Part 29

25.3K 1.4K 43
                                    

Petang itu beranjak mendung. Langit menutupi bumi dengan kabut hitamnya serta petir yang seakan siap menyerang. Seharian, David tidak makan dan tidak minum. Bahkan ia tidak duduk meskipun kakinya terasa lelah. Ia tetap dengan keyakinan bahwa Laura akan menemuinya.

Doria yang melihat, berinisiatif membawakan kue serta teh untuk David namun lelaki itu menolak. Biarlah, jika memang ini hukuman untuknya dari Laura, akan senang hati ia menerima hukuman itu asalkan Laura mau menemuinya.

Marilyn tampak cemas di ruang tamu, mondar-mandir dengan gelisah sedangkan Robert yang sedang membaca majalah bisnis langsung menghentikan aktifitasnya.

"Bisakah kau berhenti, Sayang? Kau membuatku tidak tenang." Ujar Robert menurunkan kacamata bacanya.

Marilyn duduk disamping Robert, "Diluar sepertinya akan turun hujan, dan anak itu masih disana. Dia belum makan dan minum, bagaimana jika ia sakit? Demi Tuhan Robert, dia anak temanmu." Pekik Marry berteriak. Ia memegang dahinya, merasa pusing.

"Biarkan saja. Dia seorang lelaki, memang sudah sepantasnya seorang lelaki mempertanggung jawabkan perbuatannya."

"Aku tidak tahu harus bagaimana lagi membujuk Laura untuk mau menemui David walau sebentar. Bisakah kau bicara dengannya?" ucap Marilyn memohon. Ia tidak ingin seseorang mati di depan rumahnya yang itu akan membuatnya resah semalaman.

Hujan sudah mulai turun membasahi bumi. Bunyi gemuruh petir itu mengikuti suara hujan yang datang. Robert berdeham dan bangun dari tempat duduknya.

"Aku akan coba bicara padanya."

Marilyn menunggu dibawah dengan gelisah, ia berjalan keluar pintu dengan menggunakan payung, "Nak, masuklah. Kau bisa sakit dan aku tidak tahu apa yang akan kukatakan pada orang tuamu nanti." Teriak Marilyn diseberang.

David menunduk, menikmati air hujan yang membuatnya merasa sedikit rileks atas ketegangan seharian ini.

"Tidak apa, Mrs. Darnell. Saya sudah berjanji akan menunggu Laura sampai ia mau menemui saya."

"Tapi kalau kau sakit, orang tuamu akan khawatir." Marilyn mencoba membujuk David namun David tetap kekeuh dengan pendiriannya.

"Bagaimana, Nyonya?" tanya Doria saat Marilyn masuk ke dalam rumah.

Marilyn menggeleng lemah, dan Doria pun ikut cemas dibuatnya.

Robert mengetuk pelan kamar putrinya lalu membukanya perlahan, "Boleh Ayah masuk, Sayang?"

Laura yang kala itu sedang berdiam diri dikamar sembari memeluk bantalnya, langsung duduk dan memaksakan senyum pada Robert, "Masuklah." Ucapnya.

Robert duduk di pinggir ranjang Laura dan menjangkau tangan putrinya, "Kudengar ada orang gila berada di depan rumah kita." Canda Robert.

"Orang gila?" tanya Laura polos.

"Ya, orang gila yang katanya ingin bertemu denganmu."

Laura menyadarinya dan tersenyum, "Oh." Ucapnya singkat.

Robert tersenyum tulus, mengulurkan tangannya untuk memeluk Laura dan disambut hangat oleh wanita itu.

"Kau sangat menyukainya, ya?" tanya Robert sembari mengelus rambut Laura dengan tangan besarnya.

Laura tidak menjawab, ia hanya memejamkan matanya dan menahan air mata yang akan jatuh tumpah.

Ia sadar betul kondisi David di luar sana, ia bahkan tidak tega membuatnya seharian menderita seperti itu. Namun, Laura juga tak bisa mengesampingkan egonya yang besar.

"Setiap orang patut mendapatkan kesempatan kedua, Sayang. Jika ini caramu, kau hanya akan menyakiti kalian berdua."

Laura menatap ayahnya dengan sedih, memang ada benarnya apa yang dikatakan Robert, tapi semua orang tidak tahu bagaimana hancurnya perasaan Laura saat ini. Mereka hanya bisa melihat David dan kasihana padanya tanpa bertanya dulu bagaimana perasaan ia ketika melihat lelaki yang dicintai bercumbu dengan mantan tunangannya.

Obsessed (COMPLETED)Where stories live. Discover now