Surat Dari Mr. Gad

7.3K 1.1K 47
                                    



Gemintang

How to Lose a Guy in 10 Days.

I am watching Kate Hudson and Matthew McConaughey's movie for... I have no idea. More than 10, I supposed. Lol.

Despite I found Matthew fascinating, this old movie was also funny. Especially if I have to relate it to my life.

Me.

A bookworm, a weirdo...

I make friends with books more than with human (real humans).

I was a socially awkward. Feeling less comfortable surroundings by people. Babbling about my favorite character in books to a guy on my date (which I don't often have).

Seriously, it would take a guy 10 minute to run from me hahaha

So, lucky you Mr. Gad... you are my longest non-existence romance relationship that I ever had (Please take it as a compliment).

This relationship we have is perfect.

I love you from afar. You don't have to be annoyed by my oddities.

Well, anyway... remember the key words here.

I. Love. You.

Always...

This feeling I have for you, is undying love.

Goodnight, sweet dreams, sleep tight.

Forever yours,
Mrs. Gad.

Aku menekan tombol send, untuk mengirim surat elektronik ke J.A. Gad, penulis favorit yang juga tambatan hatiku. Kemudian mulai menekan tombol home screen agar kembali ke menu utama HP. Setelahnya aku mematikan DVD, yang tadi kusetel untuk menonton film How to Lose a Guy in 10 Days. Selanjutnya, harus bersiap-siap untuk pergi ke Senayan, untuk olah raga di Minggu pagi ini. Sudah janjian dengan Pelangi.

Seharusnya aku membatalkan saja janji itu. Tapi.... tidak enak juga rasanya. Minggu lalu aku pulang ke Bandung, jadi absen menemani Pelangi berolahraga. Semalaman aku kurang enak badan, tidur pun gelisah. Pukul tiga sudah bangun dan tak bisa tidur lagi.

Inginnya sih membaca novel, tapi kepala malah pening. Akhirnya memilih menonton film.

Setiap pagi dan malam, aku berusaha menyempatkan diri untuk mengirim pesan kepada J.A.Gad. Perbedaan waktu membuat aku harus mengucapkan selamat tidur di pagi hari dan good morning di malam hari.

Awalnya membingungkan.

Setelah 2 tahun, tidak lagi.

Sudah terbiasa.

***

Olah raga pagi berjalan lancar. Setelah selesai mengikuti senam pernafasan, aku dan Pelangi sarapan bubur ayam, lanjut pulang. Seperti saat pergi, kali ini pun Pelangi yang mengendarai motor, aku diboncengnya.

"Mandi dulu ya gerah, nih. Nanti siangan kalau mau beli makan barengan, ya?" tanya Pelangi sesaat setelah kami menaiki anak tangga terakhir menuju selasar kamar kost.

Aku mengangguk.

"Iya, gampang. Nanti kalau kamu yang duluan lapar, ketuk pintu aku aja ya? Palingan aku di dalam lagi baca novel," kataku.

"Iya... sip," balas Pelangi sambil melambaikan satu tangannya ke atas, lalu melangkah menuju pintu kamar kostnya.

Aku berjalan dua langkah menuju pintu kamar, yang letaknya persis di sebelah tangga. Setelah membuka kunci pintu, masuk lalu bersiap untuk mandi.

Sekira lima belas menitan aku berada di kamar mandi sebelum ke luar dengan menggunakan handuk menutupi dada hingga pertengahan paha. Rambut semi basah sehabis keramas, kubiarkan tergerai sambil kukeringkan menggunakan handuk kecil berwarna hijau. Warna favoritku.

Suara notifikasi pesan masuk terdengar.

Spontan, aku menoleh ke HP yang berada di atas kasur. Hapal betul kalau itu notifikasi pesan masuk dari Goodreads, aku bergegas meraih telepon selularku.

Pesan masuk dari J.A. Gad.

Yes!

Aku bersegera membuka isi pesan dengan jantung berdegup kencang. Nafasku lantang memburu dengan antusiasme tingkat tinggi. Seperti biasa, setiap kali aku mendapatkan balasan surat elektronik dari yang terkasih si tambatan hati.

J.A.Gad.

Aku membaca setiap huruf, setiap kata yang terangkai dalam kalimat. Tak sedikit pun yang ingin aku lewatkan. Semuanya aku baca secara seksama.

Balasan surat elektronik dari J.A Gad biasanya relatif singkat. Hanya menanggapi isi pesan dalam suratku sebelumnya. Hangat, sopan... tidak ada kesan dia menanggapi perkataan akan perasaanku dengan serius.

Tak mengapa.

Siapa pun tentu akan menganggapku gila, karena mendeklarasikan perasaan cinta mati kepada seorang penulis yang tak pernah kutemui.

Jika aku berada di New York, sama sekali tidak akan menyalahkan J.A. Gad jika dia melaporkan aku ke polisi. Meminta restraining order, agar aku menjauhinya. Supaya tidak berkirim pesan apapun lagi kepadanya.

Merasa privasinya terganggu. Hidupnya tidak tentram.

Sungguh sangat masuk akal, jika dia merasa tidak nyaman menerima surat-suratku.

Baik hati. Sungguh sangat low profile J.A. Gad ini. Selama dua tahun, bersedia membalasi pesan-pesanku dengan tutur kata hangat penuh keramahan. Selalu, tidak pernah tidak.

Hanya saja...

Kali ini pesan balasan yang dia kirim membuatku bingung. Mataku membelalak. Mulut melongo. Selama beberapa saat tubuhku kaku. Kemudian keningku berkerut. Membaca ulang pesan yang sama lagi dan lagi, memastikan aku tidak salah baca.

Apakah ini betul-betul Mr. Gad?

Iyakah dia sendiri yang menulis pesan ini?

Jangan-jangan ini hanya orang asing yang sedang membajak HP J.A. Gad lalu berbuat jahil dengan mengirimkan pesan ini.

Iya, mestilah begitu.

J.A. Gad yang sesungguhnya mana mungkin mengirim pesan seperti ini kepadaku.

Ha!

Aku mencintainya, sungguh.

Bukan berarti bodoh.

Aku tahu cintaku bertepuk sebelah tangan.

Hingga akhir usia, J.A Gad tak mungkin akan pernah membalas perasaanku. Aku sadar sejak awal. Bagiku itu konsekuensi yang harus diterima karena mencintai satu sosok setinggi J.A. Gad.

Aku sadar betul. J.A. Gad itu...

Out of my reach.

Tidak mungkin, sungguh muskil dia akan membalas bahkan secuil saja getar asmara yang kurasa untuknya.

Iyakan?

Aku membaca isi suratnya sekali lagi.

Dua kali.

Tiga kali.

Terus kubaca lagi dan lagi.

Ini...

Ini, tidak mungkin.

Sungguh sangat... sangat... tidak mungkin.

Jagad #2 Unstoppable Love SeriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang