana tampak ramai, polisi terlihat mulai berdatangan, aku melihat taksiku nyaris menumbur bahu jalan dan kulihat pula, sebuah truk besar terguling tak jauh dariku.

Aku dan Cerita Patah HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang