Part Three

7 0 0
                                        

Author pov

Ting ting ting tong ...

Terdengar suara bel rumah. Reyana yang sedari menonton TV dengan bosan segera membuka pintu.

'Pasti Ayas' pikirnya.

"Ayas kamu lama se ...", Reyana ternganga melihat siapa yang datang

"Shit! Tidak bisa kah hanya aku orang kau harapkan datang kesini? Kenapa harus lelaki itu huh?",

Reyana masih tidak bersuara, bahkan ia benar-benar menyesali sudah membukakan pintu. Bukan Ayas yang datang, melainkan Farrel.

"Apa kau akan membiarkan tamumu ini tetap di luar dengan kaki kesemutan? Ayolah aku capek berdiri terus",

Reyana membuang napas beratnya kasar. Sungguh, ia tidak ingin menemuinya malam ini. Tidak untuk sementara waktu setelah kejadian yang mereka alami di cafe tadi sore.

"Mau apa kau kesini? Aku sedang tidak ingin diganggu!", Reyana sudah bersiap menutup pintu rapat-rapat namun Farrel berhasil menghadangnya. Lengan kekarnya itu menarik lengan Reyana hingga terjatuh dalam pelukannya. Farrel memeluknya dengan erat dan mengelus rambutnya dengan lembut.

"Maafin aku. Jangan pergi. Tolong, jangan pergi",
Hal inilah yang paling di benci oleh Reyana. Suara parau dan pelukan hangat itu mampu memafkan Farrel berkali-kali hingga tak terhitung sudah kali ke berapa Farrel menyakitinya. Reyana hanya diam, air matanya tidak bisa di bendung lagi dan mulai terdengar suara isakannya. Farrel mengeratkan pelukannya dan mencium puncak kepala Reyana. Seolah ia tau perempuan ini akan meninggalkannya, tapi ia menahannya dengan sekuat tenaga. Ia membutuhkannya.

"Tolong jangan nangis, aku gabisa liat kamu nangis, Rey. Please...", ucap Farrel lirih.

"Aku benci kamu, Rel. Aku benci! Aku capek!",

Reyana memukul dada bidang Farrel dengan sekuat tenaga sebagai kekesalannya. Namun lelaki itu tetap tidak melonggarkan pelukannya sedikit pun.

"Aku tau, aku sangat-sangat tau. Aku memang pengecut. Tapi tolong, Lelaki pengecut ini sangat membutuhkanmu. Jangan pergi",
Farrel memohon dengan sekuat hati agar Reyana tetap tinggal disisinya. Ia melonggarkan pelukannya dan mencakup wajah Reyana yang berurai dengan air mata. Nampak Reyana tak mau membuka matanya dan air mata itu masih belum berhenti. Farrel mencium keningnya dengan lembut dan mengusap air matanya.

"Maaf",

Perlahan Reyana membuka matanya, dan ia rasakan mata lelaki yang amat dicintainya merasuk dalam tatapannnya. Mata sendu yang jelas terlihat. Ia lelah menangis dan tentunya tidak ingin merusak kehangatan yang sedari tadi Farrel berikan. Nyaman, sangat nyaman berada di dekatnya hingga ia selalu lupa sudah berapa kali ia menangis karnanya, sudah berapa kali luka yang sudah tergores selama 2 tahun ini. Semakin ia menyayanginya, semakin pula ia membencinya.

"Aku lapar, Rel",

Farrel terkikik mendengar ucapan wanita yang baru saja menangisinya. Sebegitu mudahnya Reyana melupakan kejadian yang baru saja terjadi bahkan belum selesai dengan ucapan laparnya.

"Yuk, makan",

"Gak mau",

Farrel mendengus, 'ah dasar wanita!'

"Lalu maumu apa? Tadi katanya lapar",

"Mataku sembab, wajahku berantakan tak karuan. Aku malu jika makan di luar dan aku benar-benar sangat lapar",

"Baiklah, kau mau makan apa? Biar aku pesankan dan di antar sama kurir delivery",

"Hmm, tapi aku ingin pergi keluar juga. Aku bosan di dalam rumah. Semua orang pergi selama 3 hari",

"Kau ini, membingungkan. Oh yasudah, nanti tidur di apartemenku saja. Temani aku",

"No, Rel! Ayok makan aku tidak bisa menahannya lagi",

"Oke oke, lalu maumu sekarang bagaimana princess?",

"Entahlah, pokoknya aku mau makan di luar tapi tidak ada orang-orang yang bisa melihat wajah kacauku ini",

"Aku tau tempat yang cocok", Farrel mengerlingkan salah satu matanya berniat menggoda.

"Kau bohong", Reyana mengerucutkan mulutnya melihat Farrel yang menggodanya.

"Hahaha, yasudah yasudah. Aku benar-benar tau tempatnya. Ayo kunci pintu rumahmu keburu malam nanti",

"Baiklah", Reyana menurut demi perutnya yang sudah menyanyi lagu dangdut satu album. Dia bergegas mengunci rumah dan berjalan menuju mobil. Farrel sudah menunggunya di dalam. Saat Reyana sudah masuk dalam mobil, Farrel melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang menuju tempat yang telah ia janjikan.

Ayas pov

Sebelum sampai di rumah Reyana aku mampir di sebuah supermarket dekat dengan kompleks rumahnya. Aku masih sangat ingat ice cream kesukaannya yang sering ia makan saat kami pergi jalan-jalan bersama. Aku juga membeli beberapa makanan ringan kesukaannya. Setelah itu ku lajukan mobilku kembali menuju arah rumahnya. Aku memang sangat akrab dengan keluarganya sejak kami masih sekolah. Dulu, jika malas pulang ke rumah aku selalu menginap di rumahnya. Papa dan Mamanya juga sudah mengenal keluargaku. Lebih jelasnya mereka memang berteman saat masih kuliah hingga saat ini. Hanya saja kepindahan orang tuaku yang mengajakku ke Jakarta dengan mendadak sangat di sayangkan oleh orang tua Reyana. Kami belum bertemu lagi sejak saat itu. Bahkan, kami tidak sempat berpamitan karna waktu yang memburu kami agar segera bergegas dari kota ini. Tapi kini aku kembali, karna kota ini selalu nyaman sebagai tempat pulang.

Masih teringat jelas senyum indah dan pelukan hangatnya tadi sore. Tanpa sengaja kita bertemu di cafe yang sering kita kunjungi saat SMA. Tak kusangka aku bertemu dengan sahabat yang sangat kurindukan selama beberapa tahun terakhir. Perubahannya sangan fantastik. Reyana yang ku kenal dulu sangat tomboy dan tidak pernah memperhatikan penampilannya, tapi sekarang lihatlah dia sudah menjelma menjadi wanita yang sangat anggun dan sangat cantik. Kurasakan tubuhku sedikit bergetar saat ia refleks memelukku erat. Sungguh aku merindukannnya.

Sudah mendekati rumah Reyana, kulihat sebuah mobil honda jazz berwarna hitam terparkir di depan rumahnya. 'Mobil siapa itu?' tanyaku dalam hati. Ku parkirkan mobilku di belakang mobil tersebut dan kulangkahkan kakiku memasuki rumah Reyana. Namun, yang kulihat kini sungguh membuat hatiku runtuh. Aku melihatnya dengan lelaki lain. Oh tidak, itu lelaki yang menyemburku dengan kata-kata tidak sopannya saat di cafe tadi. Terlebih lagi beraninya dia memeluk Reyana seerat itu! Ah sialan! Ku balikkan badanku menuju mobil. Makanan ringan dan ice cream yang ku beli di supermarket tadi ku buang ke tong sampah depan rumahnya. Percuma aku membawa makanan kesukaan yang tidak akan diterima olehnya. Lihat saja kini ia sedang bersama siapa huh? Entahlah apa yang kurasakan sekarang sungguh sangat sakit, ada apa denganku? Baru kali ini aku merasakannya setelah bertahun-tahun lamanya dengan Reyana. Baru kali ini aku merasakan seperti terbakar api cemburu.

Ku lajukan mobilku dengan kecepatan di atas rata-rata. Baru setengah hari bertemu dia sudah membuatku segila ini. 'Ingat Ayas! Kau hanya sahabatnya, jangan berharap lebih!'
Sakit teramat sakit yang kurasakan. Jarak yang memisahkanku dengannya benar-benar memberi efek samping seperti ini.

"Aaarrgghhh! Ada apa denganku?!",

Mobil terus kulajukan hingga sampai di apartemen yang sekarang menjadi tempat tinggalku. Rumah tempat tinggalku yang dulu sudah di jual pada saat tahun pertama berada di Jakarta karna orang tuaku mengira kami tidak akan kembali lagi tinggal di kota ini karna bisnis berkembang pesat di Jakarta. Dan seminggu sebelum kepulanganku ke kota tercinta ini, aku sudah membeli salah satu apartemen yang dekat dengan kantor agar aku tidak bersusah payah menghadapi macet di pagi hari atau di sore hari yang selalu setia di kota ini.

Hatiku masih sakit saat teringat jelas lelaki itu memeluk Reyana. Bahkan kulihat mencium puncak kepalanya dengan lembut. Dulu waktu SMA aku tidak pernah merasa seperti ini saat Reyana dekat dengan lelaki lain, tapi mengapa kini sangat menyiksa rasanya. Ya Tuhan, apa yang sedang ku rasakan ini?



Finding The Last Name Where stories live. Discover now