chapter 15

860 8 6
                                    

Suasana pemotretan itu masih sepi. Bukan, sebenarnya sudah terdapat beberapa kru yang berasal dari majalah yang bekerjasama dengannya. Para kru tersebut tampak menyiapkan segala kebutuhan yang diperlukan selama pemotretan berlangsung. Terlihat salah satu kru mendekat.

“Andre benar?” tanya kru tersebut ragu-ragu.

“Ya benar,” Andre tersenyum kepada kru tersebut.

Tampak sinar wajahnya berubah menjadi cerah mungkin dikarenakan bahwa yang berada didepannya adalah Andre. “Senang sekali melihat anda mau bekerjasama dengan kami. Saya manajer majalah ini, anda dapat memanggil saya Tatsu.”

Andre hanya tersenyum membalas perkataan manajer tersebut. Manajer tersebut tmpak seperti berumur pertengahan 40. Wajah dan logatnya mnunjukkan bahwa manajer tersebut memang orang asli korea. Terlihat di kejauhan ada seorang kru yang berjalan mendekati mereka. Sepertinya kru tersebut ingin menghampiri Tatsu. Dan memang benar, kru tersebut menghampiri Tatsu. Andre memilih untuk mengamati kesekeliling saat Tatsu dan kru tersebut berbincang mengenai sesuatu. Ia tidak tertarik sama sekai untuk mengetahui apa yang sedang mereka bicarakan. Tampaknya kru tersebut telah selesai menyampaikan apa yang ia katakan, ia membungkuk kearah Andre dan berjalan meninggalkan mereka.

“Sepertinya aku harus meninggalkan kau. Pemotretan dimulai sejam lagi. Persiapkanlah apa saja yang memang perlu dipersiapkan.” Setelah memberi salam hormat, Tatsu pergi meninggalkan Andre menuju kerumunan kru-kru tersebut.

Andre menghela nafas berat. Satu jam lagi, apa yang harus ia lakukan untuk menunggu selama satu jam tersebut. Sepertinya memang dirinya berangkat terlalu pagi. Bukan karena Andre sangat antusias dengan projectnya ini tetapi karena pada dasarnya memang Andre tidak ingin datang teralambat. Lebih baik ia menunggu lama dibandingkan ia harus terlambat walaupun hanya 5 menit saja. Andre tidak ingin karena terlambat ia mencoreng reputasinya sendiri yang sudah ia bangun.

Untuk mengisi waktunya, akhirnya Andre memutusan untuk berjalan-jalan disekitar taman. Taman ini sangat luas. Nampak salju menutupi jalanan di taman ini. Walaupun tertutup oleh salju, Andre masih dapat merasakan keindahan taman ini. Andre mengeluarkan kameranya dan memfoto pemandangan-pemandangan yang indah yang disuguhkan dari taman ini. Sampai pada akhirnya, ketika ia ingin memfoto kearah pintu masuk taman yang berada di sebelah barat, Andre menangkap wanita dan lelaki dari kameranya tersebut. Andre menurunkan kameranya agar ia dapat melihatnya langsung dari mata kepalanya sendiri. Wanita itu adalah Thata. Thata bersama dengan seorang pria. Thata tampak sangat bahagia karena ia tertawa bersama dengan pria tersebut. Ada suatu perasaan yang timbul dihati Andre ketika melihat hal tersebut. Thata tidak menyadari kehadirannya, ia tetap berjalan mendekati para kru. Andre penasaran, siapa lelaki itu? Mengapa Thata tampak begitu bahagia ketika bersama degan lelaki itu. Andre memandang Thata dengan gelisah. Ia memutuskan untuk menghampiri para kru daripada ia terus-terusan memandangi Thata dengan perasaan sebal.

Benar sekali, ketika Thata melihatnya, reaksi pertama yang Thata tunjukkan adalah kaget. Tetapi sesudah itu ia membuang mukanya dan kembali melanjutan aktifitasnya sebelum ia melihat dirinya. Ada gelombang perasaan kesal yang terasa di hati Andre. Mengapa Thata membuang mukanya? Apakah ia masih marah kepada Andre?. Andre memutuskan untuk berjalan mendekati Thata.

“Hai,” sapa Andre yang berada di depan Thata.

Thata masih saja mengerjakan pekerjaannya dan tidak menjawab sapaan yang dilontarkan oleh Andre. Hanya melihat kearah Andre saja tidak, apalagi menjawab sapaan Andre. Walaupun seperti itu, Andre tidak akan menyerah sampai Thata mau berbicara kepadanya.

“Aku baru tahu bahwa kamu adalah model dari pemotretan ini,” Andre melirik Thata. dan itu memang benar, Andre merasa sangat bersalah karena dia tidak mengetahui bahwa Thata adalah model dari pemotretan ini. Kemana saja dirinya? Seharusnya dia mencaritahu.

Thata hanya terdiam dan masih terus mengerjakan pekerjaannya. Andre menunggu, tetapi tidak ada tanda-tanda Thata akan menjawab pertamanya. Apakah Thata masih marah kepadanya? Marah akan perilakunya selama delapan tahun ini. Andre memandang Thata yang masih sibuk mengerjakan sesuatu, tetapi tampaknya Thata sengaja mencari kesibukan agar ia tidak perlu meladeni Andre.

Karena merasa jengah menjadi bahan perhatian yang begitu lama, akhirnya Thata mendongak dan memandang kearah Andre. “Untuk apa kau disini?” suara Thata terdengar dingin dengan nada yang acuh.

Andre menghela nafas berat, sepertinya memang benar Thata masih belum dapat memaafkan dirinya. “Aku? Aku akan menjadi fotografernya. Dan aku sangat tidak menyangka bahwa kamulah yang akan menjadi modelnya,” kata Andre yang tiba-tiba ia tambahkan setelah melihat wajah Thata mengerinyit karena heran, “tidak aku menerima tawaran ini bukan karena kamu modelnya.”

Thata memandangnya lagi, lalu kembali mengerjakan aktifitas yang sebelumnya ia kerjakan. Andre tidak mau membuang-buang kesempatan ini untuk berbicara dengan Thata, kalau bisa sampai Thata memaafkan dirinya. Tetapi apa yang harus ia katakan? Kenapa tiba-tiba otaknya tidak dapat mencari bahan untuk pembicaraan?

Dan akhirnya sesuatu terlintas dipikirannya ketika ia melihat lelaki yang bersama Thata tadi. Andre memberanikan diri untuk bertanya, “sepertinya kamu tampak akrab dengan lelaki yang aku lihat bersamamu tadi, siapakah dia? Pacarmu?”

Thata tidak mengangkat wajahnya, dan berbalik membelakangi Andre untuk mengerjakan hal lainnya. Sesaat Andre pikir bahwa Thata tidak akan menjawab pertanyaan Andre, tetapi akhirnya Andre mendengar Thata menjawabnya walaupun membelakangi Andre.

“Kau juga tidak tau kalau dia merupakan model yang akan kau foto?” tanya Thata denga ketus.

Andre mengerinyit heran, memang benar dia tidak tahu bahwa laki-laki itu juga akan menjadi modelnya. Tetapi mengapa Thata begitu dekat dengannya? Padahal ia seharusnya baru sekali bertemu dengan laki-laki itu, apalagi laki-laki itu tidak tampak seperti seorang model walaupun wajah dan posturnya mendukung untuk menjad seorang model.

“Aku tidak tahu bahwa dia seorang model. Sebelumnya aku tidak pernah melihatnya di majalah-majalah manapun,” Andre memandang Thata yang masih memunggunginya, lalu meneruskan perkataannya, “terus mengapa kau begitu dekat dengan dia?”

Thata menghela nafas tidak sabar, terdengar oleh Andre bahwa Thata ingin menyudahi perbincangan dengan dirinya. “Tetangga.”

“Tetangga? Kenapa kamu begitu dekat dengannya padahal kamu baru kemarin pindah ke apartment itu?” Andre memandang ke punggung Thata dan mengharapkan Thata menjawab pertanyaannya sesuai dengan jawaban yang ia inginkan.

Thata membalikkan tubuhnya sehingga ia menghadap kearah Andre. Matanya yang seperti boneka itu menatap lelah kearah mata Andre. “Pacar? Apakah kamu lupa apa saja yang aku katakan kemarin?” Thata menggelengkan kepalanya pelan, “Menurut kamu aku seperti itu? Terserah kamu mau berpikir seperti apa, dan mau dia itu pacar aku atau bukan, itu bukanlah urusanmu. Lagipula memang tidak boleh seorang tetangga tampak akrab?” Thata meninggalkan Andre sendirian yang masih menatapnya dan masih ingin bertanya kepadanya.

Andre hanya terdiam dan memandangi punggung Thata yang berjalan menjauh. Ia tahu ini bukan saat yang tepat untuk bertanya hal tersebut kepada Thata, melihat ia akan bekerja dengan Thata. Ada secercah rasa penyesalan di dalam diri Andre karena telah bertanya hal yang bodoh.

This is for the second timeWhere stories live. Discover now