"Rey, kamu boleh maki aku, pukul aku sepuasmu, tapi tolong. Jangan diamkan aku seperti ini?",

Reyana tetap tidak bersuara. Tatapannya kosong, lagi2 membuat hati Farrel tercabik. Sesakit itukah wanita itu atas ulahnya? Bisa di pastikan jawabannya 'YA' jika Farrel masih menerka-nerka.

"Kita akan ke Malang. Aku mengajakmu ke pantai. Istirahatlah, karna waktu untuk kesana sangat lama. Nanti ku bangunkan jika berhenti di restoran",

Reyana hanya mengangguk dan menyandarkan kepalanya di kursi mobil. Memikirkan kelakuan seenaknya Farrel membuatnya pening. Percuma saja ia menolak, sedari awal Farrel sudah memaksanya. Ia hanya perlu mengikuti apa yang diinginkan lelaki itu tanpa menggunakan hatinya. Hati? Apakah Reyana masih memiliki hati untuk lelaki seperti Farrel? Rasanya terlambat jika lelaki itu menarik hatinya lagi.

Tak terasa mereka sudah berada di wilayah kota Malang. Farrel menepikan mobilnya ke sebuah restoran untuk beristirahat sejenak dan untuk mengisi kebutuhan perut mereka. Dia melirik Reyana yang tertidur sangat tenang, hingga ia tidak tega untuk membangunkannya. Dia memutuskan untuk membeli makanan untuk mereka berdua dan melanjutkan perjalanan kembali.
Dan akhirnya perjalanan panjang mereka pun telah usai. Mereka telah sampai di sebuah pantai yang paling indah di kota Malang. Farrel melirik jam tangannya yang menunjukkan pukul 5 sore, terlihat awan berwarna jingga terbentang di hadapannya, semilir angin masuk ke dalam mobil membuatnya menutup mata dan menikmatinya. Suara debaran ombak kian berteriak memanggilnya. Dengan hati2, Farrel membangunkan Reyana yang tertidur lama sekali dengan mengusap pipinya yang halus. Menyadari Reyana tukang tidur membuatnya sedikit terkekeh.

"Hei princess. Kita sudah sampai, ayo bangun",
Reyana masih belum membuka matanya. Farrel mencium pipinya berkali2 dan mengguncangkan tubuhnya tetapi Reyana masih tidak mau bangun. Tidak ada cara lain membuat Reyana bangun kecuali mencium bibirnya.

Cup!

Farrel memberanikan diri mencium bibirnya, biarlah jika saat bangun nanti Reyana memarahinya yang jelas, Farrel sudah tidak ada cara lagi untuk membangunkannya.

Reyana merasakan benda kenyal menyentuh bibirnya, bahkan melumatnya dengan lembut. Apakah dia bermimpi? Dia masih menikmati lumatan dan kecupan itu di bawah alam sadarnya hingga saat ia membuka mata, kesadarannya telah kembali dan menjauhkan tubuh si pemilik bibir yang menciumnya.
Jarak mereka yang sangat dekat membuat Reyana dapat melihat dengan jelas mata Farrel yang menatapnya dengan lembut. Farrel tersenyum dan mengacak rambutnya.

"Akhirnya bangun juga. Dasar kebo",

Farrel keluar dari mobil menuju tepi pantai. Reyana yang masih tak terima perlakuan Farrel mengejarnya dan meminta penjelasan.

"Kamu gabisa seenaknya cium2 kek gitu! Duh kotor kan bibir aku abis dicium bekas orang laen!",

Reyana mengomel dengan berjalan ke arah Farrel. Jarak mereka yang tidak jauh membuat Farrel menoleh ke arahnya dengan sebal karna ia bisa mendengar omelan Reyana.

"Bilang apa tadi?",

Tanya Farrel dengan menatap tajam Reyana saat wanita itu sudah berada di depannya.

"Aku gak suka di cium2 sama bekasnya orang. Bikin bibir aku kotor!",

Tak mau kalah Reyana membalas tatapan tajam Farrel dan dengan lantang mengucapkan kata2 itu kembali.
Dengan sedikir kasar Farrel meraih tengkuk Reyana dan mencium bibir Reyana, melumatnya dengan kasar tanpa memberi ruang nafas pada Reyana. Reyana yang terkejut dengan sikap Farrel yang agresif hanya bisa memukul dada Farrel dengan sekuat tenaga dan mencoba mendorongnya. Namun apa daya, kekuatan dirinya sangat kecil di banding lelaki itu.

Farrel melepas pagutannya dengan kasar dan menempelkan keningnya pada kening Reyana. Keduanya sama2 terengah mencari oksigen.

"Dengar, Sera hanya masa laluku. Dia bukan calon istriku. Dia hanya masa lalu yang membuatku seperti ini! Membuatku takut akan sebuah hubungan serius dengan seorang wanita. Kami sempat akan bertunangan, hingga akhirnya aku melihat dengan mataku sendiri pengkhianatannya yang sempurna dengan tidur dengan temanku. Tolong percaya padaku, Rey. Aku tidak ingin kehilangan kamu. Aku butuh kamu!",

Dapat ia dengar dengan jelas pengakuan Farrel dengan nada sendu membuat hati Reyana tercabik. Jadi itulah alasan selama ini Farrel menyia-nyiakannya?
Reyana menatap mata Farrel lekat, dapat ia rasakan betapa sakitnya penderitaan Farrel selama ini, membuatnya bersimpati dan memeluknya erat. Membenamkan wajahnya ke dada bidang yang selalu ia inginkan. Dapat ia dengar gemuruh detak jantung Farrel di tengah2 gemuruh ombak yang memecah pantai. Namun, Reyana merasakan ada sesuatu yang hilang pada dirinya. Dia masih nyaman memeluk lelaki itu, namun entah mengapa ia tidak merasakan desiran seperti dulu.
Farrel mengeratkan pelukannya, nyaman. Tak pernah ia merasakan kenyamanan seperti ini. Ia tau, ia sudah jatuh dalam jurang yang bernama Cinta tapi entah mengapa untuk mengakuinya saja membuat nyalinya menciut, dan merasakan takut untuk kesekian kalinya.

Farrel menggandeng Reyana menuju tepi pantai dan duduk di pasir putih yang sangat lembut. Di raihnya tubuh Reyana ke dalam pelukannya dan sesekali mengecup puncak kepala Reyana dengan menikmati sisa2 senja sore ini. Warna jingga yang terbentang di langit meneduhkan hati kedua insan tersebut. Rasa hangat menjalar pada hati mereka. Namun tanpa sadar salah satu dari keduanya telah kehilangan rasa yang telah lama menelusup di hatinya.

Finding The Last Name Où les histoires vivent. Découvrez maintenant