Kepingan Hati Satu

712 26 2
                                    

Surat Untuk Niya

Kepada Niya,

Surat ini datang bersama kepingan rindu yang retak. Apakah aku masih boleh merindukanmu jika rindumu sendiri kurasa kini milik orang lain? Percayalah Niya, aku selalu berharap ini prasangkaku saja karena sejujurnya aku tidak pernah rela walau kau hanya sebatas memikirkan pria lain yang bukan aku.

Niya, kau sempurna ada di setiap malam yang senyap. Di derai angin yang dingin, di altar taman kota hingga tempias yang memeluk lampu jalan selepas hujan. Kau juga ada di ruang-ruang sepi di antara gedung pertokoan, juga pada kursi kosong di bioskop. Kau selalu kubawa di kepala, lalu kupaksakan engkau menjadi halusinasi agar aku bisa selalu melihat pendar matamu yang teraba ingatanku. Bagiku kau ketiadaan yang ada, ilusional yang nyata hingga seperti menjelma angin yang kugenggam.

Semua yang ada pada diriku kini telah tertuju kepadamu, dalam analogi lain, kau serupa bandara tempat aku yang menjadi pesawat untuk singgah, hingga rusak, hingga tak dapat terbang, dan menjadi musium di dadamu.

Kadang kala aku seperti bunga anyelir berwarna putih yang tumbuh di pekarangan rumahmu. Kau tahu makna bunga nyelir putih? Bunga itu adalah simbol cinta yang murni, seperti cinta yang tertuju kepadamu, pun memiliki makna perasaan tak bersalah, aku tak pernah merasa bersalah mencintaimu, bahkan bila kau menganggap aku salah mencintaimu, bagiku cintaku adalah kebenaranku yang tak pernah berhak kau persalahkan. Makna lain dari bunga itu ialah cinta yang menggebu, mungkin suatu saat kau harus menempelkan telingamu di dadaku agar kau dapat merasakan detak jantungku yang tak pernah normal jika kau ada di dekatku, aku menginginkan berada sangat dekat denganmu, bahkan lebih dekat dari kecupan ibumu pada keningmu. Pada intinya aku rela tumbuh di halaman rumahmu, walau aku harus jauh berada dari tempat asalku, Mediterania.

***

Niya, kini tidak ada lagi suratku yang kau balas. Apakah kau tidak pernah membuka kotak pos di rumahmu? Atau kau hanya menganggap surat-suratku bab demi bab novel yang telah bosan kau baca? Harus sejauh apalagi aku menerka tentangmu?

Niya rindu di musim penghujan ini serupa demam yang membuatku mengigil, sama seperti surat-suratku di kotak posmu yang diguguri pecahan hujan, dan mereka ingin kau baca.

Aku dan Cerita Patah HatiWhere stories live. Discover now