Menunggu

6.3K 1.3K 88
                                    

Jagad

Mana Mrs. Gad yah? Kok belum balas pesanku.

Umm...

Apa dia malu atau gimana yah?

Dari balik counter toko buku aku terus memperhatikan para pengunjung kafe ini. Kemudian, dua orang perempuan datang memasuki area book corner. Satu di antaranya agak gemuk, berkacamata, rambutnya keriting tebal.

Lalu...

Dia melihat ke arahku. Aku tersenyum sedikit kepadanya. Pipinya merona, dia tersipu membalas tatapanku. Kemudian dia tersenyum, memperlihatkan kawat gigi yang berjejer memagari deretan giginya. Aku memperhatikan, gaya berpakaiannya standar saja, sih. Kaos, jaket, rok jeans, sepatu sneakers dan tas selempang.

Aku sudah mempersiapkan mental untuk menghadapi kemungkinan terburuk. Dia, gadis yang kuperkirakan berusia awal 20 tahunan itu... tidak terlalu buruk. Kulitnya putih, walau berjerawat di area pipi. Sekali lagi, aku tak keberatan.

Tak menunggu lama, aku berjalan mendekatinya.

"Halo, selamat siang... bisa dibantu?" tanyaku seramah mungkin sambil tersenyum.

Matanya membelalak menatap wajahku, lalu mengalihkan pandangan ke arah teman perempuannya yang ikut tersenyum sambil tersipu, juga merespon sapaanku.

"Umm... mau... cari... buku," kata gadis berkawat gigi yang kuduga Mrs. Gad itu.

Aku mengangguk sambil tersenyum.

"Buku apa?"

"Umm... komik."

Keningku berkerut.

"Komik?"

Dia mengangguk.

"Buku cerita yang bergambar."

Keningku berkerut semakin dalam.

Buku cerita yang bergambar?

"Ohh... kalau itu kita ada keluaran Marvel dan DC Comic."

Dia mengangguk antusias.

"Superhero? Uhh... kereen," katanya sambil melipat kedua tangan di dada. Badannya diputar ringan ke kiri dan ke kanan, sorotan mengkhayal tampak dari binar bola matanya.

Umm...

Kok aneh?

"Kalau novel, suka?" tanyaku untuk memastikan.

"Novel?"

Aku mengangguk.

"Novel."

Dia mengerutkan bibirnya. Keningnya berkerut lalu kepalanya menggeleng.

"Enggak ahh... tulisan semua, gak ada gambarnya. Ngantuuuk..." ucapnya dengan penuh kesungguhan.

Damn.

Ini... bukan... Mrs. Gad.

Aku tersenyum menahan kekecewaanku. Sungguh, aku sudah tak sabar ingin bersua dengan si pemilik hati ini.

Tapi...

Ya, sudahlah.

Kuputuskan untuk terus saja menunggu.

Lalu aku mengantarkan kedua perempuan muda ini, ke rak yang menjejerkan koleksi komik impor. Setelahnya, aku pamit meninggalkan mereka, kembali ke balik counter

Beberapa saat kemudian...

"Pak, kenapa?" tanya Riri, kasir toko buku ini.

Aku menolehkan wajah melihat ke arah perempuan berusia 25 tahun itu.

"Umm?"

"Pak Jagad, kenapa? Kok gelisah gitu."

Keningku berkerut.

"Gelisah?"

Riri mengangguk.

"Iya, gelisah. Jari-jarinya ngetuk-ngetukin meja dari tadi. Matanya kalau gak mandangin HP, yah keliling seisi ruangan kafe, penuh selidik. Ada apa sih, Pak? Nunggu seseorang? Ada janji?"

Huh.

Kelihatan sebegitu jelaskah gelagatku?

Aku tersenyum, laku mengangguk.

Riri terkekeh sambil menggeleng.

"Udah, duduk aja dulu di kafe. Santai dulu... tuh, gabung sama Gemintang di situ. Dia duduk sendirian, kayaknya dia juga lagi nungguin seseorang," sarannya.

Aku melihat ke arah sofa kafe di depan area book corner, tempat Gemi duduk. Dia terlihat canggung dan gelisah dalam duduknya. Matanya menatap pintu masuk kafe.

Betul juga, sepertinya dia sedang ada janji. Menunggu seseorang.

Aku tersenyum dan mengangguk pada Riri.

"Iya... kayaknya, saya duduk di tempat Gemi, deh. Nemenin dia sampai teman yang ditunggunya datang."

Riri membalas senyumku.

"Iya, Pak," ucapnya.

Jagad #2 Unstoppable Love SeriesWhere stories live. Discover now