Author pov
Usai bertemu dengan Sera di kantor Farrel kembali mengingat Reyana. Apa dia sudah sampai rumah? Batinnya. Farrel memutuskan pergi ke rumah Reyana namun sebelum kesana ia mampir ke toko bunga. Ia lupa bahwa dua hari yang lalu Reyana berulang tahun. Ah betapa pikunnya dia, ulang tahun Reyana sampai ia lupa.
Baru saja ia memakirkan mobilnya pandangannya menangkap seseorang wanita yg keluar dari mobil. Ingin sekali ia menghampirinya namun tiba2 seorang lelaki yang tak luput dari ingatannya menghampiri wanita tersebut dengan membawa sebuket bunga mawar dan mencium keningnya. Wanita itu terlihat terharu sehingga ia memeluk lelaki itu dengan erat. Farrel mengepalkan jemarinya, baru saja Sera datang mengusiknya. Lalu pertunjukan apalagi yang ada di depannya kini?
"Reyana", panggilnya
Farrel pov
"Farrel",
"Oh jadi ini alasanmu tidak membalas pesanku, bahkan telponku tidak kau angkat sama sekali",
"Apa pedulimu?",
Ya Tuhan, wanita ini sungguh membuatku gila.
"Ikut aku", aku menarik kasar lengannya. Sungguh aku tidak bisa menahan amarahku padanya. Harus pakai cara seperti apa agar dia mengerti apa yang aku mau?!
Baru saja aku menarik lengannya, lengan kokoh milik seseorang melepas kasar tanganku.
"Bisakah kau sedikit halus pada wanita? Aku heran, seorang sepertimu membuat Reyana mempertahankanmu mati-matian",
"Kau tidak usah ikut campur! Aku tidak peduli sekalipun kau sahabat Reyana. Ini urusan kami bukan urusanmu!", ucapku tajam pada lelaki itu. Bukan aku tidak tau namanya hanya saja sangat malas menyebut namanya.
Lelaki itu menatap tajam padaku.
"Kau masih mau ikut dengan lelaki ini atau pulang denganku, Rey?",
Tampak Reyana berfikir, siapa yang akan dia pilih. Sesaat kemudian dia meraih jemari lelaki itu, tampak lelaki itu tersenyum kemenangan. Namun detik berikutnya,
"Maaf Ayas, aku harus menyelesaikan masalahku dulu. Nanti aku akan menghubungimu",
Lelaki itu memghembuskam napasnya kasar kini aku yang tersenyum kemenangan.
"Baiklah, mana ponselmu",
"Untuk apa, Yas?",
"Aku memberimu nomorku. Kalau ada apa-apa kau harus langsung menelponku. Ingat, Harus!", lelaki itu menatapku tajam.
"Tenang saja, Reyana selalu aman bersamaku. Kau tak usah se khawatir itu",
Reyana memberikan ponselnya, lelaki itu mulai mengetik nomornya dan memberikan kembali pada Reyana.
"Yuk, Rey. Jangan lama-lama",
Ucapku dengan menarik lembut jemarinya. Aku membukakan pintu mobil untuknya, dia hanya menurut. Sedangkan lelaki itu terus melihat kami hingga kami tak terlihat lagi dari pandangannya. Aku melajukan mobilku ke arah apartemen. Aku berani menebak Reyana pasti akan menangis lagi karna ulahku. Selama di perjalanan dia hanya diam menatap lurus ke arah jalan. Aku sangat tersiksa dengannya yang hanya diam. Kalau boleh memilih, lebih baik dia mengomeliku sampai telingaku sakit dari pada dia hanya diam seperti ini.
Kami sudah sampai di parkiran apartemen Reyana masih tetap diam.
"Kau mau diam saja sampai kapan, Rey? Bukannya kemarin malam kita baik-baik saja? Apa secepat itu kau membolak balik perasaanmu hah?",
Ku ungkapkan seluruh kekesalanku padanya. Sungguh aku tidak bisa terus2an seperti ini.
Reyana tetap tidak bergeming.
Aku mulai menarik lengannya perlahan. Dia hanya menurut tak memberontak sekalipun. Ku percepat langkahku menuju lantai 10 tempat apartemenku. Ku ajak Reyana masuk dan mendusukannya di sofa. Ia masih tetap diam. Ya Tuhan aku benar-bemar bisa gila dengan sikapnya.
Ku tangkup wajahnya dengan kedua tanganku agar aku bisa melihat kedua matanya. Dia hanya tertunduk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Finding The Last Name
Acak"Kapan kamu ngasih mama menantu, Rey? Mama malu di umur kamu yang segini masih belum dapat pasangan! Kamu mau jadi perawan tua?!", - Mama - "Kak, buruan nikah donk. Pacar aku udah serius mau ngelamar aku. Masak aku ngelangkahin kamu kak?", - Freya -
