Mr. & Mrs. Gad

14.1K 1.5K 177
                                    


Jagad

Dalam kekecewaan aku terus mengendarai mobil. Pikiranku larut dalam seribu satu kemungkinan.

Apakah aku harus mengatakan yang sesungguhnya pada Gemi?

Tak bisakah dia sedikit saja menebak.

Tak mampukah hatinya tergerak untuk merasa.

Di mana sensitivitasnya sebagai seorang perempuan?

Atau mungkin...

Alam bawah sadarnya menolak kenyataan bahwa J.A. Gad adalah aku.

Aku tertawa kering sambil menggeleng.

Ironis.

Selama ini aku mempersiapkan diri untuk menerima kenyataan terburuk, bahwa Mrs. Gad mungkin lebih jelek dari pada penampakan The Ugly Betty. Tak sekali pun aku pernah mempertimbangkan kemungkinan sebaliknya.

Aku, tidak sesuai ekspektasi Mrs. Gad.

Terus saja aku mengendarai mobil dengan pikiran berkabut.

Mungkin...

Seharusnya aku menghadapi kenyataan ini dengan lebih berani. Hadapi Gemi, bicara apa adanya. Jika dia memang tak menginginkanku, memangnya aku bisa apa?

Aku...

Akan pulang ke New York, berusaha mengobati patah hati. Bertahan menghadapi setiap nyeri yang...

Shit!

Bahkan memikirkan kemungkinannya saja, ulu hatiku sudah melilit.

Perih.

Tit.

Tit.

Tit.

Suara klakson kendaraan di sekitarku terdengar. Sontak aku waspada. Melihat ke sekitar. Ada apa?

Sudah hampir pukul satu dini hari, jalanan lumayan lengang. Hanya sejumlah kendaraan yang masih ada di jalanan yang kulewati ini.

Tit.

Pengemudi motor di sebelahku menunjuk-nunjuk ke belakang. Menggesturkan aku untuk memperhatikan belakang mobil.

Huh.

Ada apa, sih?

Ban kempes?

Dengan penuh kewaspadaan aku menatap ke kaca spion.

What the fuck!

Mataku membelalak, melihat Gemi berlari berusaha mengejar mobil ini. Sontak aku memperlambat lajunya sambil berupaya secepatnya meminggirkan mobil. Setelah berhasil memarkirkan mobil, aku segera membuka pintu dan berjalan ke luar.

Di belakang mobil Gemi melihatku dengan nafas memburu.

"Gemi, ada apa?" tanyaku bingung.

Gemi menaikan satu telunjuknya, sebagai tanda kalau dia butuh waktu. Lalu wanita si pemilik hatiku ini membungkuk, menyimpan tangannya di masing-masing lutut. Spontan aku mendekat, lalu membelai lembut punggungnya.

"Gemi, ngapain kamu lari-lari ngejar mobil aku? Jadinya capek kan, haus ya? Sebentar aku bawain minuman di mobil."

Beberapa saat kemudian, aku memberikan botol air minum yang kubekal dari apartemen. Sudah sempat habis tadi sore, untunglah aku ingat mengisi ulang dari dispenser air yang tersedia di rumah sakit.

Gemi menerima botol air yang kuasongkan, matanya melihat warna tutup botol itu (tentu saja berwarna hijau), sebelum membuka dan miminum air di dalamnya.

Jagad #2 Unstoppable Love SeriesWhere stories live. Discover now