Wajah Naomi mendongak. "Asal kalian tau, ya, Ken itu nggak pernah peduli sama gue. Gue nggak dianggap sama dia, sedih hayati," curhatnya dengan lebay.

"Siapa yang nggak peduli?"

Suara seseorang dari belakang menyahut membuat Naomi menoleh dan tersentak kaget saat ia melihat pacarnya kini duduk di kursi kosong samping Naomi.

Ken menatap Naomi dengan tatapan tajamnya yang selalu ia tunjukkan kepada semua orang. Ketus, galak, pemaksa, dingin, dan sangat irit berbicara. Tetapi anehnya, banyak sekali kaum hawa yang menyukainya. Karena mungkin Ken memiliki wajah tampan, alis tebal, hidung mancung, rahang yang kokoh tegap, tubuh tinggi atletis, dan rambut hitamnya yang selalu berantakan membuat kesan 'bad' itu justru membuat dirinya semakin mempesona.

Mata Naomi mengerjap beberapa kali. Bagaimana bisa, ia ketahuan sedang membicarakan pacarnya itu. Habislah Naomi. Untung saja di kantin sepi karena sudah pulang sekolah, hanya menyisakan siswa siswi yang ingin membeli camilan atau air mineral, ada juga yang sedang mengerjakan tugas di meja kantin.

Naomi menelan salivanya dengan susah payah dan berusaha untuk tenang. "Eh, pacar." ujarnya tersenyum menampilkan deretan giginya.

Ken menatap cewek di sampingnya itu dengan wajah datar tanpa ekspresi. Reina dan Oki yang melihatnya menahan tawanya. Bagaimana tidak? Naomi yang keceplosan membuka aib kekasihnya itu kini sudah tertangkap. Memang seperti itu ya jika ketahuan sama pacar, sudah seperti phobia saja.

"Lo ngapain di sini?" tanya Naomi menyimpan ponselnya ke dalam tas.

Ken mengangkat sebelah alisnya, "Apa?"

Naomi menghela napas gusar. Memang berbicara dengan Ken butuh tenaga dan kesabaran ekstra. "Lo mau ngapain di sini?"

"Beli minum."

"Belum pulang?"

Pertanyaan retorik, sudah tahu jawabannya tapi masih ditanyakan juga. Naomi merutuki kebodohannya. Seharusnya, Naomi tidak menanyakan itu, karena memang pada kenyataannya Ken ada di hadapannya dan belum pulang.

Ken tidak menggubris pertanyaan Naomi, ia sibuk memainkan game di ponselnya. Kesal, Naomi mencebikkan bibirnya. Meski sudah terbiasa dengan sikap Ken yang seperti itu, tetap saja rasanya menjengkelkan.

"Lo udah makan?"

"Udah," jawab Ken masih sibuk dengan ponselnya.

"Nom, gue sama Oki pulang duluan ya, kambing congek, nih," pamit Reina terkekeh.

Naomi tersenyum menampilkan deretan gigi putihnya. "Sorry,"

"Iya deh. Kita duluan, ya, Nom." timpal Oki berdiri dari kursinya.

"Ken, kita duluan!" pamit Reina dan Oki kepada Ken yang masih sibuk memainkan ponselnya, dan hanya mendapat anggukan dari Ken.

"Chat gue kenapa nggak dibales?" tanya Naomi memicingkan matanya menatap Ken. Seolah dirinya benar-benar sedang menginterogasi pacarnya.

Tidak ada respons, Ken masih asyik dengan ponsel di tangannya.

"Ngomong kek, jawab kek, apa kek, nggak ada basa-basinya banget!"

Ken mendongak menatap Naomi tajam. Mengangkat sebelah alisnya seolah bertanya apa.

"Ih!" Naomi mengerucutkan bibirnya kesal. "Gue sebel sama lo! Gue ngomong nggak pernah didenger," keluh Naomi bersedekap di atas meja.

"Apa?"

"Kenapa lo nggak bales chat gue?!"

"Lupa,"

What the hell?

"LUPA?!" suara Naomi naik satu oktaf. "Lo bilang lupa? Lo udah lupa sama gue?!" sentak Naomi berdiri dari kursinya.

"Duduk!" titah Ken menyuruh Naomi untuk kembali duduk di kursinya dengan tatapan matanya.

Dengan terpaksa Naomi menuruti perintah Ken yang menyuruhnya untuk duduk kembali. Ia berusaha meredam emosinya. Ken melihat ke arah Naomi yang sedang merajuk. Ken mengacak pelan puncak kepala Naomi membuat cewek itu terdiam. Jantungnya berdesir hebat saat gerakan tangan Ken mengacak lembut puncak kepalanya.

"Jangan marah,"

Naomi tersenyum dan mengangguk. Hatinya sedikit tenang melupakan emosinya. Ken selalu bisa membuat dirinya hanyut dan luluh meskipun hanya perlakuan sederhana.

Naomi mengetukkan jari tangannya ke atas meja, merasa bosan setelah kedua sahabatnya pamit untuk pulang. Dan Ken kembali asyik bermain game di ponselnya, mengacuhkan Naomi.

"Ken! Antar gue pulang, ya?"

Tidak ada respons, lagi-lagi membuat Naomi mendengus sebal. "KEN!"

"Apa, sih?"

"Anterin gue pulang, ya?"

"Pulang aja sendiri,"

"Ih, lo kok gitu?! Gue takut, udah sore, Ken."

"Jangan manja,"

Kini Naomi hanya bisa pasrah, dia menghela napasnya gusar dan menyeruput jus jeruk di hadapannya. Baru saja Ken berbuat manis kepadanya, sekarang malah kembali dengan sikapnya yang ketus.

"Lo tadi ngomongin gue?" tanya Ken seraya menyimpan ponselnya di atas meja.

Mampus.

"Hah ... siapa juga yang ngomongin lo!"

"Lo bilang, gue nggak peduli sama lo?" kata Ken dengan nada serius dan menatap tajam Naomi.

Naomi semakin gelagapan, ia menarik napasnya dalam dan berusaha untuk tidak gugup dihadapan Ken. "Emang iya kan, lo nggak peduli sama gue?" bukannya menjawab, Naomi malah balik bertanya.

"Emang lo tau isi hati gue?" tantang Ken menaikkan sebelah alisnya.

"Tau! Buktinya, lo aja gak pernah nganter gue pulang ke rumah," cetus Naomi masih berusaha menstabilkan detak jantungnya.

"Mau banget dianter pulang?"

Mata Naomi berbinar, akhirnya Ken peka juga. "MAUUU!" pekik Naomi girang.

"Kan ada angkot,"

Mendengar itu hati Naomi seperti yoyo. Ditarik ke atas, lalu dilempar ke bawah. Sungguh menyakitkan, dibawa terbang tinggi lalu dihempaskan ke dalam jurang, sungguh menyakitkan.

"Percuma punya pacar, kalau lo aja nggak pernah peduli sama gue!" kata Naomi menundukan kepalanya.

Ken mengangkat sebelah alisnya, "Kalo gue nggak peduli, gue gak akan jadiin lo pacar,"

"Masa?!" Naomi tersenyum sinis menatap Ken.

"Iya,"

Usai mengatakan itu, Ken berdiri dari kursinya dan meninggalkan Naomi tanpa sepatah kata. Wajah Naomi memerah menahan kesal, ingin sekali ia meninju wajah Ken sekarang juga.

***

Note:

Terimakasih sudah membaca. Big love guys!

Salam bahagia,
Wyffa

Stay with MeDonde viven las historias. Descúbrelo ahora