Marco - 03

30.4K 2K 42
                                    

Sedari tadi Marco hanya memperhatikan ketiga orang bersaudara yang hanya sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Tepat disebelah kanan Marco ada Risa yang sedang duduk menyandar disandaran sofa dan sibuk dengan ponselnya yang Marco yakini sedang berbalas pesan dengan Jovani dan tak ingin diganggu. Dilantai, Riski, kakak kedua Risa yang sedang asik bermain playstation, disamping Riski ada kakak tertua yaitu Rizal yang sibuk dengan pekerjaannya di laptop.

Karena geram Marco memilih untuk pergi ke dapur hanya untuk memakan apapun. Semenjak —rencana—perjodohan Risa dan Marco dua tahun lalu, Marco disuruh untuk menganggap rumah Risa sebagai rumahnya sendiri, begitupun dengan Risa.

"Ris, gak ada makanan?" teriak Marco dari dapur. Ketiga orang yang tengah sibuk pun lansung menoleh kearah dapur. "Laper nih gue!! Masakin dong..."

"Bacot lo ah!" gerutu Risa.

Riski hanya mengedikkan bahu nya acuh, Lalu kembali bermain playstation. Sedangkan Rizal yang lebih tua hanya menggeleng. "Ris, ayo sana masakin makan malam, Kakak juga laper."

Risa mendelik tak suka kepada Rizal, lalu berdiri menuju dapur. Risa memasak sambil sesekali menggerutu kesal, dirinya sedang asik berbalas pesan dengan Jovani namun teriakan Marco merusak segalanya.

Makanan pun jadi, Risa memanggil kedua kakaknya lalu berjalan menuju meja makan dan di ekori oleh Riski dan Rizal. Marco sudah siap di tempat duduknya hanya menyengir kuda saat melihat ketiga bersaudara itu menatapnya.

"Selamat makan!" Ucap Marco riang lalu diselimuti lagi oleh keheningan.

Rumah Risa memang bisa terbilang sepi, hanya berisikan Risa dan kedua kakaknya. Sedangkan, Kedua orang tua Risa sibuk dengan beberapa perusahaan yang —mereka pegang—berada di beberapa kota di Indonesia. Hal itu yang membuat kedua orang tua Risa jarang berada dirumah. Berbeda dengan Risa, rumah Marco malah terbilang ramai karena ia mempunyai dua adik perempuan dan satu kakak perempuan juga, hanya sang Ayah saja yang bekerja sedangkan ibunya hanya berdiam diri dirumah menjaga adik-adiknya.

"Gimana dengan sekolah kalian?" tanya Rizal saat mereka sudah selesai makan.

"B aja." balas Marco ketus kemudian Ia cengengesan karena mendapat tatapan tajam dari Rizal. "Maksudnya baik-baik aja, Ehehehehe..."

Rizal mendengus lalu neralih kepada sang adik, "Kamu Ris?"

"Ris mana dulu nih?" celetuk Riski membuat Rizal memutar bola matanya malas.

"Ya Risa lah. Kalo lo kan gue panggil babu juga jadi."

Riski mendengus, berbeda dengan tiga orang lainnya yang terkekeh.

"Baik kak, cuman si Marco kadang nyusahin aku. Malesin jadinya."

Marco melotot, ia menaruh jari telunjuknya didepan mulut memberi tanda seakan untuk diam. Rizal menatap Marco dalam diam membuat cowok itu mati kutu, pasalnya Rizal mempunyai tatapan yang tajam membuat siapapun takut kalau diperhatikan sama Rizal.

"Karna, Kakak sayang sama risa... malam ini, Riski dan Marco yang cuci piring."

"Loh... kok?" Marco terdiam, Ia tak bisa melakukan apa-apalagi. Dengan patuh cowok itu berdiri lalu memungut piring kotor dan menaruhnya di wastafel khusus untuk mencuci piring. "Riski, bantuin gue!"

"Riski sana bantuin, anggap aja ini hukuman karena Kamu bolos kuliah selama tiga hari berturut-turut."

Mata Riski terbelalak, Ia menatap horor Rizal namun dibalas dengan tatapan santai. Bibir Rizal dan Risa berkedut menahan tawa saat Marco dan Riski mencuci piring.

Risa berdiri lalu mengajak Rizal menuju ruang keluarga, membiarkan kedua manusia rusuh didapur sana. Sampainya di ruang keluarga, Risa lansung memeluk Rizal yang duduk disampingnya. Rizal adalah kakak yang penuh dengan kasih sayang. Karena tuntutan pekerjaan, Rizal dan Risa menjadi jarang bertemu.

"Aku kangen deh Mama dan Papa." gumam Risa.

Rizal mengeratkan pelukannya pada Risa, "kakak juga rindu mereka sayang. Sabar ya, pasti ada waktunya kita sama-sama lagi."

"Tapi kapan, kak..." lirih Risa. Sudah hampir 6 bulan Risa tidak bertemu dengan orang tuanya, bahkan komunikasi pun jarang. Hanya sesekali dalam sebulan, itupun hanya mengetahui keadaan Risa dan yang lain.

"Hanya waktu yang menjawab." Rizal terdiam, lalu ia sempat memikirkan sesuatu. "Dek, kakak tanya dong..."

"Tanya aja kak."

"Kamu mau 'kan terima perjodohan kamu dengan Marco?" tanya Rizal pelan, seakan berbisik. Ia tak ingin Riski atau Marco mendengarkan nya.

Tubuh Risa yang tadinya bersandar pada Rizal menjadi tegak, menatap kakaknya dengan tatapan sendu lalu menggeleng pelan.

"Aku nggak bisa kak, Aku cinta nya sama Jovani."

Rizal tersenyum lalu kembali memeluk Risa, "Adik kakak ini udah tau cinta-cintaan huh?" ia mengacak rambut Risa sambil tertawa pelan, "Coba dulu dek. Buka hati kamu buat Marco, jangan ketus terus sama dia."

Ucapan Rizal hanya dibalas dengan gumaman Risa saja. Hal itu membuat Rizal semakin gemas memeluk Risa menenggelamkan wajah gadis itu di dadanya.

●●

TBC

MARCO [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang