"Maafkan aku",

"Untuk apa, Yas?",

"Aku tidak pernah ada saat tersulitmu menghadapi masalah ini. Maafkan aku", lagi-lagi aku mencium puncak kepalanya.

"Tidak, Yas. Kau tidak perlu minta maaf. Aku saja yang bodoh, sudah membiarkannya masuk dan menghancurkan hatiku",

"Bukan kau yang bodoh. Dia yang bodoh sudah menyia-nyiakan wanita sepertimu. Kau wanita istimewa, Rey",

Aku berniat mencium puncak kepalanya lagi namun tanpa sepengetahuanku kepala dia mendongak dan...

Cup!

Tanpa sengaja aku mencium bibirnya. Mataku yang sedari tadi fokus ke jalanan kini beralih menatapnya dan secara refleks aku mengerem mobil mendadak.
Kami tersadar dan menatap arah jendela luar masing-masing. Aku bersyukur karna jalanan sepi, sehingga aksi rem mendadakku tadi tidak melukai siapa-siapa namun aku takut. Tingkahku yang tanpa sengaja tadi melukai hati Reyana.
Entah berapa menit kami saling terdiam. Aku menjalankan mobilku kembali dan menurunkan pacuan kecepatan hatiku yang sedari hati berdetak dengan keras hingga dapat kudengar detakannya.

"Maaf", ucapku lirih dengan fokus menatap arah jalan.

"A.. Aku juga minta maaf, Yas",

"Jadi, kamu gak marah?",

"Kan tadi tidak sengaja, Yas",

"Kalau sengaja bagaimana? Ulangi lagi yuk",

Yap! Seperti dugaanku mata Reyana membulat pipinya memerah, aku mengerlingkan satu mataku dan akhirnya,

"Ayyaaasss mesuuuummm!!!",
Aku sudah pasrah menerima teriakan dan cubitannya atas ulahku yang jahil.  Aku terkikik puas telah mengerjainya. Wajah semu merahnya yang sangat ingin ku lihat saat aku menggodanya. Ingin sekali ku ungkapkan semua isi hatiku saat ini, namun belum saatnya.

Kami sudah sampai di suatu tempat wahana hiburan di Surabaya. Reyana terlonjak kesenangan. Sudah lama sekali kami tidak pernah kesini. Setelah membeli tiket kami bersenang-senang menikmati wahana yang terbilang cukup ekstrim. Kami mempunyai hobby yang sama, menantang hal-hal yang di luar keberanian kami.
Hari ini benar-benar menyenangkan. Apalagi melihat Reyana yang sedari tadi tersenyum bahagia. Sungguh, aku benar-benar ingin membahagiakannya selalu dan selalu.

Reyana pov

Kejadian di mobil tadi masih jelas terputar di otakku. Entahlah seperti ada lebah yang menyengatku. Sampai saat ini debaran jantungku masih berdegub kencang. Ayas memperlakukanku layaknya seorang kekasih. Tak hentinya dia menggenggam tanganku dengan erat, terkadang memeluk pinggangku dengan possesive. Sifat manjanya membuatku gemas. Baru kali ini, ya baru kali ini kurasakan ada yang berbeda dengan hubungan kami. Namun aku tak mau menyimpulkannya lebih dulu. Jujur saja aku masih trauma dengan jatuh cinta.

"Ayas aku ingin gulali itu", rengekku padanya dengan menunjuk salah satu penjual gulali yang bisa dibentuk bermacam-macam.

"Yuk kita kesana", Ayas menarikku k arah penjual tersebut. Banyak berbagai macam bentuk dan membuatku sangat bingung memilih yang mana.

"Kau mau yang mana, Rey?",

"Aku bingung, bentuknya bagus-bagus, Yas",

Ayas pun tampak berpikir membantuku memilih bentuk gulali yang akan kami beli. Lalu dia memilih gulali dengan bentuk sepasang burung dan sudah terbungkus rapih dengan plastik bening dan dia menyodorkannya padaku.

"Bagaimana dengan ini?",

"Yes, great choice Ayas",

Setelah ayas membayarnya kami keluar dari tempat wahana permainan tersebut dan bergegas pulang. Karna sayang untuk dimakan, kusimpan gulali itu di dalam tas.

"Kenapa gulalinya tidak dimakan?",

"Bentuknya lucu, Yas. Aku tidak tega memakannya",

Ayas terkikik geli dan mengacak rambutku. Nyaman, sangat nyaman saat ia melakukannya. Ini pertama kalinya aku merasakannya. Selama ini tidak ada pengaruh apapun saat ia mengacak rambutku.
Tiba-tiba saja mataku terasa sangat berat, aku menguap bolak balik menahan kantuk yang benar-benar membuatku ingin secepatnya tidur.

"Hei, jangan tidur dulu, Rey",

"Mataku sudah tidak kuat lagi, Yas",

"Aku punya sesuatu untukmu. Bertahanlah sebentar saja, ini sudah mau sampai tempatnya",

Aku hanya diam tidak menyahut. Apa yang akan Ayas berikan padaku? Ah lagi-lagi ingin rasanya aku berteriak riang. Untungnya rasa kantukku menutupi rasa senangku. Sehingga Ayas tidak dapat melihatnya.

Ayas memakirkan mobilnya di depan toko bunga. Mau apa dia?

"Kau tunggu disini sebentar saja",

"Kau mau kemana, Yas?",

"Hanya sebentar. Kau tidak akan merindukanku secepat itu",

"Haha Receh, Yas", aku tertawa pelan, Ayas tersenyum sekilas, dia keluar dari mobilnya dan masuk ke dalam toko bunga tersebut.
5, 10, 15, 20, dan 30 menit sudah Ayas masih belum kembali. Aku berniat menyusulnya namun saat aku berbalik setelah menutup pintu mobil Ayas sudah berdiri di hadapanku dan menutupi wajahnya dengan sebuket mawar berwarna putih. Aku terkejut dan menutup mulutku yang setengah terbuka,

"Ayas ...",

"Happy Birthday to you my beloved Reyana",
Ayas memberikan buket bunga itu padaku dan mencium keningku. Entah mengapa perlakuannya membuatku terharu. Aku memeluknya dan menahan isakanku.

"Thank you, thank you so much Ayas",

Ayas membalas pelukanku dan mengeratkannya.

"You're welcome, Rey",

Saat aku masih hanyut dalam peluknya, sebuah panggilan mengejutkanku.

"Reyana",

Suara itu bukan suara Ayas, suara itu milik seseorang yang sangat ku kenali.

Finding The Last Name Where stories live. Discover now