Tanpa sadar air mataku mengalir, ini semua terasa sangat berat bagiku. Mulai dari kejadian malam itu, aku masih mengingat rasa sakit yang kurasakan. Desahan menjijikkan cowok itu, belaian kurang ajarnya pada seluruh tubuhku, dan bisikannya di telingaku.

Seandainya hari itu salah satu teman Farel tidak mendobrak pintu dan Gio tidak menolong serta mengantarkanku pulang, apakah cowok brengsek itu akan terus memperkosaku?

Kini aku hamil. Kehamilan yang benar-benar tidak aku harapkan. Kehamilan yang menghancurkan semua mimpi-mimpiku bersama Aldo. Sekarang Aldo seperti menjauhiku.

Di sisi lain, kini intensitas muntahku makin meningkat, aku tak sanggup jika harus menghadapi ini sendiri, tanpa Aldo. Aku merasa beban ini terlalu pedih. Mengapa aku harus hamil? Mengapa harus ... aku?

Betapa lengkapnya penderitaan ini.

Author POV

"Beby ...."

Seseorang membuyarkan lamunan gadis yang tengah menatap ke arah jendela kamarnya yang terbuka. Tanpa menoleh pun Beby sudah tahu siapa pemilik suara tersebut.

Beby benar-benar tidak mengerti mengapa Bunda tega membiarkan Farel terus-terusan memohon kepadanya. Bunda bahkan telah memberi sebuah kunci cadangan rumah sehingga cowok itu bisa seenaknya saja keluar masuk rumahnya. Tidakkah bundanya sadar bahwa cowok itulah yang telah menghancurkan hidup anaknya?

Sial, Beby baru ingat bahwa ia lupa mengunci pintu kamar!

"Pergi dari hadapan gue. Sekarang!" usir Beby saat mendengar Farel mendekat. Ia benar-benar tidak mau melihat wajah Farel lagi.

"Beby aku datang buat ngajak kamu menikah. Ingat, kamu tidak bisa menghidupi dia sendirian, dia butuh ayah."

"Oh ya? Kalau gitu begitu anak ini lahir bakal langsung gue bunuh!" balas Beby ketus, ia sungguh muak mendengar ocehan Farel. Dan ... oh ya, sejak kapan cowok itu merubah panggilan mereka menjadi aku-kamu dan belajar bahasa baku?

Baiklah. Farel akan memberikan Beby waktu sedikit lagi untuk memikirkan semuanya. "Oke. Aku akan pergi. Tapi jangan lupakan fakta bahwa anak itu butuh seorang ayah. Ini nomor HP-ku, hubungi aku kalo kamu berubah pikiran."

Farel meletakkan sebuah kertas berisi deretan nomor teleponnya di atas meja rias. Beby terdiam menahan amarah di hatinya. Berani sekali cowok itu berbicara begitu kepadanya!

"Aku dengar kamu ambil cuti kuliah untuk dua semester. Kenapa?"

Beby mengeram. Ingin sekali ia melempar kepala pria itu dengan vas bunga. Pertanyaan bodoh macam apa itu?

"Lo udah bikin perut gue bengkak gini dan masih nanya kenapa?! Sekarang juga pergi dari rumah gue! Jangan mentang-mentang Bunda gue udah ngasih lo kunci rumah, terus lo bisa seenaknya aja masuk ke kamar gue! Ngerti lo, Njing!"

Hati Farel begitu pedih mendengar ucapan kasar Beby. Lo emang pantas dihina dan dimaki gadis itu, Rel. Bahkan itu belum cukup buat ngebayar apa yang lo lakuin ke Beby. Batin Farel.

"Aku pulang dulu. Ingat Beb. Hubungi aku kalau kamu udah berubah pikiran. Satu hal lagi, aku juga ngambil cuti kayak kamu."

"Gak konsisten banget sih! Kemaren manggil lo-gue, sekarang aku-kamu. Ngomong pake bahasa gaul sama bahasa baku dicampur-campur!" gerutu Beby pelan namun terdengar oleh Farel. Cowok bermata hazel itu tersenyum saat mendengarnya.

"Aku pake panggilan aku-kamu karena aku berusaha untuk menghormati kamu. Aku benar-benar menyesal Beb. Aku juga lagi belajar pake bahasa baku biar kelihatan sopan di depan camer."

Dont Touch Me! Where stories live. Discover now