chapter 10

1K 6 1
                                    

Thata's View:

“Thata?”

Apakah Thata bermimpi? Apakah ini efek dari jetlag karena Thata baru dua jam yang lalu tiba di Seoul. Thata tidak dapat berkata apa-apa, untuk bergerak pun rasanya sulit.

Karena tidak ada jawaban dari Thata, Andre mengulangi perkataannya, “Thata?”

Thata hanya bisa mengangguk untuk menjawab perkataan Andre, ia tidak sanggup untuk mengeluarkan sepatah katapun. Entah apa yang Thata rasakan sekarang. Thata begitu bahagia karena ia melihat Andre. Kebahagiaannya tersebut membuat hatinya sangat bedegup kencang. Tetapi dilain sisi, Thata merasa kesal dengan Andre. Selama delapan tahun Andre tidak memberikan kabar apapun kepadanya. Membuatnya menunggu seperti wanita bodoh.

“Senang bertemu denganmu disini,” kata Andre sambil tersenyum. Andre berjalan mendekat kearah Thata, sehingga ia dapat berada di jarak yang tidak terlalu jauh dengan Thata.

Thata hanya terdiam dan memandangi Andre denga kesal. Hanya itukah yang ia katakan? Padahal Thata dan Andre sudah tidak bertemu selama delapan tahun. Tetapi mengapa Andre hanya berkata seperti itu? Tidakkah Andre merindukannya?.

“Iya,” kata Thata tidak tahu akan  berkata apa. Thata merasa kesal karena ia sangat bodoh karena ternyata hanya ia yang merindukan Andre, tetapi Andre tidak merindukannya.

“Bagaimana kabarmu? Apakah baik seperti yang aku lihat sekarang?” kata Andre yang masih tersenyum lembut.

“Mengapa kamu tidak mengabariku sama sekali? Apakah kamu tahu bahwa aku selalu menunggu kabar darimu? Menunggu dan merindukanmu seperti wanita bodoh,” Thata memalingkan wajahnya, entah mengapa air matanya tiba-tiba ingin keluar.

Andre menghela nafas berat, “Aku merindukanmu......”

“Jika kamu merindukanku mengapa kamu tidak menelfonku? Jika kamu merasa menelfonku membutuhkan biaya yang besar, mengapa kamu tidak mengirimkanku sebuah email? Apakah merindukan artinya tidak memberikan kabar apapun selama delapan tahun?” seru Thata dengan marah.

“Dengarkan aku terlebih dahulu. Aku sangat merindukanmu, sangat merindukanmu. Jika kamu bertanya mengapa aku tidak menghubungimu itu karena aku tidak mau kamu menungguku, aku mau kamu memiliki kehidupan lain dengan laki-laki lain yang mencintaimu. Aku tidak ingin melihatmu menungguku yang aku sendiri tidak tahu kapan aku dapat kembali ke Jakarta dan melamarmu. Aku tidak mau kamu menangis karena merindukanku, menangis ketika selesai aku menelfonmu, menangis ketika kau membaca email dariku. Aku tidak mau kamu menangis karena diriku. Aku mau kamu memiliki kehidupan yang bahagia ketika aku tidak ada, bukannya kehidupan yang hanya dihabiskan dengan air mata karena merindukanku,” Andre berjalan mendekat.

“Apakah kamu sudah yakin bahwa aku tidak pernah menangis karena kepergianmu?” Thata menghapus air mata yang jatuh kepipinya, “Asalkan kamu tahu, aku tetap menangis. Aku tidak pernah memikirkan lelaki lain selama delapan tahun ini, memikirkan cinta pertamaku saja tidak. Apakah kamu tahu bahwa selalu kamu yang berada dipikiranku? Aku memang wanita yang bodoh”

Andre maju selangkah ingin mendekati Thata, “Maafkan aku, maafkan aku karena aku begitu bodoh sehingga aku tidak mengabari dirimu dan membuat pemikiran yang bodoh,”

Thata mundur beberapa langkah menjauhi Andre, “Maaf aku harus pergi”

Hatinya berkata yang sebaliknya, Thata ingin sekali melapas rindunya kepada Andre. Ingin Thata menanyakan kabar Andre, dan apakah Andre masih mencintainya selama delapan tahun ini. Tetapi akal sehatnya berkata lain, akal sehatnya berkata bahwa sudah seharusnya Thata marah kepada Andre, sudah seharusnya Thata pergi dari tempat ini dan tidak berbicara dengan Andre lagi.

This is for the second timeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang