Sial

8.6K 1.4K 160
                                    

Jagad

Aku melangkah menuju meja nomor 12, tempat di mana Gemintang duduk di sofa cokelat motif domino bermodel u-shaped itu.

"Halo, Gemi... boleh saya duduk di sini?" tanyaku sambil tersenyum dan menunjuk space kosong di sofa yang sama tempat Gemi duduk, dibalik satu sisi meja kafe bernomor 12 ini.

Gemi sedang menunduk, menatap layar HP ber-casing hijau yang dipegangnya.

Casing HP-nya berwarna hijau.

Umm....

Mrs. Gad pernah menulis surat mengenai hal ini. Katanya, seumur-umur punya telepon genggam, casing-nya wajib berwarna hijau.

Gemi mengangguk memberi persetujuan. Tak menunggu lama, aku langsung duduk. Berhadapan dengan Gemintang, dibatasi meja kafe berbentuk oval mengikuti bentuk sofa u-shaped ini.

Gemintang. Perempuan muda yang dikenalkan Mas Asa sebagai perawat Bunda Indah, saat aku mengunjungi kediaman kakak seayahku itu. Waktu itu aku datang untuk menjenguk Bunda Indah, ibu kandung Mas Asa, sekaligus mengikuti rapat keluarga untuk mendiskusikan rencana lamaran Nana.

Perempuan dihadapanku ini... cantik. Berkulit kuning langsat, tubuhnya sintal, tingginya sekira 160 sentimeter. Wajahnya terlihat polos, cuek, tapi juga memancarkan aura ceria. Siapa pun yang memandangnya seolah dipaksa untuk ikut merasa girang, tak peduli suasana yang menyelimuti hatinya saat itu.

Sulit dijelaskan dengan kata-kata. Namun, Mas Asa setuju terkait penilaianku terhadap Gemi. Perempuan berusia awal 20 tahunan itu, memang seolah memiliki magnet untuk membuat siapa pun merasa senang berada di dekatnya.

Lucu.

Hangat.

Tulus, dan...

Lugu.

Bicara apa adanya, tanpa dibuat-buat.

Menurut Bang Badai, Gemi itu sepupunya Kak Cahaya, istrinya Bang Rio. Oleh sebab itu, Mas Asa dan Bunda Indah selalu memperlakukannya seperti anggota keluarga. Bahkan mereka menolak Gemi memakai seragam suster saat bertugas.

Bang Badai bahkan mewanti-wanti aku dan saudara-saudara lainnya untuk hati-hati bersikap saat bersama Gemi.

"Gak enak sama Rio, walau bagaimana Gemi itu sepupuan sama istrinya, Cahaya. Anggap saudara aja." Begitu kata Bang Badai suatu hari.

"Gemi, udah pesan apa?" Aku bertanya sopan sambil tersenyum.

"Umm... barusan Pak Sam udah ke sini, nyapa. Katanya mau buatin minuman favorit saya."

"Minuman favorit kamu?"

Dia mengangguk sambil tersenyum.

"Caramel Macchiato, less sugar-extra milk."

Umm...

Itukan kopi favoritnya Mrs. Gad.

Meski secara fisik kami belum pernah berjumpa, kami berkomunikasi setiap hari melalui email selama dua tahun.

Banyak hal yang kami ungkapkan. Membuat kami saling mengenal satu sama lain.

"Kenapa? Ribet yah selera kopi saya? Aneh? Emang siih... di mana-mana kalau caramel itu udah pasti manis. Tapi, saya sebenernya bukan nyari manisnya... lebih ke aroma gula yang dipanaskan sampe lelehnya itu... umm... wangi gituu... trus saya juga suka banget sama extra-milk, soalnya bisa bikin si kopi terasa lebih soft dan creamy... jadiiii..."

Jagad #2 Unstoppable Love SeriesWo Geschichten leben. Entdecke jetzt