Tidak Percaya

7.1K 1.2K 36
                                    

Gemintang

Misterius. Itulah aku dan dia. Meski saling mengikuti media sosial masing-masing, aku tak tahu wujud wajah J.A. Gad. Pun demikian halnya dia, yakin, seyakin-yakinnya, tak tahu perwujudan fisikku.

Akun media sosial J.A Gad semuanya tervalidasi sebagai "official account". Ada tanda khusus yang memastikan hal itu. Tapi aku yakin, selain akun Goodreads-nya, semua akun media sosial itu dikelola oleh admin.

Gaya bahasanya resmi, meski ramah. Isinya seputar info rilis bukunya, apakah itu versi cetak atau pun ebook. Informasi promo, dan sejenisnya.

Sangat formal, meski menggunakan tata bahasa yang membumi. Ada sejumlah foto yang menandakan keberadaan J.A. Gad yang di upload di sana. Namun, tak pernah menampilkannya secara fisik. Foto silluet, foto tangan yang memegang cangkir kopi. Foto jari memegang ballpoint, sedang menandatangani novel hasil karya J.A. Gad. Itu saja.

Demikian pula aku. Faktor kebiasaan, sungguh. Baru saat ini aku terenyak mendapati akun media sosial pribadi, tak ada satu pun yang memperlihatkan wajahku.

Umm...

Selama ini aku tidak menyadarinya.

Aku jarang meng-update status atau pun mengunggah foto. Kurang aktif di dunia pertemanan dunia maya. Hanya pengikut pasif. Lebih suka melihat berita di Twitter. Ada kalanya, ikut nimbrung, mengomentari status atau unggahan foto baru sejumlah teman atau tokoh yang ku-follow di Facebook maupun Instagram.

Kalau memperbarui status, tak dilengkapi foto. Jika mengunggah foto, gambar tersebut berupa makanan, minuman, buku, ebook, pemandangan, dan sejenisnya.

Tak ada satu pun wajahku. Siluet, ada beberapa. Foto tampak belakang, juga ada. Tidak banyak. Namun, itulah foto yang paling mendekati wujud fisikku.

Selama ini, aku tergolong tak banyak cakap dalam mengumbar urusan pribadi. Hanya satu pengecualian. Teruntuk J.A. Gad, aku rajin mengiriminya surat elektronik. Aku mengungkapkan ini dan itu. Berbicara satu hal dan lainnya.

Dua tahun.

Selama itu, tak pernah ada satu hari pun yang terlewatkan bagi kami untuk saling bertukar surat.

Justru itu, aku merasa mengenal gaya kepenulisan J.A. Gad.

Sebab itu, aku sangsi balasan surat yang terakhir ditulis langsung oleh yang bersangkutan.

Mana mungkin?

Sungguh di luar nalar. Aku memilih untuk tidak mempercayainya saja. Kuanggap, ada orang jahil yang mengirim pesan itu disaat pujaan hatiku sedang ada urusan di ruangan berbeda.

Iya, sepertinya begitu.

Kupikir...

Itu lebih masuk akal.

Huh.

Aku menarik nafas, mengibaskan tangan dan jemariku, bersiap untuk membuat surat balasan untuk J.A. Gad.

Halo,

Whoever you are...

Stop hijacking Mr. Gad's Goodreads account. It was not funny.

I believe you're not a kid, but...

Prank letter, really?

That was absolutely, juvenile.

Stop it!

Now, I asked you nicely, apologies to Mr. Gad, for what you did was immature.

Regards,

Mrs. Gad.

Klik.

Aku menekan tombol 'send.'

Lega.

Aku tersenyum sambil mengangguk bangga akan keberanianku, membela J.A. Gad. Aku hanya berharap saat penulis hebat itu menyadari kelakuan temannya ---siapa pun orang jahil itu, Mr. Gad tidak sungkan memberinya pelajaran.

Semacam nasihat atau apa lah.

Memastikan si orang iseng itu, tidak melakukan hal yang sama.

Huh.

Aku menggelengkan kepala.

Sungguh kekanak-kanakkan orang itu, siapa pun dia.

Sangat tidak sopan. 'Membajak' akun media sosial seseorang, lalu menuliskan pesan atas nama si pemilik akun.

Sungguh kurang ajar.

Ting.

Aku mendengar suara notifikasi.

Pesan dari Goodreads.

Kuraih HP, bergegas menindaklanjuti isi notifikasi.

Message from J.A. Gad.

Umm...

Bergegas, aku segera membaca isi pesan itu.

Lalu...

Argh!

Sungguh kurang ajar. Si jahil itu masih belum ngaku juga. Masih bersikeras kalau dia adalah J.A. Gad yang sesungguhnya.

Yeah, right.

Aku mengenalnya selama dua tahun. Catat, setiap hari selama dua tahun. Aku tahu, ini... bukan... J.A. Gad.

Jagad #2 Unstoppable Love SeriesWo Geschichten leben. Entdecke jetzt