"Lo bisa 'kan nolongin gue nganter tas gue ke UKS? Pas udah pulang aja. Tolong temenin gue ke UKS dulu Ri,"

Mereka segera menuju ke UKS. Beby membaringkan tubuhnya di salah satu kasur, memijit keningnya.

"Gue ke kelas dulu ya! Nanti gue anterin tas lo. Lo ... gapapa kan?" ujar Ria. Tampak jelas di matanya bahwa ia prihatin dengan keadaan Beby. Gadis itu mengelus tangan Beby, lalu beranjak meninggalkan ruangan itu setelah Beby mengangguk kepadanya

Setiba di kelas, Ria terkejut ketika melihat tas Beby menghilang, begitu juga dengan pria yang tadi duduk di bangku tersebut.

Beby memeramkan mata, tangannya masih memijit kening, berusaha mengusir pusing yang tak kunjung hilang. Tanpa ia sadari seseorang telah masuk ke ruangan UKS dan mengunci pintu. Ia menyentuh tangan Beby.

"Lo balik lagi Ri? Bukannya lo harus ngampus?"

"Ini aku."

Beby terperajat dan segera menarik tangannya. Tanpa menunggu lama ia duduk dan berniat turun dari kasur.

"Tunggu Beb, aku gak bakal ngapa-ngapain kamu. Rebahan lagi, kamu masih sakit."

Beby tak menjawab, ia duduk di sisi kasur seraya menatap tajam Farel.

"Lo mau apa lagi hah? Mau merkosa gue lagi?" tanya Beby sarkas. Farel tertunduk.

"Please Beb, dengerin aku dulu. Aku benar-benar tidak bermaksud melakukan itu. Aku...,"

"Aku ... aku! Sejak kapan Lo manggil diri lo sendiri dengan panggilan aku hah?" potong Beby tajam.

"Oke! Gue minta maaf Beb. Please."

"Kalo lo minta maaf cuma buat diri lo sendiri biar gak gue penjarain, lo salah langkah Rel. Gua gak bakal menjarain lo, gue cuma mau lo menghilang dari hidup gue! Sekarang, lo yang pergi dari ruangan ini atau gue?"

Farel kembali tertunduk. Ia meletakkan tas Beby di atas kasur lalu beranjak dari sana.

Beby menahan nafas, berusaha menyembunyikan air mata yang hampir keluar dari matanya.

Lo dimana Aldo? Gue butuh lo.

***
Hasil tes pack yang di belinya menunjukkan dua garis merah. Beby merasa seperti sebuah palu besar menghantam kepalanya, hatinya sangat sakit dan perih. Mata gadis itu berkunang-kunang dan ia tak tau lagi apa yang terjadi selanjutnya. Pingsan!

Sebagai seorang Bunda, tentu saja Bu Dee sangat terpukul dengan kenyataan pahit yang harus ditanggung anaknya. Ia hanya seorang wanita yang lemah, namun Beby lebih membutuhkannya. Ia tidak boleh lebih lemah dari anaknya tersebut.

Masih diingatnya ketika anak bernama Farel itu bersujud dan menangis di kakinya. Dan Bu Dee melihat ketulusan di wajah anak itu. Meskipun ia ingin sekali membunuh anak itu, namun Farel harus mempertanggung jawabkan perbuatannya. Memenjarakan Farel bukanlah solusi terbaik saat ini.

Farel harus menikahi Beby. Itulah jalan terbaik yang bisa diambil Bu Dee. Setelah memastikan Beby sudah bangun dari pingsannya, sang Bunda segera mencari kertas berisi deretan angka yang sempat dibuangnya di halaman rumah.

"Halo."

***
"kau lihat ... kini gadis itu hamil oleh ulah setan yang merasuki tubuhmu, Kau harus segera bertanggung jawab!" pekik Pak Genta menggelegar. Ia sangat kecewa dengan anak semata wayangnya tersebut. Mungkin ini juga akibat pengaruh darinya.

Ia berselingkuh dengan wanita lain sehingga ibu Farel memutuskan untuk pergi dari rumah, sikap buruk ayahnya ternyata menurun ke anaknya. Farel!

Namun Farel malah tersenyum, ia senang karena tahu Beby hamil. Akhirnya ia menemukan jalan untuk bertanggung jawab kepada teman sekelasnya tersebut.

***
Gue terima lo dan tetap mencintai lo, Beby. Gue berusaha.

Beby menangis gembira membaca BBM dari Aldo, pacarnya yang berada jauh berkilo-kilo meter darinya. Sangat jauh.

Ia tak menyangka Aldo masih mau mencintainya, secara kini ia sudah tak lagi gadis karena ... akh. Ia kembali teringat makhluk kecil di perutnya.

Ingin sekali Beby mencabik cabik perutnya dengan pisau, namun ia tahu, hal itu hanya akan menambah dosanya. ia tak tau harus bagaimana. Ingin rasanya ia mengakhiri hidupnya sendiri.

"Sayang ...," Bundanya datang mengelus rambutnya. Bu Dee memang bijak, ia tak marah pada Beby, justru berusaha menguatkan gadis tersebut.

"Tadi Farel datang pas kamu tidur. Dia minta izin ibu buat menikahimu, " ujar ibunya pelan, berharap Beby tidak histeris lagi.

Beby menggeleng. "Maaf Bun, sampai mati pun Beby nggak mau menikah dengan cowok busuk itu!"

"Tapi Nak, ingat dengan janin di perutmu, bagaimana jika ia lahir nanti, ia bisa disebut anak haram."

"Dia memang anak haram Bun, dia anak setan!" teriak Beby mulai histeris. Ia masih tak terima kini harus berbadan dua, padahal ia sangat ingin mewujudkan cita-citanya untuk kuliah S2 di Prancis bersama Aldo, namun semua hancur karena bayi ini.

"Nak, dia tidak bersalah, dia hanya janin yang tak berdosa."

"Dia salah bun, dia sudah merusak hidup Beby!" teriak Beby lagi, kini air mata mulai menggenangi pipinya.

***
"Lo!" teriak Beby saat melihat Farel tengah berbaring di sofa rumahnya.

"Beby," ujar Farel gembira, ia mendekati Beby, bermaksud untuk mengelus perut Beby, mengelus buah hatinya.

Sebuah tamparan melayang di pipi Farel, tentu saja dilayangkan oleh Beby.

"Jangan pernah coba-coba sentuh gue lagi!"

"Menikahlah denganku Beb," pinta Farel,

Beby mencibir. "Jangan harap, cepat keluar dari rumah gue sekarang!!! Kalo gak gue bakal manggil satpam nih! Kenapa sih Bunda pake ngebiarin orang ini masuk rumah!"

"Beby, please. Anak kita perlu kita sebagai ayah dan ibunya."

"Anak kita? Cuih! Ini anak lo ... anak setan yang lo tanam di rahim gue, sekarang cepat lo enyah dari hadapan gue, sekarang!"

"Beby ... please, kita mulai semua dari awal, dengan cinta."

Beby tergelak.

"Cinta? Apa lo pikir gue masih punya cinta? Lo udah membuat cinta mati dari hidup gue, gue benci cinta, gue benci! Sekarang tolong keluar, pintu keluar di sebelah sana!"

Dengan lesu Farel keluar dari rumah tersebut, ia tampak kecewa dengan penolakan Beby yang ke sekian kalinya.

"Masih ada kesempatan!" ujarnya seraya tersenyum. Ia meninggalkan rumah gadis tersebut.

Dont Touch Me! Where stories live. Discover now