"Tentu saja kau tidak berani. Aku sudah menduganya. Dengar ya, membuatmu di tendang dari sini itu bukan perkara yang sulit. Kau sudah tahu siapa Ayahku, kan? Kau juga sudah tahu siapa calon suamiku? Jadi berhati-hatilah. Aku tidak akan mempermasalahkan mulut tajam penyebar gosip murahanmu itu. Jika aku ingin, detik ini juga kau bisa saja membereskan barang-barangmu dan keluar dari sini. Jadi tutup saja mulut sampahmu itu dan lakukan apa yang harus kau kerjakan dengan baik." Nafasku tersenggal mengucapkan kalimat yang entah datangnya darimana. Emosi yang menguasai diri membuat lepas kendali. Aku tidak pernah berlaku sombong seperti ini jika tidak dipancing oleh mulut ular dihadapanku. Segera saja ku langkahkan kaki keluar dari toilet dengan tak lupa membawa tas make up-ku. Masih ku dengar umpatan dari mulut si rambut berwarna merah namun tak ku hiraukan.

Kakiku melangkah dengan penuh amarah. Beruntung ini sudah jam makan siang. Aku tidak perlu lagi kembali ke mejaku karena aku perlu mengisi perut untuk mendinginkan pikiranku. Dengan tergesa-gesa setelah lift berdenting, aku segera keluar dengan cepat tanpa menghiraukan sekelilingku hingga bahuku tertabrak kencang seseorang membuatku menghentikan langkah dan mengaduh kesakitan.

"Almyra, kamu baik-baik saja?" Mataku melirik orang yang baru saja menabrakku. Dan sialnya aku bertemu dia.

"Kamu?"

"Kamu baik-baik saja?" Ares mengulangi pertanyaan karena tak kunjung mendapat jawaban dariku.

"Ya, tidak apa."

"Kamu kenapa, Almyra? Kenapa buru-buru sekali?"

"Aku perlu bicara denganmu." Ku gigit bibir bawah dengan gusar, menebak-nebak dengan ragu apakah Ares menyetujui atau malah menolak.

"Mari, ikut aku." Ares menggenggam tanganku, membuatku tertegun sejenak dan berhasil membuat banyak pasang mata melihat ke arah kami dengan tatapan penuh tanya.

***

Ares membawaku ke sebuah kedai kopi di sebrang kantor. Senyum cerah tercetak jelas di wajah tampannya saat aku mempertimbangkan apa yang akan keluar dari bibir untuk memulai percakapan. Dengan ragu, aku memberanikan diri menyapa.

"Ares."

"Di minum dulu, Almyra." Ia menyodorkan gelas kertas berisi cappucino ke hadapanku sembari menyesap sendiri kopi robusta miliknya. Aku mencicipi cappucino di genggaman sambil sekali lagi meyakinkan diri perihal keputusan ini.

"Nah, apa yang ingin kamu bicarakan?" Peluh membasahi dahi ketika Ares menagih janjiku untuk bicara.

"Kamu pasti sudah tahu bahwa seisi kantor membicarakan kita, terutama soal pernikahan kita." Ares mengangguk mengamati setiap kata yang terucap. Aku semakin gusar kala matanya menatap intens menelusuri wajahku.

"Lantas kenapa?"

"Aku hanya ingin kamu meredam gosip itu." Kening lelaki tampan di hadapanku berkerut, bertanya-tanya apa maksud perkataanku.

"Gosip?"

"Ada banyak gosip tak sedap jika kamu belum tahu."

"Salah satunya?"

"Mereka mengira kamu menikahiku karena aku terlanjur hamil." Ares tergelak di kursinya ketika mendengar pernyataanku dan itu sukses membuatku merenggut kesal.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Feb 05, 2021 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Simplicity of LoveWhere stories live. Discover now