⏳ P R O L O G ⏳

469 59 35
                                    


Prolog

    Sepi. Seperti itulah keadaan kodidor sekolah saat ini. hal yang wajar mengingat saat ini pukul 11:30 di mana kegiatan belajar mengajar masih berlangsung di kelas. Hanya saja, beberapa menit yang lalu, Stera Myuzlin atau yang kerap dipanggil myu itu mendapatkan serangan mendadak. Bukan sebuah serangan rudal atau senjata api. Tapi serangan itu mampu membuat ketenangannya buyar.

    Di depan ruang bimbingan konseling, Myu menunggu dengan berbagai gejolak emosi. Dan daripada sebuah perasaan cemas, maka perasaan ingin amarahnya segera diluapkanlah yang lebih mendominasi. Orang itu, bagaimana bisa mengingkari janji padanya. Beberapa kali mata myu melirik pintu ruang BK yang tertutup rapat. Ruangan itu sebenarnya adalah ruangan paling nyaman setelah ruangan kepala sekolah. Namun akan menjadi neraka dunia bagi anak-anak yang melakukan kesalahan terutama apabila orangtuanya sampai ikut dipanggil ke sekolah.

    Myu menegakkan badannya yang ia sandarkan di tiang tatkala pintu ruangan BK terbuka. Dan orang yang ia tunggu muncul dari baliknya dengan raut wajah yang kusut. Aroma dari pembakaran nikotin dan tar menguar dari tubuh sosok itu. Ketika melihat pin nama yang tersemat di dada sebelah kirinya, maka kita bisa langsung mengetahui nama laki-laki itu. Griten Sepzlandia namanya. Dan semua memanggilnya Ten. 

    Ketika keluar dari ruangan terkutuk itu, Ten tak pernah mengira akan bertemu dengan Myu. Entah siapa yang telah bermulut ember dan menyampaikan keberadaannya di ruang BK. “Kamu ngapain di sini?” tanyanya heran. 

    “Seriously? Kamu nanya itu? Harusnya aku yang nanya. Ten, cowok yang benci ruang BK tiba-tiba keluar dari dalam sana, dan kejadian itu baru aja terjadi. Ada apa gerangan? Jangan bilang, kalau apa yang di katakan Q itu benar. Kamu ketahuan merokok di sekolah? Benar enggak, Ten?” Myu langung menyerang Ten, meluapkan semua kekesalannya. Terlebih wajah tak bersalah Ten karena telah mengingkari janjinya. 

    Dengan tanpa rasa bersalah, Ten meninggalkan Myu membuat gadis itu ingin menendang kepala pemuda itu. “Ten! Aku belum kelar ngomong, ya!” Myu menyusul Ten dan menarik lengannya. 

    “Jangan ngomong di sini, Myu. Malu!” tukas Ten lalu kembalii meninggalkan Myu di belakang. Segera saja Myu mengikuti Ten yang terus berjalan hingga belang sekolah. 

    Myu mengenali tempat ini, tempat di mana Ten kerap kali berdiam diri kala hilang ketika jam pelajaran berlangsung. Myu sendiri beberapa kali menginjakan tempat ini demi menyeret kembali Ten ke jalan yang benar. Tempatnya tidak bisa dikatakan layak sebab banyak bangku-bangku rusak dan juga penuh debu serta sarang laba-laba. Tempat yang tidak layak dijadikan untuk berdiam diri. 

    “Ten?” panggil Myu mencoba untuk bersikap lembut. 

    “Hmm…,” jawab Ten dengan gumaman. 

    “Kenapa ngerokok lagi? kamu sudah janji, loh sama aku buat enggak ngerokok lagi. Terus sekarang, kamu malah ketahuan ngerokok! Di sekolah lagi, Ten!” keluh Myu tak habis pikir dengan segala prilaku Ten. 

    “Aku mumet, Myu. Cuma dengan rokok yang bisa bikin pikiran aku ringan. Ck, lagian cewek mana ngerti sih!” sergah Ten yang berhasil mengusik kesensitifan Myu.

    “Selama ini emang enggak berkesan di kamu? Kebersamaan kita selama ini enggak kamu anggap? Setidaknya aku bisa jadi bak sampah kamu dari pada harus lari ke rokok, Ten! Kamu bilang laki-laki sejati selalu menepati janjinya, tapi nyatanya kamu menghianatin umongan kamu sendiri. Seenggaknya, kalau bukan untuk aku, lakukan untuk mama kamu.” Myu rasanya ingin menangis saat mengatakan itu. Ten memang selama ini sering merokok, bolos, datang terlambat. Namun sejak mengenal Myu, pemuda itu sudah mulai berubah. Namun, siapa sangka bila Ten kembali berulah seperti ini. 

    “Elo cuma pacar gue, Myu. Mau gue lakukan apapun, itu terserah gue. Jangan hanya karena elo pacar gue, elo jadi bisa seenaknya ngatur-ngatur gue. Terserah gue lah mau ngerokok atau enggak! Dan urusan mama itu biar jadi urusan gue, elo bukan siapa-siapa enggak usah sok perduli. Elo Cuma bisa ngomong doang tapi enggak tahu apa yang gue rasakan karena elo dari keluarga baik-baik,” cerca Ten yang langsung membuat Myu terdiam tak berkutik. Yang bisa Myu lakukan hanya menatap Ten dengan ekspresi penuh ketidakpercayaan akan apa yang telah pemuda itu ucapkan. 

    Lagi pula, hati siapa yang tidak sakit mendengar seseorang yang dianggap spesial mencercanya dengan kalimat seperti itu. Air mata Myu sudah berada di awang-awang. Tak ingin Ten melihatnya menangis, Myu membuang mukanya ke samping. Ia tidak tahu lagi harus membalas Ten bagaimana. Salahkan ia sebagai pacar merasa kecewa dan marah akan kelakuan Ten?

    “Kenapa diam? Apa jangan-jangan elo sebenarnya malu punya pacar bobrok kayak gue sedangkan elo cewek smart kebanggan sekolah, gitu?” tuduh Ten melihat Myu yang diam saja dan membuang muka. Ten tidak berharap akan bertemu dengan Myu hari ini karena memang perasaannya yang sedang memburuk sejak kemaren. Tapi siapa sangka, ketika ia sedang melepas penat pada benda kecil yang mengandung nikotin itu di belakang kanti, ia malah di pergoki oleh salah satau guru BK. Dan sudah pasti hal itu kan sampai ditelinga Myu. 

    Myu merasa sangat terpukul mendengar tuduhan Ten. Dengan berani, ia menatap Ten tak nanar. Tak habis pikir dengan isi otak pemuda jangkung itu. Myu membasahi tenggorokannya dengan menelan ludahnya yang terasa sangat berat. “Elo? Serius, Ten?” Tanya Myu tidak percaya karena Ten memanggilnya dengan sebutan ‘elo’. “Dan malu? Omongan dan tuduhan elo semuanya enggak masuk akal, otak elo kesumbat sama asap rokok!” lanjut Myu yang rupanya menjadi bensin dalam kobaran emosi Ten.

    “Iya, bener! Otak gue emang kesumbat sama asap rokok! Terus kenapa!? Mau marah lagi, heh?!” 

    Ten yang mengatakan itu dengan tatapan matanya yang tajam mampu membuat Myu takut. Kepalan tangannya di samping tubuh gadis itu semakin menguat. “Oke! Terserah elo, terserah!” sergah Myu dan berbalik meninggalkan Ten.

    Ten hanya menyaksikan punggung Myu yang menjauh tanpa ada sedikitpun niatan untuk menghentikan gadis itu dan meminta maaf. Bagi Ten, ia tidak salah. Sekalipun ia ketahuan merokok, ia tidak salah. Yang salah adalah mereka semua, yang salah adalah keadaan. Jadi ketika Myu pergi, yang ia rasakan justru sebuah perasaan tenang dan damai. Dan lagi, tanpa merasa jera, Ten menarik sebatang rokok yang ia selipkan di dalam saku celana meski sudah dalam keadaan reot. Rasa dari pembakaran tembakau dan zat adiktif lainnya begitu nikmat di mulutnya. Asap yang tersulut dari ujung rokok itu menguar di udara dan meracuni ozon. Tapi Ten tetap menikmatinya.

<12PM>


TO BE CONTINUE, AFTER LEBARAN.

Selamat menikmati kisah Ten dan Myu di part pertama. Komen woi, komen! Jangan lupa vote! Astagfirullahaladzim, sabra umi, puasa.

12 PM [TAMAT]Where stories live. Discover now