Ayas pov
Seharian aku menghubungi Reyana tapi tidak membuahkan hasil. Whatsapp dan telpon dariku tidak ada satupun yang ia respon. Kemana dia?! Aku mengunjungi rumahnya setelah pulang dari kantor tetapi kosong. Kemana semua keluarganya? Ya Tuhan aku bisa2 gila jika tidak ada kabar darinya! Bahkan hari mulai gelap tidak ada tanda2 keberadaannya. Aku mengerang frustasi. Dimana kamu Rey?
Aku mencoba menelponnya sekali lagi dan yap! Finally dia menjawabnya!
"...",
Dapat ku dengar suaranya yang amat ku rindukan sedari tadi tadi.
"Ya Tuhan, kamu kemana saja Rey?? Aku seharian berusaha menghubungimu tapi tidak ada respon sama sekali! Rumahmu juga kosong, aku khawatir dari tadi! Dimana kamu sekarang???",
Tanpa basa-basi aku memberondongnya dengan pertanyaan dan kekhawatiranku.
"...",
Dan jawabannya membuatku tercekat. Tidak, lebih tepatnya emosiku membuncah.
"A Apa?! Aku akan menyusulmu! Kirimkan lokasinya!",
"...",
Aku menghela napas kasar dan menjambaki rambutku. Ah sialan lelaki itu! Awas saja kalau ketemu!
"Baiklah, benjanjilah untuk terus menghubungiku. Apapun yang terjadi kau harus menghubungiku! Dan kabari aku jika sudah perjalanan pulang",
"...",
"Take care",
"...",
Klik!
Sambungan telpon terputus. Apa lelaki itu masih belum puas melukainya? Apa yang dia inginkan jika hanya menyia-nyiakan Reyana seperti itu? Ah Reyana! Apakah dia masih mencintainya? Dadaku terasa sesak menyadari kenyataan yang sengaja ku butakan, Reyana masih memperdulikan lelaki itu. Di satu sisi aku sadar, Reyana mungkin tidak akan merasakan hal yang sama sepertiku. Tapi aku tidak akan menyerah begitu saja, aku harus mendapatkan hatinya!
Namun, semua perkataan papa kembali ke dalam pikiranku. Aku harus bisa memperjuangkan Reyana. Toh papa dan mama sudah bersahabat dengan orang tua Reyana, pasti papa setuju aku memilihnya.
Tapi, bukankah aku masih belum mengatakan perasaanku pada Reyana? Bagaimana jika dia menolak? Bagaimana jika dia hanya menganggapku sebagai sahabat? Oh ya Tuhan kepalaku terasa sangat pening saat ini.
Author pov
"Tidak bisakah kita menginap? Aku sangat capek, Rey. Perjalanannya sangat jauh ini sudah malam", Farrel menggerutu ketika Reyana meminta pulang saat ditengah perjalanan mereka menuju penginapan terdekat.
"Sudah tau perjalanannya jauh masih nekat aja bawa aku kesini. Pokoknya pulang! Atau aku akan pulang sendiri!",
"Semalam ini aja Rey menginapnya, nanti kalau aku tidak konsen menyetir karena mengantuk bisa lebih bahaya. Lagian aku akan pesan kamar sendiri2 nanti",
"No Farrel! Aku mau pulang! Ayas mencemaskanku dari tadi!",
Farrel menepikan mobilnya dan mengerem tiba2. Sehingga membuat Reyana terlonjak dan hampir saja kepalanya terbentur dashboard mobil.
"Jangan gila Farrel!",
Farrel menghembuskan napasnya kasar dan membalikkan badannya menghadap Reyana dengan menatapnya tajam.
"Bisakah kamu tidak menyebut namanya sekali saja saat bersamaku?",
Reyana mengerutkan keningnya dan membalas tatapan tajam Farrel.
"Kamu cemburu?",
Lagi2 Farrel menghembuskan napasnya kasar dengan menutup matanya sebentar dan membukanya kembali menatap manik mata Reyana yang tak henti menatapnya seraya menunggu jawaban dari Farrel.
Iya aku cemburu!
"Hah, buat apa aku cemburu! Tidak ada gunanya. Aku hanya tidak suka kau menyebut namanya",
"Baiklah, kalau kamu tidak bisa mengantarku pulang, aku akan menelpon Ayas agar menjemputku. Biar aku pulang saja dengannya dan sekalian saja menginap di apartemennya! Toh orangtuaku masih di luar kota",
Reyana bersiap mendial nomor Ayas namun Farrel sudah terlebih dulu merebut ponselnya.
"Tidak! Kamu pulang bersamaku! Sekarang juga kita pulang! Puas kau princess?",
"Ya, sangat puas!",
Reyana tersenyum sinis pada Farrel. Padahal ia hanya menggodanya, dan ternyata Farrel terlihat sangat geram dan menahan marah.
Baru saja tadi sore mereka menikmati suasana romantis, sekarang sudah perang mulut seperti ini. Dan bisa di tebak Farrel lah yang selalu kalah. Tidak, Farrel hanya mengalah.
Farrel menjalankan mobilnya dengan kecepatan sedang meskipun ia lelah ia tetap harus stabil saat menyetir dan perjalanan mereka masih sangat jauh. Di dalam mobil mereka hanya terdiam bak 2 patung yang di angkut dalam mobil. Reyana yang sibuk dengan lamunannya, dan Farrel yang konsen dengan menyetirnya.
"Rel",
"Rey",
Ucap mereka secara bersamaan memecah sunyi yang sedari tadi meliputi mereka.
"Kamu duluan", Reyana menyuruh Farrel berbicara terlebih dahulu. Keduanya sangat mengerti bahwa ini saatnya mereka membicarakan mau di bawa kemana hubungan mereka.
"Ladies first, Rey",
Reyana menghembuskan napasnya pelan dan memulai berbicara.
"Baiklah",
"Aku lelah, Rel. Aku hanya wanita biasa yang kodratnya diperjuangkan, dicintai. Bukan malah sebaliknya. Aku sadar siapa diriku, apa saja kekuranganku. Aku tau tidak seharusnya bertahan sejauh ini denganmu. Lelaki yang sudah jelas tidak mencintaiku. Bahkan kata orang cinta ada karna terbiasa, sangat tidak berpengaruh pada kita. Ah bukan kita, tapi kamu. Aku memang wanita bodoh yang masih saja berdiri tegap disisimu walau ku tau kau tak pernah ada disisiku. Sekali pun. Bahkan, kau tidak pernah mengucapkan selamat saat ulang tahunku selama kita bersama. Tolong mulai saat ini, jangan pernah menggangguku lagi. Kau bisa cari wanita yang bisa membuatmu jatuh cinta, jangan pernah mencariku lagi. Karna sudah saatnya aku pergi dari sisimu",
Penjelasan panjang akan perasaan Reyana membuat hati Farrel tersayat. Sejahat itu kah dirinya? Bahkan mengakui bahwa ia sangat menyayangi Reyana saja tidak mampu. Dan lagi, bukan ia tidak mau memberi ucapan selamat saat ulang tahun pada Reyana, ia hanya gengsi jika mengatakannya. Dan kini, wanita itu menyerah berada disisinya, menyerah atas perasaan yang ia pikul sendiri. Dan lagi2 Farrel menepikan mobilnya. Ia tidak sanggup menahan hatinya yang terluka. Inikah rasanya saat patah hati? Sesakit inikah yang dirasakan Reyana saat bersama dirinya? Pikirannya penuh dengan pertanyaan2 yang tak mampu ia jawab sendiri.
Farrel menundukkan wajahnya, ia bingung harus berbuat apa bahkan lidahnya terasa kelu.
"Aku tau, selama ini aku lah yang salah sudah menyia2kanmu sampai kau lelah seperti ini. Bahkan kesempatan darimu tidak akan bisa kudapat lagi. Tapi tolong jangan pergi, jangan menyuruhku menjauh. Aku sudah terbiasa denganmu disisiku. Tidak bisa ku bayangkan jika tidak ada kamu", Farrel mengucapkannya dengan tubuh bergetar. Sakit. Sangat sakit yang kini ia rasakan.
"Kamu hanya harus terbiasa tanpa aku, Rel. Buka lembar barumu, aku pun juga begitu. Aku hanya ingin kamu bahagia dengan wanita yg kamu cintai. Bukan malah merasa terbebani dengan kehadiranku",
Aku tidak terbebani sama sekali! Tidak!
"Baik, aku tidak akan menahanmu lagi. Rasanya percuma menahan orang yang tidak akan pernah mengerti!",
Reyana bungkam, ia tidak mengerti apa maksud dari perkataan Farrel. Ia hanya menyelesaikan apa yang harus ia selesaikan sejak dulu. Bahkan wanita itu tidak pernah tau, kehadirannya mampu mengubah hidup Farrel menjadi lebih baik, dan kini wanita itu sudah tidak mampu berada di sisinya. Farrel tidak bisa bayangkan betapa hampa hidupnya tanpa Reyana, wanita yang selalu mengisi kekosongan hidupnya yang tanpa sadar ia sakiti.
Farrel menyalakan lagi mobilnya dan mengemudi dengan kecepatan yang lumayan tinggi.
YOU ARE READING
Finding The Last Name
Random"Kapan kamu ngasih mama menantu, Rey? Mama malu di umur kamu yang segini masih belum dapat pasangan! Kamu mau jadi perawan tua?!", - Mama - "Kak, buruan nikah donk. Pacar aku udah serius mau ngelamar aku. Masak aku ngelangkahin kamu kak?", - Freya -
