⏳ 1 2 P M : 0 5 ⏳

133 30 5
                                    


Ten merasa ada yang berbeda dari rumahnya, entah itu suasananya atau perubahan letak barang-barang yang ada di sana. Entahlah, Ten hanya merasa bahwa ada yang berbeda dari rumahnya itu. Malam sudah hampir larut dan Ten juga ikut larut mengingat Myu. Bagi Ten, kepergian Myu bagaikan mimpi buruk. Entah kapan akan terbangun dari mimpi buruk ini, padahal sudah sepekan ia terjebak di dalamnya. Semakin lama, Ten merasa semakin mati rasa. Lebih tepatnya, pemuda itu tidak lagi dapat merasakan hatinya. Berulang kali ia menyebutkan nama Myu, mengirimi gadis itu pesan yang tentu saja tidak mendapatkan balasan. Sebab ponsel beserta barang-barang lain milik Myu telah menjadi rongsokan dan di kubur di dalam tanah bernisankan nama Myu.

Tim pencari tepatnya sudah putus asa mencari tubu-tubuh dari para korban kecelakaan. Medannya yang ekstrim sebab berada di pegunungan yang berhutan lebat serta banyaknya hewan-hewan liar lainnya. Keselamatan para pencari tentu saja menjadi nomor satu, oleh sebab itu pencarian di hentikan dan Gunung Salak itu menjadi kuburan untuk semua korban pesawat. Para keluarga hanya bisa pasrah, sebab mereka pun tidak berdaya. Walau sebenarnya Ten sudah mengemasi barang-barangnya dan hendak berangkat ke Jawa Barat bila Noal tidak mencegahnya.

Sebuah frame berisi potret mereka di acara ulang tahun sekolah yang Myu letakkan di atas meja belajarnya menjadi objek yang paling menarik untuk Ten perhatikan saat ini. "Elo cepat balik dong, Myu. Jangan lama-lama mainnya, nanti gue enggak ada yang omelin lagi di sekolah," bisiknya sedih pada udara. Ekor mata Ten menangkap bayangan benda yang ia beli tadi siang. Ia mengulurkan tangan dan membawa jam pasir itu mendekat. Memperhatikan setiap detail dari benda itu. Pasirnya begitu halus dengan warna keemasan lembut yang menwan. Tidak ada goresan di badan jam itu, terlalu indah dan aneh.

"Gue kenapa beli ini tadi, ya? Apa karena gue tergoda dengan dongeng ibu-ibu tadi?" Ten menggoyang-goyangkan jam itu hingga pasir di dalamnya menangkau tiap sisi badan jam yang terbuat dari kaca. "Hadeh, andai elo beneran bisa balikin gue ke masa lalu dan kembali bertemu Myu. Seneng banget dah gue, serius. Gue sakit banget sekarang, gue bahkan udah enggak bisa lagi ngerasain hati gue. Dan kayanya gue udah gila karena ngomong sama benda mati kayak gini," ucap Ten pada jam itu lalu kembali menggoyangkannya. Ia membalik jam pasit itu dan menyaksikan bagaimana passir lembut itu jatuh dengan perlahan.

"Elo baik-baik ya di sini, gue mau tidur dulu. Capek gue hadepin semua ini." Ten berpamitan pada jam itu dan menemui peraduannya. Memejamkan mata dan mulai larut dalam dunia mimpi.

Jarum jam terus beregak, suara detakannya mengisi kesunyian malam. Seberkas cahaya muncul dari jam pasir yang ada di meja belajar Ten. Awalnya cahaya itu datang sebentar, lalu muncul sedikit lebih lama. Dan seberkass cahaya itu membesar hanya dalam hitungan detik. Kamar Ten sampai layak di sandingkan dengan rembulan saat purnama.

Jarum jam yang sempat berhenti karena seberkas cahaya itu muncul, kembali bergerak beberapa detik ke kanan seebelum berputar dengan cepat ke kiri melewati angka 12 beberapa kali. Cahaya itu semakin menyilaukan, tapi tidak ada satupun yang menyadarinya. Seolah-olah waktu telah berhenti.

Jarum jam berhenti berputar ke bekalang dan kembali berputar seperti biasanya. Bergerak ke kanan menghitung waktu yang akan manusia lalui. Cahaya yang menyilaukan itu telah hilang bersama dengan munculnya sebuah bisikan lembut di telinga Ten.

"Obatilah rindumu sebanyak yang kau butuhkan, lalu siapkan hatimu untuk...."

Bisikan itu hilang tanpa sempat menyelasaikan isi pesannya. Sebab fajar telah kembali menyingsing. Dan ketika Ten terbangun, dia pasti akan kebingungan setengah mati.

<12PM>

Duh, cerdik banget aku nih. Dikit-dikit biar byk Chapter.

12 PM [TAMAT]Where stories live. Discover now