AIR MATAMU

347 8 0
                                    

Tanpa banyak kata Mea menyambar cardigan dan hijab yang simple untuk ia kenakan. Mea berlari kecil, entah mengapa kekhawatirannya itu sudah level akut. Mea mondar mandir dipinggir kolam sambil celingak celinguk, siapa tau suaminya itu disana. Saat Mea hendak berbalik badan ternyata ada sang mantan pacar suaminya.
Sarah yang notabandnya sang mantan Arga langsung mendorong Mea ke kolam renang .

Byur....

"Itu buat balesan lo udah ngambil Arga dari gue"

"Tolonggg..."

Mea tak bisa berenang, dia berpikir hidupnya akan berakhir dengan cara seperti ini.
Pandangannya mulai menggelap dan nafasnya mulai sesak saat paru parunya mulai berisi air.

Dari kejauhan seorang lelaki yang menyaksikan seorang perempuan yang baru ia sakiti tenggelam. Dengan sigap lelaki itu langsung terjun kekolam.
(Kalian bayangin aja adegan ini tuh kayak drama korea)

Arga langsung membopong Mea yang tak sadarkan diri menuju kekamar inap mereka. Semua mata yang melihat aksi Arga membopong istrinya itu dengan baju yang basah memperlihatkan otot perut Arga seperti roti sobek, semakin terlihat seksi.

"Istri anda baik baik saja air yang masuk ketubuhnya sudah keluar, sebentar lagi juga akan sadar. Saya permisi dulu pak Arga" jelas dokter parubaya yang Arga panggil untuk memeriksakn keadaan istrinya.

"Terimakasih dok" ucap Arga dengan senyumnya.

"Oh iya jangan lupa berikan obatnya dan jaga istri pak Arga dengan baik" itulah wejangan dokter parubaya itu sebelum pergi meninggalkan kamar Arga.

Arga mengusap wajahnya dengan kasar, ia yakin ini perbuatan sarah sang mantan kekasihnya. Arga memandangi wajah Mea yang pucat.

"Maaf" ucap Arga lirih.
Arga meneliti setiap inci wajah Mea, Mea memiliki hidung bangir, kelopak mata yang indah, alis tebal dan satu lagi yang tak pernah luput dari pengamatan Arga yaitu bibirnya tipis dan pink itu kini berubah menjadi pucat.

"Uhuk uhuk uhuk, mas...." panggil Mea saat Arga mengamati wajah sang istri.

"Kamu sudah sadar, mau minum atau makan atau mau apa bilang sama saya"

Entah mengapa Arga melihat Mea sakit dirinya juga seakan merasakan sakit. Apa kini Arga sudah mempunyai rasa itu?.

"Heh"

"Kok heh?" Tanya Arga

"Mau pulang"

"Ya udah kita pulang, lagian lusa kamu udah masuk sekolah lagi"

"Gak mau pulang ke Jakarta ke Solo dulu, mau ketemu yangkung sm yangti" pinta Mea.

"Eh I...iya udah, ayo kita ke bandara" ajak Arga. Arga menarik tangan Mea dengan lembut.

"Bentar kali aku mau masukin barang barang dulu" protes Mea.

"Gak usah barang barang udah di mobil semua" jelas Arga.

Mea menyingkap selimutnya dia seakan tersadar akan sesuatu. Bajunya bukannya tadi basah gara gara kejebur dikolam. Mea melirik Arga.

"Kenapa? Gak usah heran itu baju kamu aku yang gantiin. Udah sah juga"

Blushh....

Pipinya Mea seperti tomat, rona merah itu bukan hanya dipipinya tapi sudah menjalar ke kupingnya.

"Saya lelaki normal Mea jika kamu tetap disini saya tidak akan tahu apa yang akan terjadi, apalagi saya sudah melihat semuanya" Arga menggoda Mea membuat yang digoda cengok. Mea belum juga beranjak dari tempat tidurnya.

"Kayaknya kamu ....." ucapan Arga terpotong karena sang istri berlari menuju keluar kamar hotel. Kelakuan Mea membuat Arga terbahak bahak. Baru digoda saja sudah kalang kabut, apalagi jika Arga meminta haknya sudah dijamin pasti Mea pingsan.

Jam menunjukkan pukul 1 dini hari, Arga melihat Mea tertidur bersandar pada kaca mobil, Arga menarik kepala Mea agar bersender ke bahu Arga. Mea merasa nyaman tidurnya tanpa sadar Mea memeluk tubuh Arga. Terasa pas.

Sesampainya mereka disolo mereka disambut dengan bendera kuning berkibar ada tenda dan orang orang didalam rumah yangkungnya sedang mengalunkan surah Yasin. Paling penting di tengahnya ada seseorang yang terbujur kaku, itu adalah yangkungnya Mea. Mea menangis histeris saat melihat yangkung terbujur kaku, muka yang dulu ceria kini pucat bahkan sangat pucat. Mea mengikuti prosesi pemakaman, dia bahkan beberapa kali pingsan.

Sejak kecil Mea sudah dititipkan ke eyangnya karena orang tua Mea sibuk dan Mea saat kecil pernah diculik oleh kolega bisnis papanya. Hal itulah yang membuat Melani dan Kara menitipkan Mea kepada orang tua kara di yogya.

Hari sudah beranjak larut semua orang yang memanjatkan doa pun sudah pulang. Mea kini sedang duduk ditengah singgahsana dengan tatapan kosong.

Tok tok tok

"Me yangti boleh masuk?"

"Iya yangti masuk aja"

Yangti langsung masuk dan merengkuh jiwa rapuh Mea hingga pecah kembali tangis itu.

"Hiks... yangti... yangkung, yangti"

"Ussttt yangkung disana pasti sudah tenang, kalau kamu kayak gini gimana yangkung mau tenang coba. Gini ya sayang semua manusia yang bernyawa pasti akan kembali, kita gak berhak menyalakan takdir semua sudah ditentukan sayang" eyang melepaskan pelukannya dan memegang kedua bahu Mea. Yangti menghapus air mata Mea yang jatuh.

"Huffftttt tau gak dulu yangkung kamu pernah bilang sama yangti' kamu jangan pernah nangis, karena itu sama saja buat aku gagal buat bahagiain kamu. Satu tetes air mata kamu yang jatuh itu sangat berharga buat aku' jadi ngertikan maksud yangti...."

Cklek....

Pintu terbuka, ternyata Arga.

"Maaf yangti aku gak tau kalau ada yangti" ujar Arga sesopan mungkin.

"Gak apa apa kok le. Ehm ya udah yangti permisi dulu"

Tetapi sebelum yangti keluar dari kamar yangti membisikan sesuatu.

"Nduk inget jangan pernah menunjukkan air mata kamu didepan suami kamu ya sama saja kamu buat dia hancur"

"Iya apa yangti?" Tanya Mea

"Kamu mau yangti tanyain ke suami kamu? Arga kamu...."

"Jangan yangti" sela Mea.

"Iya yangti ada apa?"

"Hahahaha... gak jadi deh. Ini cucu yangti yang cantik ini udah merah mukanya apalagi kalo yangti....."

"Yangti udah deh"

Yangti pun keluar dari kamar menyisakan dua makhluk kasar mata yaitu Mea dan Arga.

Pak Guru, Love You!!!!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang