Zwei und Zweizig - 22

33 9 9
                                    

Otak diizinkan memperkerjakan ego, asal tahu batas. Hati boleh melawan ego dengan perasaan apabila ego berjalan melewati batas.

'Jadi ini yang bikin lo hujan-hujanan?' Gumam Roy.

Roy mengintip dari balik tikungan koridor apartement Ata. Nampak Echa yang sedang terduduk lemas setelah pintu tak juga kunjungi di buka oleh Ata.

"Gila emang tuh bocah, belum puas apa tangannya gue patahin?" desis Roy sambil meremas ujung bajunya.

"Gak puas apa dia udah bikin Echa hilang ingatan sekarang nyakitin hati Echa?" desisnya lagi.

"Anak baru?" Vino menepuk pundak Roy.

"Eh, iya?" Ucapnya terkejut.

"Kok lo di sini?" Vino mengerutkan alisnya, memikirkan sesuatu.

"Apartement gue di sini juga."

"Oh oke, gue duluan." Vino menepuk pundak Roy sambil berlalu.

**

"Echa? Kok lo di luar?" Kali ini Vino semakin bingung dengan adanya Echa di depan apartement Ata.

"Enggak, gue pulang dulu ya kak." Echa meninggalkan Vino yang masih terdiam.

Vino yang tersadar lalu menekan tombol password yang ada di kamar Ata lalu segera masuk dan terperangah mendapatkan kamar apartement sahabatnya yang masih saja, bisa di bilang berantakan bahkan hancur.

"Ta? Lo-" Vino terperangah untuk yang kedua kalinya karena tangan Ata sudah berlumuran darah dan dia hanya membisu di balkonnya.

"Ngapa Vin?" tanya Ata datar.

"Gue tadi liat Echa di depan, tadi gue juga ketemu anak baru di tikungan deket lift lo, dan gue mulai curiga kalo Echa dibuntutin sama tuh anak baru."

"Maksud lo siapa?" balas Ata sambil melirik Vino yang kini berada di sampingnya.

"Gue lupa namanya. Roy, iya Roy namanya, gue baru inget!"

"Yang bener lo?! Echa dimana sekarang?!" Tubuh Ata menegang seketika setelah mendengar nama itu disebut.

"Dia bilang dia mau balik tadi. Buruan susul dia sekarang, sebelum kunyuk itu duluin elo."

"Gue masih marah sama dia."

"Lo mau kehilangan dia buat yang kedua kalinya? Lo udah siap? Apa lo yakin dengan lo lebih mentingin ego lo itu semua bakal baik-baik aja? Kejar dia sebelum lo menyesal. Kejar dia sebelum terlambat. Gue tau lo masih marah tapi apa lo gak bisa kurangin sedikit ego dan gengsi lo buat dia?"

Ata menutup matanya, menetralisir tubuhnya lalu membuang nafas pelan.

"Nah, sekarang keputusan ada di tangan lo bro." Vino menepuk pundak Ata pelan sambil tersenyum semringah. "Nih kunci mobil lo, gue tau lo gak mungkin naik motor dengan tangan lo yang kayak gitu, semangat bro." Lanjutnya.

Selanjutnya, Ata mengambil kunci itu lalu berlalu menuju lift.

**

Echa melangkahkan kakinya menuju halte udah berteduh sejenak, air mata tetap saja tak mau berkompromi dengan Echa, lolos berkali-kali turun ke pipinya. Bersedih? Kata yang tepat untuk menggambarkan Echa saat ini. Berada dalam situasi yang sangat menyulitkan baginya.

Echa mendudukkan pantatnya di kursi halte, hujan masih saja turun bahkan lebih deras dan disertai angin kencang. Kepalanya ia sandarkan pada halte dan tiba-tiba ingatannya kembali terbuka. Echa dan Ata yang sedang bermain hujan-hujanan, kalung berbandul bulan dan bintang, dan tunggu ada lagi.

Echa tertawa riang.

Ata juga.

Mereka berdua saling berlomba.

Lalu?

Setelahnya.

Gelap.

Hanya terdengar suara hujan disertai angin kencang.

**

Author Notes:

505 kata untuk part ini

Hai hai! Maaf baru update ya

I hope you like it :)

Ata maaf ya harus rebutan sama Roy dulu 😂

Say SomethingWhere stories live. Discover now