Marco - 01

77.8K 3.3K 105
                                    

Risa berjalan melewati koridor yang tampak sepi. Ia berniat mengambil sesuatu di ruang Osis, namun pada saat melewati lab biologi Risa mendengar suara gaduh dari belakang lab tersebut yang berada di ujung koridor, dengan berani gadis itu mendekati suara gaduh itu.

"Um, Asik banget nih.." ucap Risa tiba-tiba. Risa menyandarkan dirinya ditembok yang berada tepat disampingnya sambil melipat kedua tangannya didepan dada. "Lagi main apasih? Asik banget.."

Sekumpulan Siswa yang sedang bermain uno—milik salah satu dari mereka— menatap Risa sambil cengengesan.

"Eh, ada Risa.. sini gabung, tau main kan?" celetuk salah satu Siswa dengan santai, namanya Marco.

Risa menegakkan badannya, "Ke kelas atau ke ruang BK sekarang, kawan-kawan?"

Empat orang Siswa yang sedang bermain lansung berdiri. Marco mendengus kesal kepada Risa, "Biarin kita main dulu lah, Ris.."

"Kelas atau BK." ujar Risa dengan tegas, ia menatap Marco dengan tajam, sebagai pengingat jika dirinya tak ingin dibantah.

"Oke fine. Kelas sekarang, guys!"

Marco dan kawan-kawannya lansung berjalan dengan gontai ke kelas. Baru saja Risa ingin kembali berjalan, namun mata nya menangkap suatu benda yang membuatnya mengerang frustasi.

Satu bungkus rokok, dan ampas rokok yang bersebaran ditempat tadi Marco dan yang lainnya bermain. Dan tidak lupa dengan permainan uno tersebut.

"Emang ya, Nyusahin mulu tuh anak!" geram Risa, gadis itu melongos tak suka

Risa memanggil OB dan menyuruh OB tersebut untuk tutup mulut, dan OB pun setuju karena Risa akan membelikannya makan siang nanti.

"Kalau aja, bukan anak dari temennya mama.. udah gue cincang abis!!" desis Risa bagaikan ular terhadap mangsanya sambil berjalan menuju ruang Osis.


2 tahun yang lalu

"Maaa, Kita mau kemana sih?"

Risa dan Tania—Mama Risa—sedang duduk didalam mobil yang melaju dijalanan lenggang sore hari menuju pinggiran kota yang terdapat banyak cafe dengan tema bermacam-macam.

"Ke cafe Sunset beach."

"Ngapain emang ma?" tanya Risa begitu penasaran. Soalnya, sepulang dari mendengar kelulusan tadi, Risa lansung ditarik Tania untuk ikut dengannya. Bahkan, Risa belum melakukan perpisahan bersama para sahabatnya semasa SMP.

"Ketemu temen mama." Tania menatap Risa, saat lampu merah. "Jangan buat ulah, ada calon kamu disana."

Risa medelik. "Aku masih 15 tahun ma...Jangan  jodohin aku dulu."

"Yah, kan nanti! Sekarang kamu kenalan dulu sama dia, kalau udah lulus sekolah baru kita bahas lagi." titah Tania dengan tegas.

Risa hanya terdiam tidak ingin memperkeruh keadaan yang sepertinya mulai memanas.

Sesampainya ditempat tujuan, Risa dan Tania lansung berjalan menuju rooftop cafe. Cafe ini memang terkenal karena pemandangan yang indah saat melihat matahari terbenam.

"Halo jeng.. duh, maaf yah telat.. nih, soalnya dari sekolahnya si Risa. Hari ini kan dengar kelulusan.." ujar Tania setelah sampai di salah satu meja—yang telah disediakan—yang diduduki oleh kenalannya itu.

Seorang wanita seumuran Tania berdiri lalu tersenyum. "Its okay. Aku sama Marco juga baru sampai kok.. "

"Marco, Kenalan dulu dong sama Risa.." ucap Sherly, Ibunda Marco.

Marco tersenyum lalu mengulurkan tangan nya kepada Risa. "Marco diaz, Bercita-cita menjadi seorang skater handal." Ucapnya sambil tersenyum bangga.

"Risa Pratiwi, Panggil Risa saja."

Marco mengangguk. "oke cantik,"

Risa hanya mendengus lalu membuang wajahnya, Ia lebih tertarik dengan pemandangan langit saat sore hari. Dari pada mendengar pembicaraan membosankan dari kedua Wanita yang terlihat heboh ini.

--

Risa mendesah pelan, Semenjak perkenalannya dengan Marco. Entah kenapa, cowok itu menjadi selalu ada disekitarnya. Bahkan, entah takdir atau memang sudah direncanakan. Risa dan Marco masuk ke SMA yang sama, dan parahnya, Dari kelas X sampai sekarang kelas XI mereka selalu saja sekelas.

Ting!

Ponsel Riaa berbunyi, satu pesan masuk dari Jovani Pattison—pacarnya. Sebuah senyum merekah diwajah Risa, saat melihat pesan tersebut.

Jovani : pulang sekolah aku jemput ya?

Dengan lincah, jari Risa menari diatas layar ponsel sambil tersenyum malu-malu.

Risa : Oke.

Risa : emang kamu lagi nggak ada latihan begitu?

Jovani : iya.. nggak ada kok.

Baru saja Risa ingin membalas pesan Jovani, namun bunyi suara pintu ditendang dengan kasar membuat Risa terkejut bukan main. Pintu tersebut terbuka, menunjukan siapa pelakunya. Siapa lagi kalau bukan Marco Diaz, cowok ternyebelin versi kamus kehidupan Risa.

"Ngapain lo?"

Marco mendekat kearah Risa, "Ibu Sri panggil lo, makanya gue disuruh cariin lo." kata Marco sambil menganggkat bahunya acuh.

Risa mendelik tak percaya.

"Nggak percayaan amat sih. Eh iya, Ntar pulang bareng yuk.. Temanin gue beli papan skate yang baru."

"Nggak bisa. Gue pulang sama Jo.."

Marco menatap Risa, lalu mengangguk pelan. "Okay," lalu Marco menunjuk Risa, "Jangan lupa. Ibu sri panggil, Oh iya, kalau ibu Sri nyariin gue, bilang gue sakit aja makanya lansung ke uks. Oke?"

Sebelum mendengar jawaban dari Risa—yang pastinya akan marah-marah karena terlalu sering bolos—pintu ruang osis tertutup begitu saja bersamaan dengan hilangnya Marco dari balik pintu tersebut. Dan helaan nafas panjang dari Risa terdengar dengan jelas.

●●

TBC

MARCO [SUDAH TERBIT]Where stories live. Discover now