I am Free

27.5K 1.5K 99
                                    

Malam pembukaan Khatulistiwa Bros -Music Cafe & Books.

Sejumlah tamu undangan telah hadir. Mereka adalah sahabat dekat dan relasi bisnis Khatulistiwa bersaudara.

Raya (dia memintaku memanggilnya Raya tanpa embel-embel 'Mbak' entah kenapa) selaku Public Relations & Marketing Communications Manager kafe ini, sibuk memastikan perhelatan malam ini berjalan lancar. Terlebih ada sejumlah media yang diundang. Kesan baik, itu suatu keharusan.

Raya terlihat sangat cantik dan elegan dalam balutan little black dress model classic. Tanpa lengan, berikat pinggang kecil, rok lipit mengembang, panjangnya hingga ke lutut.

Rambut panjang hitam berombaknya tampak menawan, dibiarkan tergerai, ditata rapi. Make up-nya tampak natural-profesional. Terlihat bagai seorang selebriti papan atas.

Mbak Raya juga yang menjadi MC di perhelatan ini. Tak terlihat ada kecanggungan. Setiap kata mengalir mudah dari mulutnya. Gesturnya santai. Menyapa hadirin bahkan menyampaikan gurauan cerdas dengan gestur menawan.

Pemandu acara profesional. Penyiar radio. Bintang iklan. Itulah karir Raya yang setidaknya aku ketahui.

Perhelatan malam ini berjalan lancar tanpa kendala. Ada pertunjukkan musik, dari sebuah band yang mengalunkan ragam tembang top-40, sedari tadi. Aku tidak mengenal mereka. Kuterka, mereka adalah band kafe. Manggung dari satu kafe dan lainnya.

"Gemi, gimana... siap?" Mentari bertanya dengan serius.

Sejak dua minggu lalu, Mentari sangat sibuk. Dia punya ide, memberi kejutan pada para suami. Hadiah. Dengan tampil perdana di malam pembukaan kafe ini.

Bukan. Tentu saja bukan suamiku.

Ha-ha.

Aku ini lajang sejati. Tak ada niat merubah statusku. Aku hidup di dunia fiksi. Membaca novel berbagai genre. Sambil bekerja di sebuah home-nursing agency. Menjadi perawat profesional. Di tempatkan dari satu rumah ke lainnya. Merawat pasien rawat jalan di rumah mereka.

Sejak beberapa bulan lalu, aku di tempatkan di rumah Pak Angkasa. Siapa sangka, kemudian beliau menikahi salah satu teman kostku, Gerhana.

Usia pernikahan mereka sudah enam minggu. Seminggu lalu, Nana positif hamil. Kini, aku tidak hanya merawat Bu Indah, ibunya Pak Asa, tapi juga Nana. Tidak ada yang menyuruh. Naluri seorang sahabat. Itu saja.

"Gemi? Kok malah bengong?" Mentari bertanya lagi.

Aku menggelengkan kepalaku.

"Hadoh, Tari... aku gak ikutan, deh... ngeri ahh... penontonnya banyak gitu," kataku, grogi.

Kami berdiri di sisi jauh dari area panggung. Hendak bersiap tampil, tapi diskusi dulu sebentar.

"Udah, kalau gak jadi, gak apa-apa. Aku mau ngobrol sama yang lain," gerutu Pak Dewa yang berdiri menyender ke tembok. Kedua lengan terlipat di dada. Terlihat tidak sabar.

Mentari berbalik ke arah suaminya.

"Eh, jadi Bapakkk... sabar dikit napa?" Mentari berujar pada Pak Dewa.

Mentari sudah pandai bermain piano. Les privat langsung ke suaminya. Sejak tahu kalau Gerhana bisa bermain gitar, dia sering datang ke rumah membawa putranya, Ksatria. Menengok Bu Indah, membawakan makanan atau kue buatannya. Setelah itu, mengajak kami berkolaborasi bermain musik.

Sebenarnya dia dan Nana saja sih (Mentari piano dan menyanyi, Nana gitar dan backing vocal).

Aku...

Duduk di lantai, mengasuh Ksatria sambil menonton mereka.

Iya. Begitu.

Mau bagaimana lagi, aku memang tidak bisa memainkan instrumen musik apapun. Menyanyi pun aku sering off tone.

Jagad #2 Unstoppable Love SeriesWhere stories live. Discover now